Alt Title

PHK Meningkat, Buah Penerapan Sistem Kapitalisme

PHK Meningkat, Buah Penerapan Sistem Kapitalisme

  


Menyerahkan nasib rakyat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya di tangan pengusaha adalah kesalahan sekaligus kezaliman. Namun, kebijakan seperti ini memang normal dalam negara yang menganut sistem kapitalisme

Peran penguasa bukan sebagai pengurus urusan rakyat melainkan fasilitator bagi para pengusaha untuk mengembangkan bisnisnya di dalam negeri. Tanpa peduli bahwa pengusaha itu warga negaranya atau pihak asing. Sebab, penguasa tidak akan mau melepas keuntungan ekonomi untuk mendapatkan pajak dari perusahaan


__________________________


Penulis Novi Anggriani, S.Pd

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, ANALISIS - Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) oleh PT. Hung-A Indonesia terhadap 1.500 pekerja sangat memprihatinkan bagi para buruh yang harus kehilangan sumber nafkahnya. Kabarnya, pabrik ban asal Korea Selatan ini akan ditutup operasionalnya mulai Februari 2024 dan Vietnam menjadi lokasi baru untuk membangun pabriknya.


Menurut Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia (APBI), Azis Pane, alasan PT. Hung-A hengkang dari Indonesia karena tidak ada keputusan yang jelas dari pemerintah untuk izin impor bahan (pembuatan ban) yang tak diproduksi di Indonesia. Korban PHK sebelumnya terjadi di tahun 2023. Setidaknya ada 7.200 pekerja di PHK di 36 perusahaan, baik tutup total, tutup hengkang atau relokasi, maupun efisiensi biaya. Data itu baru mencakup perusahan tempat anggota Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) bekerja, belum terhitung pabrik lain non anggota gabungan serikat pekerja tersebut (CNBC Indonesia, 20/01/2024).


Kapitalisme Melahirkan Penguasa Zalim


Melihat fakta permasalahan di atas, tanggung jawab jelas berada pada pemerintah selaku penentu kebijakan hukum yang mengatur relasi antara perusahaan dan masyarakat sebagai pekerjanya. Harus ada regulasi yang jelas, sehingga perusahaan tak sampai mengambil keputusan PHK seperti ini. Jika hal demikian terus diabaikan, PHK akan terus terulang. Apalagi perusahaan tidak menjamin terpenuhinya kebutuhan hidup masyarakat. Karena, perusahaan adalah milik individu pengusaha yang keberadaannya hanya memastikan keuntungannya sendiri bukan kebutuhan rakyat.


Menyerahkan nasib rakyat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya di tangan pengusaha adalah kesalahan sekaligus kezaliman. Namun, kebijakan seperti ini memang normal dalam negara yang menganut sistem kapitalisme. Peran penguasa bukan sebagai pengurus urusan rakyat melainkan fasilitator bagi para pengusaha untuk mengembangkan bisnisnya di dalam negeri. Tanpa peduli bahwa pengusaha itu warga negaranya atau pihak asing. Sebab, penguasa tidak akan mau melepas keuntungan ekonomi untuk mendapatkan pajak dari perusahaan.


Cara pandang sistem kapitalisme dalam mengatur peran penguasa sangat zalim. Efeknya berimbas pada hajat hidup rakyat yang tidak terpenuhi, cenderung terombang-ambing dan terimpit dari berbagai sisi. Ditambah lagi dengan mahalnya biaya hidup yang semakin meningkat. Negara hanya memberikan solusi alakadarnya tanpa benar-benar berperan selayaknya pelindung. Jadi wajar saja masyarakat yang terkena PHK harus berpikir sendiri untuk bertahan hidup.


Padahal di tengah minimnya lapangan pekerjaan saat ini, tentu PHK menjadi beban yang amat berat untuk mereka pikul. Ditambah mereka harus bersaing dengan pengangguran lainnya yang sudah mengantre. Bahkan dengan tenaga kerja asing yang tak jarang justru dianakemaskan.


Kapitalisme Buah Pemikiran Kufur


Kerusakan sistem kapitalisme dalam mengalihkan tanggung jawab penguasa untuk menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat akan memberikan dampak buruk bagi kehidupan perekonomian negara. Karena, penguasa selaku pemimpin negara berlepas tangan dalam menangani, menjaga, dan melindungi masyarakatnya. Iming-iming keuntungan materi berupa pajak dari perusahaan atau pengelolaan sumber daya alam yang dialihkan kepada individu untuk membantu perekonomian negara justru tidak memberikan hasil yang menyejahterakan. Bahkan masyarakat terus hidup dalam kemiskinan, alam semakin rusak, dan penjajahan pemikiran dalam negeri semakin menyerang.


Akibatnya, rakyat menjadi korban dari berbagai sisi kehidupan, baik ekonomi, politik, sosial, pendidikan, dan lain-lain. Karena rantai kapitalisme akan terus menghembuskan pemikiran sesatnya untuk merusak pemikiran umat, yakni negeri dengan mayoritas muslim ini.


Apalagi kapitalisme lahir dari pemikiran kaum kuffar, yang sudah jelas-jelas Allah larang dalam firman-Nya QS. Al-Baqarah ayat 120. Tujuan mereka mengalihkan kaum muslimin dari pandangan yang haq menuju kebatilan dan itu adalah keuntungan besar bagi mereka. Sebab, hal itu akan memuaskan hasrat keserakahan dan sifat rakus manusia dalam menguasai bumi Allah.


Ideologi kapitalisme seharusnya dicabut dari kehidupan. Karena, keburukan pemikiran dan pengaturannya tidak dapat memberikan kesejahteraan bagi rakyat atau umat. Oleh karena itu, kita sebagai hamba Allah yang hidup di bumi Allah seharusnya menjadikan-Nya sebagai satu-satunya pengatur hidup kita. Allah sebagai Sang Khaliq dengan salah satu sifat-Nya Ar-Rahman akan memberikan keberkahan bagi kita yang taat terhadap perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

 

Peran Pemimpin dalam Islam


Islam sebagai sebuah ideologi memiliki peran yang sangat luar biasa dalam menangani segala problematika umat. Termasuk penyediaan lapangan pekerjaan yang merupakan tugas seorang pemimpin atau Khalifah untuk memudahkan para kepala keluarga dalam memenuhi nafkah. Oleh karena itu, peran penguasa dalam Islam ialah mengurus urusan rakyat, termasuk pengurusan alam. Sehingga urusan-urusan umat tidak terabaikan dan justru cenderung terealisasikan.


Seperti dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam at-Tirmidzi: Sesungguhnya seorang laki-laki Anshar pernah datang kepada Nabi saw. dan meminta-minta kepada beliau. Lalu beliau bertanya kepadanya, "Apakah di rumahmu ada sesuatu?" Ia menjawab, "Benar, ada...." Nabi saw. bersabda, "Bawa keduanya ke sini!" Ia pun membawa kedua barang tersebut. Lalu Rasulullah saw. mengambil keduanya dan berkata, "Siapa yang mau membeli kedua barang ini?" Lalu seorang laki-laki berkata, "Aku mau mengambilnya dengan harga dua dirham." 


Beliau menyerahkan kedua barang itu kepada laki-laki tersebut dan mengambil dua dirham harganya. Lalu, memberikannya kepada orang Anshar itu. Beliau bersabda, "Belilah dengan satu dirham sesuatu dan berikanlah untuk keluargamu. Belilah kapak untuk satu dirham yang lain dan bawalah kepadaku!" Lalu ia membawa kapak itu kepada beliau. 


Rasulullah saw. menggenggamnya secara erat dan menyodorkan kembali kepada orang itu sambil bersabda, "Pergilah, cari kayu bakar, dan juallah. Jangan sampai aku melihatmu lagi selama lima belas hari!" Orang itu pun melakukannya. Lalu lima belas hari kemudian ia datang dan ia telah memperoleh lima belas dirham.


Dari hadits tersebut menandakan bahwa Rasulullah merupakan pemimpin negara dan menjadi tauladan serta kewajiban bagi Khalifah selanjutnya memfasilitasi lapangan pekerjaan serta memastikan kesejahteraan rakyat yang dipimpinnya.


Adapun mengenai keberadaan perusahaan milik individu diperbolehkan di dalam Islam. Namun, keberadaannya harus bermanfaat bagi negara. Tetapi tidak diperbolehkan untuk perusahaan dari negara lain atau asing (bukan bagian dari daulah Islam). Sebab, menjaga keamanan dari pemanfatan oleh individu asing dalam menjajah dan memanfaatkan potensi SDM di dalam Negara. Negara harus mandiri dalam menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat dan dipastikan tanpa mengandalkan perusahaan swasta sebagai satu-satunya penyedia lapangan kerja.


Begitulah Islam dalam memudahkan umatnya mencari nafkah. Sehingga persoalan PHK dari perusahaan tidak terjadi kalau. Khalifah akan menangani dan menyediakan pekerjaan yang sesuai dengan basic skill dari orang tersebut. Sehingga tidak akan ditemukan adanya laki-laki selaku pencari nafkah yang menganggur. Sebab, itu adalah kemaksiatan karena Allah Swt. mewajibkan bagi laki-laki yang sudah baligh untuk memenuhi nafkah dirinya dan keluarganya. Wallahualam bissawab. [Dara]