Solusi Islam dalam Menangani Kriminalitas: Ketakwaan, Pengawasan Sosial, dan Penerapan Syariah
Opini
Dalam konteks ini, Islam menawarkan solusi fundamental melalui tiga prinsip utama. Pertama, ketakwaan individu yang ditanamkan melalui pendidikan keluarga, di mana setiap keluarga muslim diwajibkan menjadikan ajaran Islam sebagai landasan dalam mendidik anak
Pendidikan ini, yang berakar pada ajaran Islam, bertujuan untuk membentuk karakter iman dan ketaatan yang dapat mencegah perilaku dosa. Anak-anak juga diajarkan untuk bertanggung jawab atas perbuatan mereka, sehingga generasi yang dewasa dan bertanggung jawab terbentuk dengan memahami prinsip hukum halal dan haram
_________________________
Penulis Isti Rahmawati, S.Hum
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Sadis. Sebuah gambaran semakin jauh dan buruknya generasi muda saat ini. Bagaimana tidak, generasi muda saat ini berani melakukan aksi bengis terhadap satu keluarga. Kasus ini terjadi di Kabupaten Penajam Paser Utara, tepatnya di Kalimantan Timur. Seorang siswa SMK menjadi pelaku pembunuhan terhadap satu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan tiga anaknya.
Motif pelaku berawal dari hubungan asmara pelaku yang tidak mendapatkan restu dari orang tua korban (R). Selain itu, Ibu dan korban R yang telah meninggal sempat dirudapaksa oleh pelaku. Mirisnya lagi, pelaku sempat mabuk-mabukan bersama temannya sebelum melakukan aksi pembunuhan. Belakangan, pelaku mengaku bukan karena sakit hati, tetapi membutuhkan uang untuk membayar biaya servis HP.
Kasus ini bukan yang pertama kali terjadi. Sudah banyak kriminalitas yang dilakukan oleh generasi muda kita hari ini. Seharusnya, ini menjadi peringatan keras bagi kita khususnya di dunia pendidikan. Mengapa kejahatan yang begitu sadis bisa dilakukan oleh seorang anak sekolah?
Kasus kriminalitas dengan anak sebagai pelaku yang berkonflik dengan hukum, menurut data dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, menunjukkan peningkatan pada periode 2020 hingga 2023. Pada tanggal 26 Agustus 2023, tercatat hampir 2.000 anak mengalami konflik dengan hukum. Sebanyak 1.467 anak di antaranya berstatus sebagai tahanan dan sedang menjalani proses peradilan, sementara 526 anak sedang menjalani hukuman sebagai narapidana di lembaga pemasyarakatan. (Kompas.id, 29/8/23)
Jika didalami, anak muda yang terlibat kriminalitas angkanya sangat tinggi. Tak tanggung-tanggung, ratusan bahkan ribuan anak yang tersandung kriminalitas. Ini menunjukkan bahwa masalah ini bukan kasuistik semata melainkan masalah sistemis yang memerlukan solusi fundamental bukan sekadar perbaikan pola asuh di keluarga saja.
Masalah Sistemis
Karena ini merupakan masalah sistemis maka perlu pendalaman terhadap sistem yang diterapkan saat ini. Kerusakan generasi dan tingginya angka kriminalitas merupakan risiko tidak diterapkannya Islam. Sistem ini melahirkan generasi amoral, rusak dengan kerusakan yang sangat parah. Kerusakannya bermula dari hilangnya Islam dari berbagai sisi seperti keluarga, masyarakat, dan negara.
Pertama, keluarga. Keluarga merupakan pondasi awal pendidikan dan kunci pembentuk kepribadian anak. Oleh karena itu, keluarga yang tidak stabil, terlalu sibuk hingga hilangnya perhatian kepada anak akan sangar berdampak negatif bagi perkembangan anak.
Jika kita perhatikan, kesulitan ekonomi di masa sekarang membuat orang tua fokus mencari nafkah di luar demi kelangsungan hidup. Sementara anak dipercayakan kepada sekolah. Bahkan ada orang tua yang cenderung abai dan merasa cukup hanya dengan memenuhi kebutuhan anak. Selain itu minimnya ilmu agama membuat orang tua tidak mampu mendidik anak dengan Islam.
Di sisi lain, meski banyak orang tua yang menyekolahkan anak di sekolah berbasis agama (Islam), tetap belum mampu menghalau rusaknya generasi. Sebaik apapun pendidikan sekolah tetap saja di dalam rumah mereka tetap waswas dengan lingkungan masyarakat sekuler yang tidak kondusif. Inilah pentingnya sistem sosial masyarakat yang islami, bukan hanya keluarga islami.
Kedua, Masyarakat. Masyarakat yang hidup dalam sistem sekuler memiliki cara pandang yang juga sekuler. Mereka cenderung menormalisasi perilaku yang sebenarnya menyalahi aturan Islam. Sebut saja seperti budaya pacaran, hedonistik, konsumtif, permisif, serta gaya hidup liberal. Bahkan, sebagian masyarakat menganggap hal tersebut sebagai bentuk modernisasi kehidupan. Ketika kontrol ini hilang, masyarakat cenderung menjadi apatis dan tidak peduli. Alhasil, generasi sangat dekat dengan kehidupan sekuler liberal yang mendegradasi nilai moral dan akhlak.
Ketiga, negara. Kurikulum terus berganti seiring dengan pergantian pemangku kebijakan. Pertanyaannya, sejauh mana perubahan itu berpengaruh positif bagi perilaku anak? Apalagi di kurikulum pendidikan terbaru, guru diwajibkan mengikuti berbagai program peningkatan profesionalitas yang malah membuat guru lebih sibuk mengurus administrasi tugasnya karena berpengaruh terhadap tunjangan dll.
Kurikulum yang selama ini ada berasas pada akidah sekuler yang notabene memisahkan agama dari kehidupan. Tujuan pendidikan yang sejatinya untuk membangun karakter yang baik akhirnya tak bisa tercapai. Bagaimana akan tercapai, jika asas kurikulumnya saja masih sekuler? Pendidikan Islam hanya dicukupkan dalam mata Pelajaran PAI saja.
Apalagi generasi muda saat ini sangat dekat dengan keterbukaan informasi dan digitalisasi. Mereka bergaul dengan dunia nyata dan maya. Dalam hal ini, peran negara masih tampak mandul. Negara gagal membendung konten-konten negatif yang dapat merusak generasi, seperti konten porno, kekerasan, perundungan, penyimpangan seksual, seks bebas, dan sebagainya.
Hukum dan peraturan yang ada tidak berhasil menangani tingkat kriminalitas dan kejahatan. Hal ini terbukti dengan berbagai aturan yang dibuat untuk mencegah kejahatan, namun tidak efektif dalam menimbulkan efek jera bagi para pelaku. Terlebih lagi, pelaku kejahatan dari kalangan anak seringkali merasa dilindungi oleh alasan usia mereka yang masih di bawah batas hukum dewasa, padahal seharusnya mereka sudah cukup dewasa untuk memahami tindakan yang benar dan salah, serta bertanggung jawab atas konsekuensinya jika melakukan pelanggaran.
Dalam konteks ini, Islam menawarkan solusi fundamental melalui tiga prinsip utama. Pertama, ketakwaan individu yang ditanamkan melalui pendidikan keluarga, di mana setiap keluarga muslim diwajibkan menjadikan ajaran Islam sebagai landasan dalam mendidik anak. Pendidikan ini, yang berakar pada ajaran Islam, bertujuan untuk membentuk karakter iman dan ketaatan yang dapat mencegah perilaku dosa. Anak-anak juga diajarkan untuk bertanggung jawab atas perbuatan mereka, sehingga generasi yang dewasa dan bertanggung jawab terbentuk dengan memahami prinsip hukum halal dan haram.
Kedua, pengawasan sosial melalui praktik amar makruf nahi munkar. Budaya saling menasehati ini bertujuan untuk mencegah individu melakukan tindakan destruktif. Masyarakat yang terbiasa melakukan amar makruf nahi munkar akan menghalangi penyebaran keburukan, sehingga fungsi kontrol sosial dapat berjalan dengan efektif.
Ketiga, penerapan sistem Islam secara menyeluruh dalam segala aspek kehidupan oleh negara. Negara bertanggung jawab menyelenggarakan sistem pendidikan yang berbasis pada ajaran Islam untuk membentuk generasi dengan kepribadian Islam. Negara juga harus memenuhi kebutuhan dasar rakyat untuk mencegah timbulnya berbagai jenis kejahatan.
Negara juga memiliki tanggung jawab untuk menghilangkan segala bentuk yang dapat merusak iman dan ketaatan umat Islam, seperti penghapusan konten pornografi dan kekerasan, larangan produksi dan penayangan film atau konten pornografi, penutupan industri minuman keras, serta pemberantasan peredaran narkoba. Negara juga harus menegakkan sanksi hukum Islam sebagai tindakan penindakan terhadap pelanggaran syariat Islam. Wallahualam bisssawab. [GSM]