Alt Title

Biaya Politik Tinggi hingga Caleg Depresi, Begini Cara Islam Memberikan Solusi

Biaya Politik Tinggi hingga Caleg Depresi, Begini Cara Islam Memberikan Solusi

 


Islam sudah mengarahkan umatnya untuk selalu memiliki sikap yang dinamis, yaitu sikap yang optimis dan berusaha mengubah kegagalan menjadi hal yang lebih baik

Sikap ini dapat membantu meraka untuk mengatasi rasa depresi, stres, atau gangguan jiwa lainnya yang dapat timbul akibat kegagalan. Sikap ini membantu mereka dalam mempersiapkan diri untuk menghadapi peluang atau tantangan baru di masa depan


_____________________


Penulis Rahmah Afifah

Kontributor Media Kuntum Cahaya, Mahasiswi dan Pegiat literasi


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Pemilu 2024 mendatang diprediksi akan menimbulkan dampak psikologis bagi para calon legislatif (caleg) yang tidak berhasil terpilih. Melansir dari Antaranews.com pada Selasa (31/01/2024) dilaporkan bahwa terdapat sejumlah rumah sakit di berbagai daerah bersiap untuk mengantisipasi hal ini dengan menyiapkan fasilitas dan layanan khusus bagi caleg yang stres atau depresi. Memperkuat berita tersebut, Kompas.TV menyatakan bahwa RS Oto Iskandar Dinata di Bandung, RSUD dr. Abdoer Rahiem di Situbondo, dan RSUP Kariadi di Semarang beberapa contoh rumah sakit yang telah melakukan persiapan tersebut, dilansir pada (31/01/2024).


Pemilu di Indonesia merupakan proses demokrasi yang melibatkan jutaan pemilih, calon, dan partai politik. Namun, di balik proses tersebut, terdapat berbagai masalah dan tantangan yang dapat memicu gangguan kejiwaan bagi para pelaku dan peserta pemilu. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan gangguan kejiwaan akibat pemilu adalah:


Pertama, biaya politik yang tinggi.

Para calon harus mengeluarkan banyak uang untuk kampanye, logistik, dan operasional. Secara keseluruhan, biaya menjadi caleg atau mengikuti pemilu di Indonesia dapat mencapai ratusan juta hingga miliaran rupiah. Biaya ini menjadi beban bagi caleg, terutama yang berasal dari kalangan miskin atau menengah ke bawah. Oleh karena itu, banyak caleg yang mencari sumber pendanaan dari berbagai pihak, seperti partai politik, donatur, sponsor, atau pinjaman. Hal ini dapat menimbulkan praktik politik uang, korupsi, atau ketergantungan politik.


Kedua, persaingan politik yang sengit.

Dalam sistem demokrasi, jabatan dan kekuasaan merupakan hal yang sangat diidam-idamkan oleh para calon pemimpin dan wakil rakyat, karena dapat memberikan pengaruh, prestise, dan keuntungan bagi mereka. Para calon harus berusaha sekuat tenaga untuk menarik simpati dan dukungan dari masyarakat, dengan cara melakukan kampanye, menyampaikan visi dan misi, menjanjikan program, dan lain-lain. Persaingan politik tidak hanya terjadi antara partai politik yang berbeda, tetapiantara calon yang berasal dari partai politik yang sama. Hal ini dapat menimbulkan konflik, kekerasan, atau intimidasi.


Ketiga, kualitas sumber daya manusia yang rendah.

Salah satu indikator kualitas SDM calon legislatif yang rendah adalah kesehatan mental yang buruk. Banyak calon legislatif yang tidak mampu mengelola emosi, hingga menyebabkan stres, depresi, atau gangguan jiwa lainnya yang disebabkan tekanan, kegagalan, atau kekecewaan dalam pemilu. Artinya, mereka tidak siap menghadapi resiko dan konsekuensi dari berpolitik. Serta tidak memiliki kesiapan mental, motivasi, dan visi yang kuat sebagai landasan dalam berpolitik. Hal ini mengganggu kinerja, produktivitas, dan kreativitas mereka, serta berpotensi menimbulkan perilaku negatif, seperti bunuh diri, narkoba, atau kriminal.


Dari sudut pandang psikologi, ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk menjelaskan fenomena caleg atau kandidat depresi, seperti pendekatan kognitif. Caleg atau kandidat yang depresi mungkin memiliki bias kognitif, yaitu kecenderungan untuk mempersepsikan atau mengingat informasi secara negatif atau tidak akurat. Mereka sangat mungkin memiliki pemikiran yang tidak realistis, irasional, atau tidak adaptif tentang diri mereka, situasi, atau masa depan mereka.


Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan solusi yang komprehensif dan holistik yang melibatkan berbagai aspek dan sektor. Salah satu solusi yang dapat ditawarkan adalah dengan menerapkan sistem pendidikan Islam di Indonesia. Sistem pendidikan Islam adalah sistem pendidikan yang berlandaskan nilai-nilai dan ajaran Islam, yang dapat membentuk karakter, moral, kesehatan mental, dan potensi individu yang baik. Sistem pendidikan Islam dapat menghantarkan individu menjadi orang yang memahami bahwa kekuasaan dan jabatan adalah amanah yang harus dijalankan sesuai dengan ketentuan Allah dan Rasul-Nya. Serta melahirkan individu yang senantiasa dalam kebaikan karena selalu bersyukur dan bersabar, terhindar dari gangguan mental.


Selain itu, dalam Islam terdapat konsep qada dan qadar. Dua konsep ini berkaitan dengan kepercayaan terhadap ketetapan dan takdir Allah Swt. atas segala sesuatu yang terjadi di alam semesta. Qada atau takdir adalah ketetapan Allah yang bersifat pasti dan tidak dapat diubah dan merupakan wilayah yang menguasai manusia, sehingga manusia tidak akan dihisab dalam hal ini. Sementara dalam wilayah yang dikuasai manusia, akan dihisab karena manusia memiliki pilihan apakah akan melakukan atau meninggalkannya. Adapun qadar adalah khasiat yang terdapat pada benda, naluri dan kebutuhan jasmani yang memiliki potensi baik dan buruk. Jika manusia menggunakannya sesuai dengan perintah dan larangan Allah mendapatkan kebaikan. Sebaliknya menjadi sebuah kejahatan jika melanggar perintah dan larangan Allah. Pemahaman tentang qada dan qadar dapat membantu manusia untuk menghadapi berbagai situasi dalam hidup, termasuk dalam konteks pemilu. 


Pemilu adalah proses demokrasi yang melibatkan banyak faktor, baik yang terlihat maupun yang tersembunyi juga dapat mempengaruhi hasilnya. Bagi para caleg atau kandidat pemilu, pemilu adalah ajang kompetisi yang menuntut usaha, biaya, dan risiko yang besar. Oleh karena itu, tidak semua caleg atau kandidat dapat meraih kemenangan atau keberhasilan dalam pemilu. 


Ada beberapa sikap yang dapat dicermati dari para caleg yang gagal yaitu: pertama, sikap fatalistik, yaitu sikap yang menganggap bahwa segala sesuatu sudah ditentukan oleh Allah dan tidak dapat diubah oleh manusia. Sikap ini dapat mengurangi rasa tanggung jawab, motivasi, dan kreativitas manusia. Sikap ini dapat membuat manusia tidak belajar dari pengalaman, tidak memperbaiki diri, dan tidak mencari peluang baru.


Kedua,  sikap dinamis yaitu sikap yang beranggapan untuk meraih sebuah tujuan, manusia dapat melakukannya dengan cara berikhtiar dan berdoa. Sikap ini dapat meningkatkan rasa tanggung jawab, motivasi, dan kreativitas manusia. Sikap ini juga membuat manusia belajar dari pengalaman, memperbaiki diri, dan mencari peluang baru.


Dari dua sikap tersebut, sikap yang lebih sesuai dengan ajaran Islam adalah sikap yang kedua, yaitu sikap dinamis. Karena Islam mengajarkan bahwa manusia memiliki peran aktif dalam menentukan nasibnya, dengan melakukan usaha, doa, dan tawakal kepada Allah. Islam mengajarkan bahwa manusia harus selalu berusaha untuk mencapai yang terbaik, baik di dunia maupun di akhirat.


Oleh karena itu, Islam sudah mengarahkan umatnya untuk selalu memiliki sikap yang dinamis, yaitu sikap yang optimis dan berusaha mengubah kegagalan menjadi hal yang lebih baik. Sikap ini dapat membantu meraka untuk mengatasi rasa depresi, stres, atau gangguan jiwa lainnya yang dapat timbul akibat kegagalan. Sikap ini membantu mereka dalam mempersiapkan diri untuk menghadapi peluang atau tantangan baru di masa depan. Wallahualam Bissawab. [Dara]