Dalam Islam Kepemimpinan Adalah Amanah Bukan Kepentingan
Opini
Karena hakikatnya kepemimpinan adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt. dan manusia yang diurusnya
Penguasa terpilih akan melayani umat atas dasar iman dan takwa. Terikat pada syariat Allah Swt. dengan ittiba' Nabi dan generasi terbaik ketika melayani umatnya
______________________________
Penulis Liza Khairina
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Kontestasi lima tahunan sebentar lagi bakal tergelar. Hiruk pikuk dan horas dari hilir hingga hulu begitu terasa. Tebar pesona, turun ke bawah jual janji dan bagi-bagi hadiah menjadi ritual sebelum hari H.
Dari seharga sembako hingga seharga pajero, bergantung siapa objek profil masyarakatnya. Jika kalangan biasa, cukup sembako. Namun jika pemilik suara umat, akan deras mengalir hingga miliaran rupiah.
Sungguh, circle kapitalisme benar-benar mengakar membentuk pola pikir dan pola sikap masyarakat menyambut gebyar pemilu eksekutif dan legislatif dengan suasana niragama di negeri jamrud khatulistiwa ini.
Anggota dewan pembina Perludem (perkumpulan untuk pemilu dan demokrasi) Anggraini mengatakan, partai politik dilarang menerima dari atau memberikan kepada pihak asing sumbangan dalam bentuk apa pun yang bertentangan dengan peraturan dan perundang-undangan. Sebagaimana tertuang dalam pasal 40 ayat (3) huruf a UU nomor 2 tahun 2008 tentang partai politik.
Sementara itu, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyebut adanya penerimaan dana senilai total ratusan miliar rupiah dari luar negeri oleh bendahara 21 partai politik sepanjang 2022-2023. Begitu juga dengan laporan dari Internasional Fund Transfer Instruction (IFTI) yang diterima PPATK, 100 orang yang mendapat aliran dana asing juga terdapat dalam Daftar Calon Tetap (DCT) pemilu. (cnnindonesia.com, 11 Januari 2024)
Waw, fantastis! Gawean lima tahunan, kapitalis gimik, sama sekali undang-undang tidak diindahkan. Pemerintahan bercorak demokrasi yang telah dianut negeri ini meniscayakan biaya tinggi dalam menentukan pemimpinnya.
Masa kampanye yang lama memberi kesempatan transaksi, jual beli suara rakyat. Para kandidat mencari jembatan untuk sampai pada tujuannya. Dan yang paling hangat menyambut tentunya adalah para korporat.
Ini sangat membahayakan perjalanan kepemimpinan umat yang sangat mungkin adanya intervensi dari berbagai pihak, terutama para pemodal asing yang syarat kepentingan. Kepentingan mengambil alih sumber daya alam maupun pada kepentingan sumber daya manusianya yang lemah dengan paradigma kapitalisme sekuler.
Buahnya adalah regulasi pesanan pemodal yang sama sekali tidak memihak pada rakyat. Konflik antar masyarakat dan konflik penguasa dan masyarakat tidak dapat terelakkan terus menyemai membersamai setiap kali rezim berganti.
Hal ini menunjukkan bahwa demokrasi telah membajak suara umat dalam konsepsinya lewat para wakilnya. Wakil rakyat yang seharusnya menyerap aspirasi umat, namun malah mengabdi pada oligarki sebagai timbal balik karena telah didanai.
Demokrasi telah merampas hak masyarakat yang seharusnya diurus dengan sebaik-baiknya pengurusan. Tapi kenyataannya malah diurus semau kepentingan kapital. Rakyat terus menderita, bahkan jauh lebih menyakitkan.
Umat ditinggalkan tanpa mendapatkan apa pun selain kompensasi di awal ketika pemilu digelar. Janji pengurusannya menguap, sibuk ke sana kemari menyulap diri mereka menjadi oligarki. Mengembalikan modal dan bagi-bagi jabatan pada siapa yang ikut berjuang. Astaghfirullahal 'azhiim.
Berbeda dengan sistem Islam yang memiliki metode unik dalam pengurusan umat (politik). Dalam hal ini pemilihan pemimpin, Islam melakukannya dengan waktu yang tidak lama dan tidak mensyaratkan banyak uang (modal).
Karena hakikatnya kepemimpinan adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt. dan manusia yang diurusnya. Penguasa terpilih akan melayani umat atas dasar iman dan takwa. Terikat pada syariat Allah Swt. dengan ittiba' Nabi dan generasi terbaik ketika melayani umatnya.
Sabda Rasulullah saw.:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْإِمَامُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Abdullah bin Umar mengatakan, Rasulullah saw. berkata, "Ketahuilah bahwa setiap dari kalian adalah pemimpin dan setiap dari kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya, seorang pemimpin umat manusia adalah pemimpin bagi mereka dan ia bertanggung jawab dengan kepemimpinannya atas mereka." (HR. Abu Dawud)
Karenanya, dalam Islam, pemimpin hanya harus memenuhi syarat in'iqad, syarat sah menjadi penguasa sesuai yang dicontohkan kanjeng Nabi Muhammad saw..
Dalam kitab Struktur Negara Khilafah, Bab Syarat In'iqad Khilafah, halaman 35-40, seorang khalifah harus memenuhi tujuh syarat.
Pertama: Muslim, bukan kafir. Kedua: Laki-laki, tidak boleh perempuan. Ketiga: Baligh, tidak boleh anak-anak. Keempat: Akil, bukan hilang akal (gila). Kelima: Adil, bukan fasik. Keenam: Merdeka, bukan budak yang dikuasai oleh tuannya. Dan ketujuh: Mampu mengemban amanah.
Yang paling utama dari semuanya, seorang pemimpin diangkat oleh umat untuk menjalankan pesan-pesan Al-Qur'an, hadis, ijma' dan qiyas. Standar pengaturan dan pesan keummatan demi tersebarnya rahmat Islam bagi seluruh alam. Wallahualam bissawab. [SJ]