Alt Title

Anggaran Bencana Supaya Tepat Guna

Anggaran Bencana Supaya Tepat Guna

 


Mempersiapkan anggaran BTT yang besar tidak menjadi solusi bagi bencana yang dialami oleh masyarakat. Karena masyarakat tetap merasakan dampak buruk dari adanya bencana alam dan anggaran yang digadang-gadang bisa membantu mereka tidak bisa diserap masyarakat dengan maksimal

Adapun penyebab dari bencana itu tidak bisa diselesaikan karena tidak dicegah dari awal


______________________


Penulis Ai Siti Nuraeni

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Beberapa bulan ini cuaca ekstrem melanda berbagai daerah termasuk di kabupaten Bandung. Bahkan cuaca ekstrem ini bisa memunculkan potensi bencana alam seperti banjir, longsor dan angin kencang. Karena, Bupati Bandung Dadang Supriatna telah menyiapkan berbagai upaya untuk mencegah dan menangani bencana tersebut beliau telah menyiapkan anggaran Belanja Tidak Terduga (BTT) sebesar 20 miliar rupiah untuk kondisi tanggap darurat bencana dan penanganan pasti bencana. (Bandungraya.inews.id, 20/01/2024)


Sebagai negara tropis Indonesia memiliki dua musim yakni musim kemarau dan musim hujan. Di masa lalu, orang-orang bisa memprediksi kapan datangnya musim kemarau dan hujan karena selalu datang pada bulan yang sama. Namun hal itu, tidak bisa dilakukan lagi karena pemanasan global sudah membuat iklim di dunia menjadi tidak menentu dan sukar untuk diprediksi. Tidak heran saat ini udara masih terasa panas meski ada di siklus musim hujan dan intensitasnya cukup tinggi. 


Meski, musim hujan telah dinantikan oleh sebagian masyarakat karena dampak kekeringan sudah dirasakan cukup lama. Tapi masyarakat harus waspada terutama wilayah yang rawan bencana karena biasanya pada musim ini terjadi banjir, longsor, angin kencang bahkan di awal tahun ini gempa bumi sempat terjadi beberapa kali. Mitigasi bencana harus disiapkan sematang mungkin untuk mengurangi dampak kerusakan, kerugian dan jatuhnya korban yang bisa saja terjadi.


Pemerintah memang telah mengupayakan segala hal untuk menangani bencana termasuk menyediakan BTT (Biaya Tidak Terduga). Anggaran ini berasal dari APBD dan digunakan untuk keadaan darurat bencana termasuk keperluan mendesak serta pengembalian atas kelebihan pembayaran penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya yang telah ditutup. Setiap daerah punya anggaran BTT yang berbeda-beda tergantung keputusan daerah masing-masing yang mempertimbangkan potensi bencana dan kebutuhannya.


Sayangnya, penggunaan anggaran BTT ini tidak bisa dilakukan dalam keadaan yang biasa. Namun, harus menunggu ada hal tidak terduga terlebih dahulu dan tidak masuk ke dalam rencana belanja daerah sebelumnya. Penggunaannya harus mendapatkan restu dari Bupati setempat dengan menetapkan status bencana. Anggaran ini juga tidak bisa digunakan seluruhnya untuk bencana karena pemerintah daerah mengalokasikannya untuk kebutuhan yang lain seperti pengendalian inflasi, penyediaan air bersih pada saat kekeringan, membiayai perjalanan dinas untuk percepatan penanganan Covid-19,  termasuk memperbaiki infrastruktur yang sifatnya mendesak.


Berarti mempersiapkan anggaran BTT yang besar tidak menjadi solusi bagi bencana yang dialami oleh masyarakat. Karena masyarakat tetap merasakan dampak buruk dari adanya bencana alam dan anggaran yang digadang-gadang bisa membantu mereka tidak bisa diserap masyarakat dengan maksimal. Adapun penyebab dari bencana itu tidak bisa diselesaikan karena tidak dicegah dari awal.


Bencana alam seperti banjir dan longsor terjadi bukan sebab faktor alam semata tetapi bisa diakibatkan oleh penebangan hutan secara besar-besaran, pembangunan yang tidak mempertimbangkan area resapan air, eksploitasi pada batu atau tanah di gunung, tidak terpeliharanya saluran air, pembuangan sampah pada saluran air dan banyak lagi kegiatan manusia yang menimbulkan kerusakan alam serta mengganggu keseimbangan ekosistem. 


Kegiatan manusia yang tidak memperlakukan alam dengan baik berkaitan erat dengan aturan dari penguasa yang memberikan kelonggaran kepada pengusaha untuk mengeksploitasi alam tanpa mempertimbangkan cara untuk menyeimbangkannya kembali. Contohnya dalam Undang Undang Omnibus Law, pengusaha diberikan izin dalam hak guna usaha (sekitar 190 tahun) untuk mengeksploitasi dan mengeruk kekayaan alam secara bebas karena alasan menggenjot pertumbuhan ekonomi negara serta daerah. Faktanya, ekonomi hanya meningkat pada sebagian besar kapital sementara dampak kerusakan dan kemiskinan dirasakan oleh rakyat secara luas.


Oleh karena itu, pemerintah seharusnya membuat upaya sistematis yang bisa mencegah bencana terjadi. Artinya, upaya mengatasi bencana tidak cukup dengan ketersediaan dana tapi upaya lain yang bersifat komprehensif, yang mampu mengatasi masalah umat dari akarnya yakni melepas aturan batil yang datang dari kapitalisme. Sebab, kapitalisme yang diadopsi negara saat telah memberikan kewenangan kepada manusia (swasta) untuk mengelola SDA milik umum dengan leluasa. Negara dengan regulasinya senantiasa meminta investor asing untuk "menjatah kekayaan" negeri ini tanpa memikirkan imbasnya bagi masyarakat dan lingkungan. Penguasaan sumber air, tambang serta pembangunan di berbagai sektor hingga menyebabkan disfungsi lahan adalah salah satu contohnya. 


Inilah penyebab kerusakan yang hakiki sebagaiman dijelaskan dalam Al-Qur'an yang artinya: "Telah tampak kerusakan di daratan dan lautan akibat perbuatan tangan manusia. Allah menimpakan pada mereka sebagian akibat perbuatan (dosa) mereka, supaya mereka kembali (ke jalan yang benar). (Q.S ar-Ruum ayat 41)


Menyadari hal tersebut, pemimpin yang menjalankan aturan Islam akan berusaha sebaik mungkin menjalankan tugasnya sebagai khalifah fil ard dengan mengelola kekayaan alam dengan bijak dan bertanggung jawab. Pemimpin akan mengklasifikasikan man kekayaan yang bisa dikelola individu, umum dan negara. Untuk kekayaan yang bersifat umum, negara akan mengelolanya secara mandiri dan mengembalikan manfaatnya kepada rakyat berupa penyediaan fasilitas publik yang layak termasuk mitigasi bencana serta pembangunan pasca bencana.


Adapun untuk menjaga keseimbangan alam, negara akan menetapkan wilayah cagar alam yang tidak boleh dimanfaatkan untuk keperluan lain selain melestarikan alam seperti tumbuhan dan hewan di dalamnya, juga ketersediaan paru-paru dunia serta area resapan air. Dengan demikian bencana alam bisa dicegah dari awal. Seperti yang telah dicontohkan Nabi Muhammad saw. yang membuat kawasan cagar alam bernama Hima ar-Rabadzah dan an-Naqi di dekat Madinah. Kawasan ini tidak akan diubah sekalipun pengusaha menawarkan keuntungan.


Selain itu segala pengaturan negara akan dijalankan oleh para ahli yang tidak dipengaruhi oleh kepentingan siapapun sehingga proses penjagaan alam, mitigasi bencana serta perhitungan anggaran yang diperlukan dalam menjalankan pemerintahan akan terlaksana dengan baik. Nabi saw. bersabda : "Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancurannya(HR. Bukhari)


Inilah keunggulan Islam dalam mencegah dan mengatasi bencana. Di mana segala prosesnya bisa dijalankan dengan baik karena bertumpu pada akidah yang lurus. Solusi hakiki mengatasi bencana bukan dengan BTT tapi negara dan masyarakat bisa menjaga kelestarian alam, mengembalikan fungsi lahan serta tindakan mitigasi bencana secara cepat dan tepat, dengan aturan dan sistem yang sahih, yakni Islam dan institusinya. Wallahualam bissawab. [Dara]