Alt Title

Rakyat Butuh Pelayanan yang Menyeluruh

Rakyat Butuh Pelayanan yang Menyeluruh

 


Berbeda dengan sistem Islam, di mana pelayanan yang diberikan dilandasi oleh keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt.. Sehingga dijalankan tanpa kepentingan apalagi keuntungan materi

Pelayanan dipandang sebagai tugas dan fungsi penguasa dan jajarannya yang akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat

______________________________


Penulis Khatimah

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Dakwah


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Beberapa waktu lalu, birokrasi publik yang merupakan salah satu perwujudan dari fungsi aparatur negara melakukan survei Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bandung.


Hal tersebut dilakukan guna melihat tingkat kepuasan masyarakat atas pelayanan yang diterima. Juga memberikan kesempatan kepada warga untuk menilai secara objektif dan periodik terhadap perkembangan kinerja unit pelayanan publik di daerah tersebut.


Ini merupakan bentuk tindak lanjut dari Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, dan Reformasi Birokrasi nomor 14 Tahun 2017 tentang Pedoman Penyusunan Survei Kepuasan penduduk pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil tahun 2023, yang menghasilkan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) sebesar 88,40 dengan nilai A (Sangat Baik), terhadap 9 (sembilan) jenis pelayanan dokumen kependudukan, yaitu: layanan penerbitan Kartu Keluarga (KK), KTP-el, Identitas Anak, surat keterangan kepindahan dan kedatangan WNI, akta kelahiran, kematian, perkawinan dan perceraian. (sippn[dot]menpan[dot]go[dot]id, 05/01/2024)


Kemudahan dalam pelayanan mutlak dibutuhkan masyarakat. Agar berjalan dengan baik, sepakat haruslah diminta respon dari masyarakat itu sendiri. Apakah sudah puas mendapatkan pelayanan ataukah sebaliknya.


Sebagian masyarakat terkadang dimanfaatkan oleh oknum tertentu yang ingin mendapatkan keuntungan. Suap menyuap menjadi perilaku yang lumrah di negeri ini. Mulai dari tingkat RT sampai pejabat tinggi. Cepat lambatnya proses pelayanan tergantung pada besar kecilnya ongkos yang dikeluarkan.


Sepertinya hal tersebut sudah menjadi rahasia umum, yang banyak dilakukan masyarakat. Mungkin awalnya satu, dua orang yang menjalankan. Selanjutnya diikuti banyak orang. Berkelindan antara masyarakat yang membutuhkan pelayanan cepat dan mudah dengan kebutuhan materi dari sebagian para petugas pelayan masyarakat.


Sayangnya perilaku suap menyuap seolah terus dibiarkan sehingga tumbuh subur menjadi tradisi yang sulit diberantas. Masalah suap menyuap tidak ada habisnya, terus bermunculan diberitakan di televisi. Hukum yang diberlakukan sepertinya mandul menyelesaikan kasus per kasus.


Bukannya berkurang malah semakin mengagetkan. Pejabat yang seharusnya menyelesaikan kasus suap malah menjadi pelaku. Akhirnya kepercayaan kepada keadilan hukum turun drastis. Hukum tumpul ke atas dan runcing ke bawah.


Maka dari itu selain respon masyarakat, dibutuhkan juga solusi memberantas suap menyuap. Agar sebagian masyarakat tidak dirugikan, apalagi yang kurang mampu.


Di samping itu, tidak cukup penilaian kepuasan hanya diukur dari sembilan dokumen kependudukan. Masih banyak pelayanan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat, seperti penyediaan lapangan kerja, perbaikan jalanan rusak, perlindungan bagi korban bencana, penyelesaian sengketa lahan agar tidak berlarut-larut, dan yang lainnya.


Kita tidak bisa berharap banyak mendapatkan pelayanan yang menyeluruh dalam sistem demokrasi kapitalisme yang diterapkan saat ini. Alasannya pertama, penguasa dalam sistem tersebut bukan sebagai pelayan tetapi hanya regulator pembuat kebijakan.


Alasan kedua, kapitalisme yang meletakkan tolok ukur kebahagiaan dengan banyaknya materi, telah membentuk karakter masyarakat termasuk sebagian pejabat jauh dari visi akhirat. Tak peduli halal haram yang penting dapat cuan. Sehingga wajar perilaku suap menyuap sulit diselesaikan.


Berbeda dengan sistem Islam, di mana pelayanan yang diberikan dilandasi oleh keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt.. Sehingga dijalankan tanpa kepentingan apalagi keuntungan materi. Pelayanan dipandang sebagai tugas dan fungsi penguasa dan jajarannya yang akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat.


Dalam Islam, negara akan selalu mengawasi kinerja aparaturnya dalam melayani rakyat, agar tidak terjadi penyelewengan seperti riswah atau suap juga yang lainnya. Aparatur negara harus dijauhkan dari gratifikasi (athiyah), atau berupa niat untuk menarik simpati orang lain (istimalah). Jika tujuannya adalah mencari keberpihakan yang tidak dibenarkan maka akan ditindak tegas.


Allah Swt. mengharamkan orang yang mencari, menerima atau menjadi mediator suap menyuap beserta pelakunya. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.,


"Allah melaknat orang yang menyuap, orang yang menerima suap, dan orang yang menjadi perantara antara keduanya." (HR. Imam Ahmad dan ath-Thabrani)


Oleh karena itu, layanan secara menyeluruh hanya terselenggara dalam sistem Islam saja, yang menerapkan seluruh aturan Allah Swt. yang Maha Adil. Wallahualam bissawab. [SJ]