Alt Title

Mengenal Lebih Dekat tentang Khilafah

Mengenal Lebih Dekat tentang Khilafah


Dilihat dari sejarah panjang peradabannya, sistem Islam mampu menciptakan kebaikan pada umat. Pemimpin mencintai rakyatnya, begitupun sebaliknya

Masa kejayaan Islam dipenuhi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, minimnya kejahatan bahkan nyaris tidak ada, begitu pula keadaan rakyat yang sejahtera


Penulis Ai Nurjanah

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Dakwah


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Suatu hal yang jarang dan hampir tidak pernah dibicarakan merupakan suatu yang asing serta dicurigai. Saking asingnya sampai tidak dikenali. Itulah yang terjadi pada kata Khilafah. Padahal khilafah adalah bagian dari Islam yang menjadi mahkota kewajiban bagi kaum muslimin.


Seperti yang dikutip dari beritasatu[dot]com (Jumat, 12/1/2024), Akademisi dari Center For Religious And Cross Culturall Studies (CRCS) Universitas Gadjah Mada, Mohammad Iqbal Ahnaf, mengingatkan pemerintah dan masyarakat untuk mewaspadai narasi-narasi seputar kebangkitan Khilafah. Selain itu, Ia mengatakan bahwa masyarakat Indonesia tidak terlalu mendukung kepemimpinan atau model pemerintahan khilafah. 


Hal ini menambah deret panjang dari pemikiran-pemikiran keliru yang terus digaungkan oleh musuh Islam tentang Khilafah. Mereka menganggap Khilafah sebagai ancaman padahal sistem kapitalisme yang saat ini diterapkan yang sudah jelas menampakkan kerusakannya. 


Sistem Khilafah dengan pemimpinnya yang disebut Khalifah pertama kali diterapkan setelah Nabi Muhammad saw. wafat pada tahun 632 M. Saat itu dibutuhkan seorang pemimpin umat Islam pengganti Muhammad. Setelah musyawarah panjang akhirnya terpilih Abu Bakar Ash Sidiq sebagai khalifah pertama (632 M-634 M) dari kalangan sahabat, kemudian dilanjut dengan Umar Bin Khattab (634 M-644 M), Utsman Bin Affan (644 M-656 M), dan Ali Bin Abi Thalib (656 M-661 M), hingga tahun 1924 M kepemimpinan terakhir di Istanbul sebelum akhirnya diruntuhkan oleh penjajah. 


Di dalam Al-Qur'an, memang tidak disebutkan adanya kata khilafah, tetapi yang disebutkan adalah Khalifah. Ini menunjukan bahwa Khalifah adalah sosok pemimpin dan khilafah adalah sebuah sistem kepemimpinan.


"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, "Aku hendak menjadikan khalifah di bumi." Mereka berkata, "Apakah engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?" Dia berfirman, "Sungguh Aku mengetahui apa yang kamu ketahui"" (TQS. Al-Baqarah (2): 30)


Dalam ayat yang lain, "(Allah berfirman), Wahai Daud! Sesungguhnya engkau Kami jadikan khalifah (penguasa) di bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu, karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah. Sungguh orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan" (TQS. Sad (38): 26)


Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa Rasulallah bersabda yang mengungkapkan lima fase zaman, yaitu masa kenabian, masa kekhilafahan, masa mulkan adlon, masa mulkan jabariyyah, dan masa khalifah ala Minhaaj An Nubuwwah. Banyak yang menafsirkan sekarang sedang berada di masa mulkan jabariyyah. Pada masa ini umat Islam dalam cengkeraman penguasa yang 'menggigit' dan dalam kemunduran padahal jumlah umat Islam terhitung sangat banyak. Ini terjadi karena sistem kapitalisme yang menguasai dunia.


Hari ini kita melihat kondisi kaum muslimin (sebagai umat yang disebutkan oleh Allah sebagai umat terbaik) berada pada titik yang sangat memprihatinkan. Kejatuhan kekhilafahan Utsmani pada 3 Maret 1924 oleh pemberontak bernama Mustafa Kemal Ataturk menjadi awal jatuhnya sebuah sistem kehidupan yang diatur oleh Allah Swt..  Kemal berhasil menghapus sistem Islam dan mulai menerapkan sistem sekuler di Turki. Ia menjadi kebanggaan bangsa Barat saat itu karena dianggap membantu mengatasi kendala Barat dalam meluaskan jajahannya dan menguasai dunia karena adanya kekuatan Khilafah. 


Dari sini, ideologi berasas kapitalisme semakin gencar dipaksakan pada kaum muslim. Umat Islam mulai melepaskan syariat dan memisahkan agama dari kehidupan. Hingga akhirnya mereka mulai mengalami keterpurukan di berbagai bidang kehidupan. Mulai dari terpecah belahnya kaum muslimin oleh misionaris, diterapkannya demokrasi kufur dalam kancah kehidupan, hingga akhirnya pola hidup barat mengakar keras dalam masyarakat. Sampai saat ini sudah tidak ada lagi negeri kaum muslimin yang memakai syariat Islam sebagai pengatur kehidupan bernegara mereka. Semua ini diperkuat dengan rendahnya taraf berpikir kaum muslimin yang semakin parah. 


Kehidupan di sistem kapitalisme sangat berbeda dengan sistem Islam. Dilihat dari sejarah panjang peradabannya, sistem Islam mampu menciptakan kebaikan pada umat. Pemimpin mencintai rakyatnya, begitupun sebaliknya. Masa kejayaan Islam dipenuhi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, minimnya kejahatan bahkan nyaris tidak ada, begitu pula keadaan rakyat yang sejahtera.


Hal ini sudah membuat kita semakin yakin bahwa umat membutuhkan sebuah kepemimpinan Islami. Bukan semata karena kemuliaannya, melainkan karena perintah dari Allah Swt.. Keyakinan ini harus dibarengi dengan perjuangan sehingga tidak akan mustahil masa kejayaan Islam seperti pada masa Rasulallah saw., para sahabat, Khulafaur Rasyidin, dan para khalifah sesudahnya akan tegak kembali. 


Keinginan untuk berjuang akan muncul ketika taraf berpikir mulai meningkat. Dari sekedar memenuhi kebutuhan hidup, meningkat menjadi pemikiran ideologis untuk kemuliaan manusia. Pemikiran ideologis ini yang dulu telah menghantarkan umat Islam bangkit dan bisa menguasai 2/3 dunia. Perjuangan ini tidak mungkin dipikul oleh individu. Maka, penting untuk menumbuhkan di tengah umat kesadaran pemikiran wajibnya hidup dalam pengaturan Islam dan ikut berjuang mewujudkannya. Wallahualam bissawab. [Dara]