Alt Title

Hanya dengan Islam Kota Bandung Kembali Terarah

Hanya dengan Islam Kota Bandung Kembali Terarah

 


Selain itu, para pemimpin pada masa Khalifah Umar bin Khattab juga dikenal dengan orang yang mempunyai kerendahan hati

Bahkan jika ada orang yang datang ke wilayahnya, mereka tidak bisa membedakan antara gubernur dan orang biasa. Rumah, kendaraan, dan pakaian mereka sama dengan masyarakat pada umumnya

______________________________


Penulis Tinah Ma'e Miftah

Kontributor Tetap Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Tatabu Kota Bandung


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Kota Bandung mendapatkan julukan baru. Kalau sebelumnya netizen menyebut Kota Bandung sebagai Gotham City, kini sebutan tersebut berubah menjadi "Bandung, Kota Tanpa Arah." Hal Ini diungkapkan oleh mantan Gubernur Jawa Barat dalam sebuah video yang diunggah melalui akun Instagram @rk_bdg pada hari Minggu, 31 Desember 2023 yang lalu.


Dalam videonya tersebut, Ridwan Kamil mengungkapkan alasan mengapa ia menyebut Kota Bandung sebagai kota tanpa arah. Hal itu dikarenakan kondisi Kota Bandung dari masa ke masa selalu mengalami perubahan.


Berbagai permasalahan terus terjadi. Mulai dari masalah sampah yang sampai hari ini tak kunjung teratasi, kemacetan, banjir, kejahatan semakin meningkat, hingga yang paling membuat warga sedih adalah kasus korupsi. 


Seolah menjadi warisan turun temurun, setiap yang menjabat sebagai Walikota Bandung terus saja tersandung kasus korupsi. Bahkan, sampai hari ini 3 pejabat daerah Kota Bandung, termasuk mantan Walikota Kota Bandung Yana Mulyana, masih meringkuk di dalam penjara akibat kasus korupsi mega proyek Bandung Smart City.


Lalu, kenapa semua ini bisa terjadi? Kalau kita mau berpikir jeli, sebenarnya akar permasalahan  dari semua kejadian itu, tak lain dan tak bukan adalah diterapkannya sistem kufur atas negeri ini.  Sistem sekularisme, yang memisahkan agama dari kehidupan secara nyata telah melahirkan para pejabat yang tamak, gila harta dan jabatan.


Mereka menganggap jabatan sebagai kesempatan untuk memperkaya diri sendiri dan golongan. Ditambah dengan gaya hidup hedon para istri, berburu barang branded sampai ke luar negeri, pamer barang mewah di media sosial, maka wajar saja jika korupsi semakin menjadi.


Mereka lupa bahwa kekuasaan dan jabatan adalah amanah yang harus mereka emban. Yang akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat, di hadapan Allah Swt.. Apakah didapat dengan cara yang baik, ditunaikan dengan baik. Karena kalau tidak, jabatan bisa membawa seseorang kepada kehinaan dan penyesalan baik di dunia dan akhirat.


Hal itu sesuai dengan hadis yang menjelaskan berkaitan dengan pesan Rasulullah saw. kepada Abu Dzar, ketika ia datang menemui Rasulullah saw. untuk meminta jabatan.


Suatu hari, Abu Dzar berkata, "Wahai Rasulullah, tidakkah engkau menjadikanku seorang pemimpin?" Lalu, Rasulullah saw. memukulkan tangannya ke bahuku dan bersabda: "Wahai Abu Dzar, sesungguhnya engkau lemah, dan sungguh hal ini adalah amanah. Ia merupakan kehinaan dan penyesalan pada hari kiamat kecuali orang yang mengambil dengan haknya dan menunaikan dengan sebaik-baiknya." (HR. Muslim).


Dengan demikian, seorang pemimpin negara termasuk para pejabat di bawahnya dipilih karena ia orang yang kuat, mampu mengurus urusan negara dan umat, berdasarkan Al-Qur'an dan Sunah. Dipilih karena ketakwaan dan keilmuan Islamnya, bukan karena ia populer, seorang tokoh masyarakat, bukan pula karena dia artis.


Di dalam Islam, pemimpin yang dipilih haruslah orang yang mempunyai karakter kuat yang melekat erat di dalam dirinya. Bukan didapat dari pencitraan, apalagi pajangan foto dan baliho.


Sebagaimana yang dijelaskan dalam buku The Great Leader of Umar bin Khattab. Bahwa para gubernur yang dipilih di masa kepemimpinan Khalifah Umar, mereka adalah orang yang mempunyai akidah benar, senantiasa terikat kepada Allah Swt., pemberani, jujur,sabar, bercita-cita tinggi, menerima nasihat, adil, serta mampu menyelesaikan setiap permasalahan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.


Selain itu, para pemimpin pada masa Khalifah Umar bin Khattab juga dikenal dengan orang yang mempunyai kerendahan hati. Bahkan jika ada orang yang datang ke wilayahnya, mereka tidak bisa membedakan antara gubernur dan orang biasa. Rumah, kendaraan, dan pakaian mereka sama dengan masyarakat pada umumnya.


Sampai-sampai, dua orang utusan dari Pasukan Romawi yang dikirim untuk mengadakan perundingan dengan Abu Ubaidah, mereka tidak percaya kalau yang mereka datangi adalah kantor Gubernur Abu Ubaidah.


Mereka bertanya, "Apakah betul kamu pemimpin mereka?" Abu Ubaidah menjawab, "Ya, betul." Lalu mereka bertanya lagi, "Mengapa kamu duduk di atas tanah? Mengapa kamu tidak duduk di atas bantal atau permadani? Apakah memang seperti itu keadaanmu di sisi-Nya? Apakah Dia melarang kamu menikmati sesuatu yang bagus?"


Kemudian Abu Ubaidah menjawab, "Sesungguhnya, aku tidak malu terhadap kebenaran. Aku hanya memiliki kuda, senjata dan pedang. Dan, seandainya aku memiliki bantal atau permadani, teman-teman dan para sahabatku tidak boleh duduk di atasnya. Aku hanya akan membolehkan saudara seiman untuk duduk di atasnya. Barangkali ia di sisi Allah mempunyai kedudukan lebih tinggi. Dan Allah akan memberikan pahala yang lebih besar kepada kami."


Namun amat disayangkan, pejabat seperti itu hanya bisa diwujudkan jika seseorang mempunyai keimanan yang kuat. Seseorang yang takut kepada Allah Swt.. Dan, itu hanya ada jika negara menerapkan Islam secara kafah.


Karena hanya dengan Islamlah akidah umat senantiasa bisa terjaga. Sehingga bisa melahirkan para pemimpin yang peduli dengan rakyat, menjalankan amanah jabatan dengan sebaik-baiknya sebagai wujud dari ketakwaan dirinya kepada Allah Swt.. 


Demikian halnya dengan Kota Bandung. Untuk diperlukan pejabat yang memiliki kezuhudan tinggi serta kerendahan hati. Dengan begitu, arah pembangunan Kota Bandung sebagai Bandung Juara bisa segera terwujud. Aamiin ya Rabbal'alamiin. Wallahualam bissawab. [SJ]