Bencana Banjir Buah Pembangunan Kapitalisme
OpiniInilah pembangungan ala kapitalisme yang dibangun dengan serampangan yang hanya mengutamakan keuntungan semata dan abai terhadap dampaknya terhadap lingkungan sekitarnya. Juga tata kota secara keseluruhan
Adapun yang menjadi korban adalah rakyat, korban jiwa, rumah yang terendam, sehingga mereka harus mengungsi dan dampak setelah banjir munculnya berbagai penyakit seperti diare, penyakit kulit dan lain-lain
_____________________________________
Penulis Ummu Najmi
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Pergantian musim dari kemarau menjadi musim penghujan membuat sejumlah daerah di Indonesia terkena banjir. Kejadian ini seolah-olah musibah musiman yang terus terjadi. Masyarakat yang biasa terdampak banjir dihantui rasa takut yang terus menerus karena tidak ada penanganan yang serius, sehingga banjir selalu mereka rasakan.
Bahkan daerah yang terdampak banjir malah makin meluas, sebagaimana yang diberitakan berita dari CNN Indonesia (13 Januari 2024). Dari sejumlah daerah di Provinsi Riau sedikitnya 6000 orang tercatat oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau mengungsi pada beberapa pekan terakhir karena rumah, lahan dan tempat usaha mereka terdampak banjir.
Mereka yang mengungsi diantaranya adalah dari Kabupaten Rokan Hilir, Kepulauan Meranti dan Kota Dumai. Adapun warga dari kabupaten dan kota lain yang terdampak banjir belum tercatat ada yang mengungsi, hal itu dikatakan oleh Kepala BPBD Riau M. Edy Afrizal sebagaimana keterangannya di Pekanbaru, seperti dikutip Antara (Sabtu, 13/1/2024).
Banjir yang terjadi di awal tahun 2024 ini adalah kejadian yang terus berulang, lagi-lagi banjir bahkan ada daerah yang mendapat julukan ‘langganan banjir’, karena tiap tahun terkena banjir ketika musim hujan.
Bencana banjir yang berulang-ulang yang melanda daerah-daerah di Indonesia ini erat kaitannya dengan pembangunan daerah yang perencanaannya tidak dilakukan secara komprehensif dan mendalam. Seperti di Kota Bandung wilayah utara yang seharusnya menjadi daerah serapan, ternyata sudah dipenuhi dengan pemukiman.
Pembangunan properti yang tidak tepat menjadikan berubahnya bentang alam di daerah hulu sehingga terjadi degradasi atau deforestasi kawasan hutan. Selain itu juga terjadi pada pembangunan fasilitas umum, di antaranya jalan, sekolah, dan rumah sakit.
Pembangunan yang terus dilakukan tersebut tanpa memperhatikan daya dukung lingkungan tetapi dilakukan hanya ditujukan untuk mengejar cuan. Sehingga pembangunan dilakukan tanpa memperhatikan dampak negatif yang akan terjadi.
Inilah pembangungan ala kapitalisme yang dibangun dengan serampangan yang hanya mengutamakan keuntungan semata dan abai terhadap dampaknya terhadap lingkungan sekitarnya. Juga tata kota secara keseluruhan.
Adapun yang menjadi korban adalah rakyat, korban jiwa, rumah yang terendam, sehingga mereka harus mengungsi dan dampak setelah banjir munculnya berbagai penyakit seperti diare, penyakit kulit dan lain-lain.
Inilah kerusakan dari pembangunan ala kapitalistik yang mengabaikan aturan Islam. Sehingga rakyat yang menanggung kerugian sedangkan mereka hanya memperturutkan hawa nafsu dengan tujuan memperoleh materi yang sebanyak-banyaknya.
Sebagaimana Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur'an untuk mengingatkan manusia: “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (QS. Ar-Rum: 41)
Sangat berbeda dengan Islam. Di dalam Islam pembangunan yang dilaksanakan aspek keuntungan materi bukan merupakan tujuan satu-satunya. Tetapi acuan dari kebijakan pembangunan adalah adanya kesesuaian dengan syariat Islam dan terwujudnya kemaslahatan bagi rakyat secara keseluruhan.
Kemudian paradigma pembangunan dalam Islam senantiasa memperhatikan kelestarian lingkungan, sehingga alam tidak akan rusak dan akan tetap harmonis. Meskipun sebuah rencana dari pembangunan itu seolah menguntungkan, seperti pembangunan kawasan industri, permukiman, ataupun kawasan wisata. Seandainya itu akan merusak alam dan juga merugikan kepada masyarakat di sekitarnya, maka hal itu akan dilarang.
Pembangunan dalam Islam dilaksanakan semata-mata untuk kepentingan rakyat dan memudahkan kehidupan mereka. Ujung tombak dari pembangunan adalah penguasa. Oleh karena itu, penguasa sebagai pengurus rakyat. Sehingga penguasa harus melakukan kebijakan pembangunan sesuai dengan aturan Allah dan Rasul-Nya, bukan berdasarkan keinginan dari para investor.
Dalam Islam negara akan secara langsung membuat cetak biru pembangunan suatu wilayah sehingga pembangunan tidak akan dilakukan secara serampangan dan tumpang tindih sebagaimana terjadi saat ini.
Negara akan menentukan kawasan yang berhubungan dengan kawasan permukiman, perkantoran, industri, pertanian, hutan, sungai dan lain sebagainya. Sehingga daerah bantaran sungai tidak akan dijadikan sebagai permukiman. Warga yang berada di sekitar sana akan dialihkan ke tempat yang lebih layak dan aman serta tepat untuk permukiman sehingga menimbulkan kenyamanan bagi warga.
Begitu juga fasilitas publik seperti sekolah, rumah sakit, jalan, pasar, masjid dan lain sebagainya akan diatur sesuai dengan lokasi permukiman sehingga warga di sekitarnya mudah mengakses segala fasilitas yang diperlukan.
Dengan demikian Islam sangat memperhatikan dalam pembangunan. Sehingga pembangunan yang dilakukan semata-mata untuk kemaslahatan umat, karena sangat diperhatikan demi menjaga ketestarian lingkungan dan memberikan kenyamanan bagi warganya. Wallahualam bissawab. [SJ]