Alt Title

Zero Stunting Hanyalah Ilusi dalam Sistem Kapitalisme

Zero Stunting Hanyalah Ilusi dalam Sistem Kapitalisme

Sejatinya, kasus stunting pada anak-anak bukan sekadar masalah gizi yang tidak tercukupi. Namun, bagaimana sebuah keluarga itu mampu memenuhi kebutuhan gizinya

Kemampuan ini berkaitan erat dengan kondisi perekonomian warga. Sementara, faktanya banyak keluarga saat ini terjebak dalam kemiskinan yang ekstrim. Jangankan berpikir mengenai terpenuhinya gizi, untuk sekadar makan layak saja banyak keluarga yang tidak mampu

___________________________________


Penulis Izzatul Jannah

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi



KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Berdasarkan data PBB 2020 tercatat lebih dari 149 juta atau 22% balita di seluruh dunia telah mengalami stunting. Dalam data tersebut terdapat 6,3 juta di antaranya merupakan balita Indonesia. Berkenaan dengan stunting ini, UNICEF mengemukakan beberapa penyebabnya. Di antaranya, disebabkan oleh kekurangan gizi dalam 2 tahun pertama usia balita, ibu kekurangan nutrisi saat kehamilan, dan sanitasi yang buruk. (Paupedia Kemendikbud, 7/12/2023)


Fakta yang terjadi saat ini, prevalensi stunting di Indonesia mencapai 21,6%. Sementara, target yang ingin dicapai adalah 14% pada tahun 2024 nanti. Demi menyelesaikan kasus ini, kementerian kesehatan akan melakukan tiga upaya pencegahan. Hal ini dengan tegas dinyatakan oleh Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin.


Upaya tersebut di antaranya: pertama, memberikan TTD atau tablet tambah darah kepada para remaja putri. Kedua, melakukan pemeriksaan kehamilan dan pemberian makanan tambahan pada ibu hamil. Ketiga, pemberian makanan tambahan berupa protein hewani pada anak usia 6 sampai 24 bulan.


Kapitalisme Biangnya?


Merespon hal tersebut, Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Hasbullah Tabroni mengungkapkan adanya indikasi penyelewengan dana penanganan stunting untuk kekurangan gizi pada anak di tingkat daerah. Sebelumnya, pemerintah juga mencatat dana stunting di suatu daerah yang mana dana tersebut digunakan untuk keperluan rapat dan perjalanan dinas. Sungguh, telah menjadi momok berulang tiada tuntas.


Sementara, anggota komisi IX DPR RI, Rahmat Handoyo menyoroti penanganan stunting di Indonesia yang belum optimal. Ia menyebut program makanan tambahan untuk mencegah stunting di kota Depok, Jawa Barat masih di bawah standar. Masalah stunting begitu serius tetapi ditangani setengah hati. Alhasil, kasus stunting mustahil dituntaskan selama negara masih menerapkan sistem kapitalisme.


Sejatinya, kasus stunting pada anak-anak bukan sekadar masalah gizi yang tidak tercukupi. Namun, bagaimana sebuah keluarga itu mampu memenuhi kebutuhan gizinya. Kemampuan ini berkaitan erat dengan kondisi perekonomian warga. Sementara, faktanya banyak keluarga saat ini terjebak dalam kemiskinan yang ekstrem. Jangankan berpikir mengenai terpenuhinya gizi, untuk sekadar makan layak saja banyak keluarga yang tidak mampu. 


Kemiskinan ekstrem terjadi karena kemiskinan sistemik yang diakibatkan oleh penerapan sistem kapitalisme. Dalam sistem ini memosisikan negara hanya sebagai regulator yang abai terhadap kebutuhan rakyat. Kapitalisme juga menghasilkan penguasa berperangai picik yang memanfaatkan kedudukannya untuk memperkaya diri. Alhasil, penguasa akan setengah hati mengurusi rakyat. Di sisi lain, prinsip kebebasan kepemilikan kapitalisme membuat pemilik modal mudah menguasai suber daya alam.


Padahal, kekayaan alam adalah harta yang seharusnya digunakan untuk mengurus rakyat. Seperti, menyediakan layanan kesehatan gratis, lapangan pekerjaan dan sebagainya. Kasus stunting tidak akan benar-benar selesai jika masyarakat terus-menerus dipimpin oleh sistem kapitalisme. Penguasa hanya akan disibukkan dengan permainan angka, sementara anak-anak tetap dalam kondisi stunting yang makin mengkhawatirkan.


Zero Stunting Hanya dengan Islam


Zero stunting hanya bisa diwujudkan dengan Islam. Negara Islam bukanlah negara yang abai seperti negara dalam sistem kapitalisme. Dalam Islam negara menjadi periayah atau pengurus yang akan mengurus rakyatnya dengan upaya terbaik dan optimal. Tatkala ada masalah yang menimpah rakyatnya negara akan berupaya keras untuk menyelesaikannya sampai tuntas.


Rasulullah saw. bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin dan stiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya dan ia kan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang wanita adalah pemimpin atas rumah suaminya dan ia pun akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang budak juga pemimpin atas harta tuannya dan ia juga akan dimintai pertanggungjawabannya. Sungguh setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjaawabannya.(HR. Bukhari)


Dalam hal mengatasi kasus stunting, negara Islam akan memastikan setiap anak, individu per individu terjamin kebutuhan gizinya. Dimulai dari keluarga, negara akan memastikan setiap kepala keluarga mendapatkan pekerjaan. Sehingga, mereka dapat memberikan nafkah kepada keluarganya dengan makruf.


Selain itu, lapangan pekerjaan di dalam Islam begitu terbuka luas dan mudah diperoleh. Sebagai contoh dari sektor sumber daya alam. Negeri kaum muslim begitu melimpah sumber daya alamnya. Ketika kekayaan ini dikelola secara mandiri, tentu akan menyerap tenaga ahli dan tenaga terampil dalam jumlah yang besar. Begitu pun, di sektor pertanian, industri, perdagangan barang dan jasa akan membuka lapangan pekerjaan yang memadai.


Ketika para ayah bekerja, keluarga tentu memiliki kemampuan daya beli barang dan jasa. Selanjutnya, negara akan memastikan ketersediaan bahan pangan yang mampu dijangkau oleh daya beli masyarakat. Negara akan menghilangkan distorsi pasar seperti penimbunan, mafia pangan, kartel, dan sejenisnya. Distorsi ini merusak pasar karena membuat harga-harga melambung tinggi. Sehingga, tidak bisa dijangkau oleh semua masyarakat.


Dengan demikian, anak-anak akan tercukupi gizinya dari dalam keluarga. Di sisi lain, negara juga menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan dengan gratis. Dalam Islam, kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar publik yang mutlak ditanggung oleh negara. 


Semua warga baik miskin atau kaya, muslim atau kafir dzimmi, mereka mendapat pelayanan yang sama. Sehingga, para ibu akan mudah memeriksakan kondisi kesehatan anak-anak mereka termasuk melakukan konsultasi gizi. Selain itu, para ibu juga mudah mendapatkan edukasi dari dokter anak terkait bagaimana merawat dan memenuhi kebutuhan gizi anak. 


Adapun sumber dana untuk menjamin pelayanan kesehatan gratis berasal dari dua pos kepemilikan. Yakni pos kepemilikan negara dan pos kepemilikan umum Baitul maal. Pos kepemilikan negara berasal dari harta jizyah, usyur, kharaj, ghanimah, fa’i, dan sejenisnya. Sementara, pos kepemilikan umum berasal dari harta pengelolaan sumber daya alam. Dana dari kedua pos ini begitu besar dan lebih dari cukup untuk penyediaan fasilitas kesehatan yang memadai serta gratis. 


Demikian, pengaturan Islam dalam mengatasi persoalan stunting. Zero stunting niscaya terwujud nyata bagi seluruh rakyatnya. Wallahualam bissawab. [Dara]