Alt Title

Road to 2024 (34): Kades Ikut Bermain, Pilpres 2024 Bukan Main

Road to 2024 (34): Kades Ikut Bermain, Pilpres 2024 Bukan Main

 


Kekuatan politik kades di tingkat bawah bisa dimainkan dalam proses pemilu. Meski tidak terekspos media, Kepala Daerah incumbent yang akan mencalonkan diri untuk menang lagi akan memberikan pengarahan khusus

Terdapat deal politik dalam bisik-bisik yang ‘not public

______________________


Penulis Hanif Kristianto

Kontributor Kuntum Cahaya dan Analis politik-Media


KUNTUMCAHAYA.com, ANALISIS - Kepala Desa (Kades) tampaknya memiliki daya tawar politik di pemilu 2024. Struktur pemerintahan terbawah di Indonesia ikut dimainkan dalam pilpres. Tak tanggung-tanggung APDESI (Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia) melakukan jajak dukungan kepada Paslon Capres-Cawapres. Publik pun mengingat kembali demo Kepala Desa yang menuntut tiga periode dalam masa jabatannya. Menarik jika mengamati sikap politik pengurus pemerintah dan perangkat desa saat ini.


Apakah sikap politik yang condong kepada salah satu paslon menjadikan kepala desa tidak netral? Padahal, ketentuan netralitas kepala desa diatur negara bahkan melalui dua undang-undang sekaligus. Yakni, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Tampaknya, netralitas sebatas di atas kertas. Praktiknya dukung-mendukung kerap terjadi di lapangan. Hal ini menunjukkan jika manusia dengan profesi apapun tidak bisa netral. Senantiasa ada kecondongan, apalagi dalam pilihan politik.


Kekuatan politik kades di tingkat bawah bisa dimainkan dalam proses pemilu. Meski tidak terekspos media, Kepala Daerah incumbent yang akan mencalonkan diri untuk menang lagi akan memberikan pengarahan khusus. Terdapat deal politik dalam bisik-bisik yang ‘not public’. Jika demikian adanya, apakah politik demokrasi kian liberal dan brutal di tengah kontestasi perebutan suara dari rakyat kelas bawah? Menariknya lagi, pengerahan kades dalam politik ini menjadi barang baru yang belum terjadi sebelumnya.


Offside yang Dimaklumi


Nuansa pergerakan kades dalam politik demi pemenangan seolah dimaklumi, meski ini tindakan offside. Kondisi ini diperparah dengan minimnya literasi politik rakyat dan ancaman siapapun yang menolak dengan ‘palugada’ instrumen hukum. Fakta ini menunjukkan jika semua lini di Indonesia dalam keadaan ‘bahaya’ dan ‘bermasalah’. Dengan alasan hukum kapanpun bisa diproses dan dimainkan agar kasus-kasus tidak diungkap ke publik. 


Hal yang berkelindan ini menjadi rumit ditengah kondisi politik yang sudah ruwet. Satu sisi rezim ingin mempertahankan dominasi kekuasaannya di ujung tanduk. Satu sisi ingin melanggengkan kekuasaan yang berkelanjutan. Daya tarik kades dalam percaturan politik sebanding dengan komunitas yang lainnya. Seperti kalangan santri, milenial, komunitas bisnis, dan rakyat biasa. Hanya pendekatannya yang berbeda dengan nilai trik yang unik.


Permainan politik dengan menggunakan instrumen kades dan perangkat lainnya bisa dianalisis sebagai berikut:


Pertama, politik demokrasi kerap offside. Hal ini karena demokrasi dalam pelaksanaannya menjunjung tinggi kebebasan. Tanpa aturan yang mengikat. Suka-suka penguasa yang sedang menjalankan pemerintahannya. Meski ada kontrol publik, tetap saja lingkaran elit politik bermain dengan cantik. Saat ini demokrasi kerap diselewengkan. Sia-sia belaka tetap mempertahankan demokrasi. Karena mudah terkooptasi oleh kepentingan politisi yang jahat. 


Kedua, abuse of power. Penyelewengan yang nyata ini publik tak bisa berbuat apa-apa. Hal itu ditegaskan dengan sikap tanpa merasa berdosa atau bersalah. Posisi aji mumpung sebelum pemerintahan dan kekuasaan rampung. Kondisi ini kerap terjadi khususnya penguasa yang ingin melanggengkan kekuasaan, dengan atau tanpa wujud nyata orangnya. Selain itu, untuk menutupi kebobrokan pemerintahan sebelumnya yang kalau diungkap bisa saja penjara menjadi tempat akhirnya. Kalau sudah abuse of power maka hancurlah kepercayaan publik.


Ketiga, legitimasi opini publik. Perebutan opini umum dalam kampanye menjadi penting. Seberapa kekuatan untuk bisa menang. Komunikasi politik yang dibangun lebih mengedepankan elektoral, daripada kerja nyata menyelesaikan persoalan bangsa. Jika kades sudah bisa digenggam untuk digerakkan secara politik, maka menjadi pintu aman pertama dalam kemenangan.


Keempat, deal-deal kepentingan yang mengakomodir kades. Sebelumnya juga menyeruak demo kades menuntut perpanjangan masa jabatan. Alasan demo sendiri beragam dari jenjang dan kinerja kades yang belum optimal dengan masa jabatan yang singkat. Begitu pula tuntutan kesejahteraan dan gaji kades yang terkadang ada yang rendah dan tinggi. Pada titik inilah kades memiliki peranan politik di level bawah.


Kelima, ketakutan rezim akan kalah dan tumbang jika tidak didukung oleh entitas paling bawah. Harga politik di bawah sangat mahal. Upaya mendekati kades untuk bisa menang menjadi cara murah dan tidak susah. Jika kades bisa didekati dengan janji politik yang logis maka kades dengan senang hati akan menyatakan keloyalannya.


Alhasil, ketika kades ikut bermain dalam politik praktis menunjukkan jika netralitas itu terbatas. Sulit menerapkan prinsip netral. Karena setiap level perangkat memiliki kepentingan yang cinta jabatan. Masih sedikit pejabat yang menyadari keberadaanya sebagai hamba Allah yang di pundaknya ada amanah untuk mengurusi urusan umat manusia.


Waspada Level Bawah


Rakyat paling bawah yang sering bersinggungan dengan kades. Rakyat yang selama ini merasakan pahit manisnya dalam kehidupan. Kalau sedang mujur rakyat akan mendapatkan kades jujur. Kalau sedang tak mujur rakyat mendapatkan kades yang malah memperburuk citra kekuasaan di level terendah. 


Kades bukanlah perorangan. Ia memiliki kekuatan politik yang bisa menggerakan massa. Selain itu, kades menjadi pelaksana dari setiap kebijakan dari pusat pemerintahan. Tatkala pemikiran politik di level bawah juga rendah, maka rakyat merasa tidak ada apa-apa. Padahal kades akan bergerilya ke RT, RW, dan perangkat demi sebuah pemenangan.


Rendahnya politik rakyat ini karena penguasa sering mengelabui dan menyelewengkan. Ujungnya rakyat diapusi tak serius diurusi. Penguasa terkadang setengah hati memberikan jaminan keamanan sandang, pangan, dan papan. Sementara di waktu lain, rakyat kerap menjadi pesakitan akan kebijakan yang penuh dengan kesengsaraan. Banyak aturan tapi miskin keadilan.


Siapapun yang memiliki kesadaran melihat setiap peristiwa politik di tahun politik ini hendaknya mengambil pelajaran. Apapun kegiatannya bisa dikaitkan dengan politik. Karena ada yang merasa nyaman meniti karir dalam gulita politik dan manuvernya yang cantik. Jika rakyat memahami esensi politik demokrasi yang nyatanya memiliki banyak celah dan salah. Maka, rakyat harus segera mencari politik yang berkeadilan dan berkemajuan. Itulah pentingnya rakyat memahami politik Islam yang bermakna mengurusi urusan umat sepenuh hati dan jiwa didasari dengan syariah kaffah. Penguasa perlu menyadari jika pertanggungjawaban itu tak hanya di dunia, tapi juga di akhirat kelak. Hati-hati, jangan main-main!. Wallahualam bissawab. [Dara]