Alt Title

Gaya Hidup Slow Living, Memang Boleh?

Gaya Hidup Slow Living, Memang Boleh?

Ternyata, sumber kebahagiaan itu bukan dari seberapa banyak harta yang kita punya

Tetapi seberapa dekat kita sama Allah, seberapa nerima kita sama qada Allah dan seberapa beriman kita sama Allah

_______________________________________


Penulis Siska Juliana 

Tim Media Kuntum Cahaya



KUNTUMCAHAYA.com, TEENAGER - Pernahkah kalian ngerasa kalau hidup ini berjalan begitu cepat? Banyak target yang harus dikejar, harus ngikutin ekspektasi orang lain ke kita, tuntutan hidup yang makin banyak. Rasanya pengen berhenti sejenak dan hidup berjalan melambat. 


Kalau pernah ngerasa kayak gitu, berarti kalian tandanya lagi ngelakuin gaya hidup slow living. Apa sih slow living itu? Jadi, slow living adalah gaya hidup yang mendorong kita buat enggak pasang target atau ambisi apa pun, hidup tanpa ambisi, sambil mencoba enggak peduli dengan tekanan orang sekitar kita yang nuntut kita buat sukses.


Soalnya kalau hidup tanpa ambisi dan ekspektasi apa pun, maka enggak akan kecewa dan terburu-buru dalam ngelakuin suatu pekerjaan. Hasilnya, hidup bakal damai dan terhindar dari depresi.


Pertanyaannya, bener enggak sih kalau slow living bakal bikin hidup kita damai dan terhindar dari stres?


Alasan terbesar seseorang ngelakuin slow living itu karena dirinya udah ngerasa lelah sama tekanan hidup. Sedangkan tekanan hidup itu berasal dari pemikiran yang berkembang di tengah masyarakat. 


Pemikiran masyarakat memandang arti kebahagiaan adalah ketika punya materi yang berlimpah. Pemikiran ini dipengaruhi oleh sistem kapitalisme sekularisme yang diterapkan saat ini. Hidup bahagia selalu identik dengan materi dan tujuan hidupnya hanya untuk mendapatkan materi. 


Akhirnya, dia bakal ngebandingin dirinya dengan orang lain. Bahkan bisa saja saling menjatuhkan, selama hal itu bisa memuluskan tujuannya. Apakah bahagia ala kapitalisme ini benar-benar bisa membawa kebahagiaan?


Ternyata, sumber kebahagiaan itu bukan dari seberapa banyak harta yang kita punya, tapi seberapa dekat kita sama Allah, seberapa nerima kita sama qada Allah dan seberapa beriman kita sama Allah. 


Bagi seorang muslim, kebahagiaan hakiki adalah saat dia mendapat keridaan Allah. Ia akan selalu menaati perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Sehingga Allah akan menanamkan ketenangan dalam hatinya, keberkahan hidup, dan kebahagiaan. Jadi, kebahagiaan hakiki adalah ketika kita ditempatkan di surga-Nya. 


Munculnya tekanan hidup yang berat itu disebabkan karena kesejahteraan hidup di sistem kapitalisme ini serba enggak pasti. Kapitalisme menjunjung tinggi kebebasan kepemilikan. Seseorang yang bermodal besar bisa menguasai kekayaan milik umum. Jadi enggak aneh kalau ada kesenjangan ekonomi. 


Di mana 99 persen kekayaan milik umum dinikmati oleh satu persen masyarakat yang tergolong dalam oligarki. Sementara 99 persen rakyat, memperebutkan satu persen harta milik umum tadi.


Selain itu, negara juga berlepas tangan dalam ngurusin rakyatnya. Buktinya pendidikan dan kesehatan mahal. Kebijakan negara sama sekali enggak pro rakyat. Makanya enggak aneh banyak orang yang memilih untuk menyerah dan menjadikan slow living sebagai solusi. Karena enggak sanggup buat mencapai kesejahteraan hidup.


Urusan tekanan hidup memang butuh peran negara. Yang bisa memberi jaminan kesejahteraan hidup hanya negara Islam. Seluruh kebijakan yang diambil negara berlandaskan pada akidah Islam. Islam mewajibkan negara sebagai pengurus (raa'in) rakyatnya. Islam mempunyai seperangkat aturan yang lengkap termasuk politik, ekonomi, pemerintahan, dan aspek hidup lainnya. 


Dalam aspek ekonomi, Islam mengharamkan penguasaan kekayaan umum oleh individu. Seperti sabda Rasulullah saw., "Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api." (HR. Abu Dawud dan Ahmad)


Jadi, harta milik umum harus dikelola oleh negara dan hasilnya diberikan pada rakyat dalam bentuk pemenuhan kebutuhan dasar. Misalnya kesehatan dan pendidikan gratis.


Selain itu, dari penguasaan harta milik umum, negara juga bisa membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya. Para pencari nafkah akan digaji sepadan dan bisa memenuhi kebutuhan pokok keluarganya. 


Gaya hidup slow living ternyata bukan solusi untuk meraih kebahagiaan. Karena selama sistem kapitalisme sekuler yang berkuasa, maka jaminan kesejahteraan enggak bakal tercapai dan tekanan hidup bakal tetap ada. 


Solusi yang hakiki adalah menerapkan Islam secara kafah (menyeluruh). Sehingga kesejahteraan bisa diraih karena sistem Islam berasal dari Allah.


Jadi, yang dibutuhkan sekarang bukanlah slow living, tapi berambisi untuk meraih kemuliaan dari Allah dan berjuang untuk melanjutkan kembali kehidupan Islam. Wallahualam bissawab.