Alt Title

Benarkah Rakyat Hidup Sejahtera dalam Ekonomi Kapitalis?

Benarkah Rakyat Hidup Sejahtera dalam Ekonomi Kapitalis?

 


Sedangkan menurut pandangan Islam, masyarakat bisa dikatakan sejahtera apabila sudah terpenuhinya kebutuhan pokok di setiap individu rakyatnya baik itu pangan, sandang, papan, pendidikan maupun kesehatan

Serta terjaga dan terlindunginya agama, harta, jiwa, akal, serta kehormatan manusia

______________________________


Penulis Ummu Nasywa

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi AMK 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Asep Syamsudin salah satu anggota DPRD Jawa Barat asal Kabupaten Bandung menyebutkan bahwa dalam kurun 10 tahun terakhir ini Kabupaten Bandung telah mengalami kemajuan yang cukup signifikan. Ada 3 indikator yang bisa disebut sejahtera yaitu daya beli masyarakat, kesehatan masyarakat, dan pendidikan masyarakat.


Menurutnya 3 indikator ini adalah standar hak minimal yang harus diterima sebagai hak masyarakat dan kewajiban pemerintah, yang mana masih diakui banyak kekurangan. Di bidang kesehatan fasilitas baik di Puskesmas atau RSUD, tenaga kerja dan anggarannya masih kurang. Di bidang pendidikan SMP, SMA dan SMK perlu adanya penambahan. Sementara untuk indikator daya beli dipengaruhi krisis, terjadinya perang Ukraina-Rusia, dan terbaru peperangan Israel-Palestina. (MataPeristiwa[dot]id, Bandung 24/11/2023)


Kata sejahtera menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai aman sentosa dan makmur, selamat (terlepas dari segala macam gangguan). Dalam istilah umum kata sejahtera menunjuk kepada keadaan yang baik, kondisi manusia di mana orang-orangnya dalam keadaan makmur, dalam keadaan sehat dan damai. 


Jika melihat keadaan alam Indonesia yang strategis, tanahnya yang subur, rakyat Indonesia sudah selayaknya hidup sejahtera, seperti semboyan dulu dalam bahasa Jawa "gemah ripah loh jinawi" yang berarti tenteram dan makmur serta sangat subur tanahnya. Perlahan-lahan tetapi pasti, semboyan tersebut hilang bak ditelan bumi.


Jika kemajuan diidentikkan dengan kesejahteraan, maka sejahtera itu tentu saja belum didapatkan oleh rakyat. Tiga indikator penilaian kemajuan yang disebutkan oleh Asep Syamsudin di atas ternyata tidak sesuai dengan realitas.


Faktor utama yang memengaruhi menurunnya daya beli masyarakat bukanlah kondisi perang, namun penerapan sistem ekonomi kapitalisme. Jauh sebelum terjadinya perang Ukraina-Rusia dan juga Gaza, daya beli masyarakat sudah rendah. Sempitnya lapangan pekerjaan, PHK besar-besaran dan kebutuhan pokok yang sering mengalami kenaikan.


Akibatnya harga-harga tidak stabil membuat rakyat harus pintar-pintar mengatur kebutuhan hidupnya untuk bertahan hidup. Diperparah para penguasa yang menyerahkan solusi kepada masing-masing individu begitu saja, seperti beras naik dengan kurangi makan nasi, cabai naik disuruh menanam sendiri di rumah dan minyak kelapa naik dianjurkan untuk merebus/mengukus makanan.


Rakyat juga diarahkan untuk membuka peluang terciptanya lapangan pekerjaan baru. Di mana peranan pemimpin yang dibutuhkan rakyat?


Kapitalisme adalah sistem ekonomi di mana perdagangan, industri dan alat-alat produksi dikendalikan oleh pemilik swasta dengan tujuan memperoleh keuntungan dalam ekonomi pasar. Berusaha untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya merupakan tujuan usaha pemilik modal. Kapitalisme juga tegak di atas dasar pemisahan agama dengan kehidupan yang disebut sekularisme.


Dengan berlandaskan sistem ini, mereka berpendapat bahwa manusia bisa bebas membuat aturan hidupnya sendiri. Kapitalisme menyebabkan kesejahteraan rakyat sulit untuk diraih karena kata sejahtera hanya milik mereka yang mempunyai modal besar hingga mengakibatkan ketimpangan status sosial di masyarakat, yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin.


Sedangkan menurut pandangan Islam, masyarakat bisa dikatakan sejahtera apabila sudah terpenuhinya kebutuhan pokok di setiap individu rakyatnya baik itu pangan, sandang, papan, pendidikan maupun kesehatan. Serta terjaga dan terlindunginya agama, harta, jiwa, akal, serta kehormatan manusia.


Islam mempunyai konsep kesejahteraan yang jauh lebih baik dibandingkan konsep-konsep ekonomi barat. Konsepnya pun telah diterapkan dengan baik mulai dari zaman Rasulullah saw. sampai para khalifah penggantinya. Kesejahteraan dalam pandangan Islam bukan hanya diukur dengan ukuran material saja, melainkan juga dengan ukuran nonmaterial seperti terpenuhinya kebutuhan spiritual, terpeliharanya nilai moral, dan terwujudnya keharmonisan sosial.


Islam pun mengancam para penguasa yang menelantarkan rakyat, apalagi menghalangi hak-haknya. Rasulullah saw. bersabda:


"Tidak seorang pemimpin pun yang menutup pintunya dari orang yang membutuhkan, orang yang kekurangan dan orang miskin, kecuali Allah akan menutup pintu langit dari kekurangan, kebutuhan dan kemiskinannya." (HR. At-Tirmidzi).


Imam al Mawardi menulis ada dua tugas pokok dari seorang pemimpin dalam Islam yaitu menjaga agama ini (fi hirasatiddin) dan mengatur/mengurus kebutuhan dan urusan-urusan dunia umat ini (siyasatid-dunya).


Maka, sangat penting bagi pemimpin untuk memastikan pengaturan umatnya dalam bernegara, berpolitik, berekonomi, termasuk pendidikan berdasarkan syariat Islam. Menjamin dan menjaga diterapkannya syariat Islam. Pemimpin bertugas menjaga kemuliaan umat Islam, ajaran Islam, termasuk kemuliaan Al-Qur'an dan Rasulullah saw..


Hanya Islam yang mampu memberikan indikator sahih tentang kemajuan dan mampu mencapai kemajuan itu sendiri. Namun, sadarkah kita bahwa pemimpin yang adil serta bekerja keras untuk menjamin kehidupan rakyatnya sejahtera hanya bisa terwujud jika umat ini menerapkan syariat Islam dalam naungan Khilafah? Selain itu tidaklah mungkin terjadi. Wallahualam bissawab. [SJ]