Alt Title

Refleksi Hari Guru Nasional dan Kurikulum Merdeka

Refleksi Hari Guru Nasional dan Kurikulum Merdeka

 


Sejak tingkat dasar, siswa ditanamkan akidah Islam yang kuat melalui proses berpikir

Siswa diperkenalkan Allah sebagai Al-Khaliq yakni sebagai Pencipta dan Pengatur melalui pengamatan terhadap alam semesta, manusia, kehidupan. Sehingga siswa memahami hakikat jati dirinya adalah sebagai hamba Allah yang harus taat kepada Allah

______________________________


Penulis Ummu Najah 

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pendidik


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Hari Guru Nasional ke 78 diperingati tanggal 25 November 2023. Hari guru usianya sama dengan usia kemerdekaan negeri ini yakni 78 tahun. Penetapan tanggal tersebut dari penyelenggaraan Kongres Guru Bangsa di Sekolah Guru Puteri, Surakarta pasca kemerdekan yakni pada tanggal 24-25 November 1945.


Dalam pertemuan tersebut lahirlah Organisasi Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Peringatan Hari Guru Nasional (HGN) sebagai bentuk penghargaan terhadap guru dan jasa-jasanya. 


Tema peringatan hari guru tahun ini adalah “Bergerak Bersama Rayakan Merdeka Belajar”. Tema tersebut selaras dengan penerapan Kurikulum Merdeka. Pada Peringatan Hari Guru Nasional (HGN) tahun ini sepatutnya kita melakukan refleksi, sejatinya masih ada segudang masalah serius  yang menimpa generasi hari ini, yang menunjukkan bahwa generasi hari ini tidak sedang baik-baik saja.


Mulai dari kasus kriminalitas seperti kasus bullying yang berujung pada hilangnya nyawa, maraknya kasus pengajuan dispensasi pernikahan dini akibat hamil di luar nikah atau kasus-kasus perzinaan, miras, penyalahgunaan narkoba.


Kasus maraknya generasi yang rapuh sehingga mudah depresi bahkan ada yang berujung pada bunuh diri, kasus judi online di kalangan pelajar, hilangnya adab siswa terhadap orang tua termasuk guru, dan masih banyak masalah lainnya.


Fenomena ini menunjukkan kurikulum yang saat ini diterapkan bermasalah. Fakta ini juga menegaskan bahwa sistem kapitalis sekuler tidak memiliki sistem membangun generasi yang berkualitas.


Akar masalah berbagai permasalahan generasi hari ini adalah penerapan sistem kapitalis sekuler. Paradigma pendidikan sekuler yakni menjauhkan agama dari kehidupan sukses membentuk anak-anak yang sekuler pula, yakni anak-anak yang jauh dari pemahaman agama yang diyakininya, tidak paham terhadap tsaqafah Islam dan tidak memiliki keimanan yang kuat.


Anak-anak yang cenderung mengedepankan gaya hidup hedonistik atau mencari kesenangan dunia tanpa berpikir halal haram. Sehingga wajarlah marak fenomena kasus perilaku rusak yang menjerat pelajar atau generasi hari ini.


Dalam kurikulum merdeka tujuan pendidikan adalah menghasilkan lulusan yang siap kerja dan memenuhi tenaga kerja Industri, baik industri dalam negeri atau luar negeri. Generasi hanya didorong untuk menghasilkan uang yang banyak tanpa memikirkan masalah umat.


Keimanan dan ketakwaan dianggap sebagai perkara pribadi sehingga tidak menjadi tujuan pendidikan dalam kurikulum merdeka. Bahkan ada wacana penghapusan mata pelajara agama, sebagai gantinya adalah mata pelajaran budi pekerti.


Sistem Pendidikan Islam Mencetak Generasi Berkualitas


Sistem pendidikan Islam mampu membentuk generasi berkualitas yang berakhlak mulia. Hal ini terbukti sepanjang sejarah kekhilafahan selama 13 abad telah lahir generasi yang cemerlang seperti Imam Syafi’i dan Imam mahzab lainnya. Mereka memiliki keimanan yang kuat dan daya pikir yang sangat tinggi.


Demikian pula banyak kita dapati para ilmuwan sekaligus seorang ulama seperti Ibnu Rusyd, Ibnu Sina, Al Khawarizmi, Jabar Ibnu Hayan, Ibnu Al Haitam, Abbas Ibnu Firnas, Al Kindi, Al Zahrawi, Al Biruni, Ibnu Khaldun dan masih banyak lagi.


Karya-karya mereka sangat masyhur bahkan dijadikan rujukan oleh para ilmuwan barat. Hal ini menunjukkan keberhasilan pendidikan Islam dalam mencetak generasi menjadi pilar-pilar pengokoh dan penjaga peradaban, bukan generasi yang sakit seperti pada sistem kapitalis sekuler hari ini.


Dalam sistem Islam pembentukan generasi berkualitas dilakukan secara terpadu oleh keluarga, masyarakat dan negara. Negara menerapkan sistem pendidikan Islam. Sistem pendidikan Islam berasaskan akidah Islam. Pendidikan bertujuan untuk membentuk anak didik yang berkepribadian Islam (syakhsiyah Islamiyah) yakni generasi yang memiliki pola pikir dan pola sikap Islam.


Selain itu, pendidikan juga bertujuan agar generasi menguasai pemikiran Islam (tsaqafah Islam) dengan mendalam, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang mumpuni serta memiliki keterampilan tepat guna dan berdaya guna sebagai bekal mereka menghadapi kehidupan. Karenanya kurikulum yang diterapkan sejalan dengan upaya pencapaian tujuan tersebut.


Sejak tingkat dasar, siswa ditanamkan akidah Islam yang kuat melalui proses berpikir. Siswa diperkenalkan Allah sebagai Al-Khaliq yakni sebagai Pencipta dan Pengatur melalui pengamatan terhadap alam semesta, manusia, kehidupan. Sehingga siswa memahami hakikat jati dirinya adalah sebagai hamba Allah yang harus taat kepada Allah.


Dia memahami bahwa semua perbuatannya kelak akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Swt.. Materi pelajaran akan diberikan akan secara berkelanjutan dan makin mendalam pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Dari sana akan lahir generasi yang berkualitas.


Islam juga mewajibkan kepada keluarga untuk mendidik anak-anaknya dengan akidah dan syariat Islam. Keluarga adalah pendidikan pertama dan utama bagi anak. Orang tua memahami bahwa anak adalah amanah dari Allah yang harus dididik menjadi anak yang memiliki keimanan yang kuat.


Dalam kehidupan masyarakat, setiap individu diwajibkan melakukan amar makruf nahi mungkar. Sehingga akan tercipta lingkungan yang sehat bagi anak, tidak ada kesempatan bagi perbuatan kemaksiatan untuk tumbuh subur, karena ketika ada indikasi perbuatan maksiat maka akan segera dinasihati.


Amar makruf nahi mungkar dan tolong menolong menjadi budaya dalam kehidupan masyarakat. Tidak seperti dalam sistem sekuler hari ini, kemaksiatan cenderung dibiarkan atas nama hak asasi manusia.


Hanya dengan menerapkan syariat Islam secara kafah akan terlahir generasi yang berkualitas, generasi hebat anti maksiat. Akan terlahir generasi tangguh tidak rapuh, generasi pejuang dan pemimpin peradaban. Tidakkah kita merindukannya? Wallahu alam bissawab. [SJ]