Alt Title

Target Mengatasi Stunting Modus Imperlisme Korporasi Global

Target Mengatasi Stunting Modus Imperlisme Korporasi Global

Penyebab terjadinya stunting bukanlah akibat dari pernikahan dini. Tetapi, diterapkannya sistem kapitalisme yang menyebabkan kemiskinan dan kelaparan di mana-mana

Prevalensi stunting tinggi menjadi dampak dari kesalahan kebijakan negara ketika mengadopsi sistem kapitalisme. Hingga kemiskinan semakin merajalela serta buruknya pelayanan kesehatan. Selain itu, dengan adanya stunting akan merenggut kesejahteraan dan kebahagiaan anak-anak

_________________________________


Penulis Siti Mukaromah

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Dakwah



KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Tingginya kasus stunting di Indonesia berimplikasi serius pada kegagalan dalam mencetak generasi emas 2045. Juga membawa ancaman besar terhadap kehidupan masyarakat dan kemajuan ekonomi.


Dikutip dari harapanrakyat[dot]com (2/9/2023), tekan angka stunting di Tasikmalaya dengan stop pernikahan dini. Anggota Komisi lX DPR RI, Nurhayati Effendi, memberikan edukasi kepada generasi muda di  Kecamatan Parungponteng, Kabupaten Tasikmalaya, melanjutkan perjuangannya untuk menekan angka stunting di Tasikmalaya. Dalam edukasinya, Nurhayati menyoroti dampak buruk dari pernikahan dini.


Dirinya menekankan pentingnya menghindari pernikahan dini, karena hal itu bisa menimbulkan masalah. Baik terhadap kesehatan organ intim maupun mental pasangan itu sendiri. Ia menegaskan, ketika pasangan muda menikah pada usia yang belum matang, seringkali mereka belum siap secara mental menghadapi peran sebagai suami istri, apalagi menjadi orang tua. Nurhayati berharap pernikahan dini tidak lagi terjadi di Kabupaten Tasikmalaya. Karena bisa menimbulkan berbagai masalah termasuk bayi stunting. Lebih baik menikah dengan perencanaan matang, daripada buru-buru tetapi mempunyai risiko yang besar. Hal ini dilakukan sebagai upaya menekan stunting di Tasikmalaya.


Isu besar stunting ini penting bagi Indonesia, sebagai negara berusia lebih dari 75 tahun merdeka yang masih terperangkap tipologi negara berkembang. Karena negara dengan kualitas generasi lemah, mustahil mampu menjadi negara besar dan maju. Sama saja negara mempertaruhkan masa depan negara ini apabila gagal memberikan solusi terkait stunting.


Dalam pembangunan generasi, stunting adalah masalah erius. Termasuk, pemerintah dan semua pihak sepakat dengan pandangan objektif ini. Namun, hal objektif lain yang pemerintah berusaha mengingkari. Yakni, masalah stunting yang mustahil dipisahkan dari kemiskinan struktural suatu negara. Kebijakan politik negara yang menerapkan sistem bermasalah merupakan hasil kemiskinan struktural itu sendiri. Melalui berbagai mekanisme yang sesuai dengan berbagai perundang-undangan yang telah ditetapkan.


Sebagai simulasi, kebutuhan gizi anak stunting membutuhkan asupan protein hewani yang mencukupi mereka. Oleh karena itu, neara perlu memberikan sosialisasi masif hidup sehat dan pentingnya protein hewani kepada orang tua. Penting bagi anak-anak mengonsumsi satu butir telur sehari dan susu untuk memenuhi kebutuhan gizi. Sosialisasi dan edukasi melek protein hewani memang perlu, tetapi negara wajib memberikan perhatian terhadap daya beli keluarga agar mampu mengakses berbagai makanan bergizi. Ketika orang tuanya tidak punya penghasilan tetap, untuk beli beras saja susah, dari mana uang untuk beli susu dan telur?


Penyebab terjadinya stunting bukanlah akibat dari pernikahan dini. Tetapi, diterapkannya sistem kapitalisme yang menyebabkan kemiskinan dan kelaparan dimana-mana. Prevalensi stunting tinggi menjadi dampak dari kesalahan kebijakan negara ketika mengadopsi sistem kapitalisme. Hingga kemiskinan semakin merajalela serta buruknya pelayanan kesehatan. Selain itu, dengan adanya stunting akan merenggut kesejahteraan dan kebahagiaan anak-anak. 


Laporan menurut SSGI 2021-2022, dari 34 provinsi, hanya  2 yang mampu menurunkan angka stunting di bawah 14%, yakni Bali dan DKI.  Ada 11 provinsi dengan prevalensi stunting antara 14 -20%. Bahkan, 3 -35% dengan angka berturut-turut yakni, NTB, Aceh, Papua, Sulawesi Barat, dan NTB. Diperkirakan, anak stunting bisa menimbulkan kerugian ekonomi sebesar 2- 3% dari PDB 2022 yang mencapai 19, 58 triliun. Kerugian ekonominya bisa mencapai Rp 391 triliun per tahun. Kerugian akibat anak stunting ini biasanya memiliki kesehatan buruk yang akan menurunkan produktivitasnya dan menjadi beban sosial.


Peningkatan kesadaran pengasuhan soal pola pikir masyarakat dan pendidikan semua orang dibutuhkan. Tanpa ada masalah  stunting, sektor tersebut memang menjadi tanggung jawab negara untuk memenuhi layanan kebutuhan bagi seluruh rakyat. 


Adapun untuk intervensi dukungan berbagai instansi dan lintas sektor pemerintah melibatkan dan mengadopsi manajemen pentahelix. Atas nama penanganan stunting, semua digotongroyongkan melibatkan non-goverment. Menarik investasi swasta pada fasilitas publik, melibatkan media untuk sosialisasi program kerjasama dengan masyarakat untuk melakukan edukasi keluarga atau orang tua anak stunting. Manajemen pentahelix menempatkan negara hanya sebagai regulator berlepas tangan dari tanggung jawab menjamin kebutuhan publik masyarakat.


Pangkal dari masalah sistem stunting adalah kesenjangan ekonomi. Bagaimana bisa negara kaya akan sumber daya alam tetapi rakyatnya miskin dan generasinya kurang gizi? Pemerintah seolah menutup mata, justru menetapkan target nasional prevalensi stunting 2024 menginformasi jumlah anak stunting sangat tinggi.


Sayangnya selama ini, Indonesia berkomitmen menjalankan arahan penanganan stunting, nyatanya tidak mampu mengatasi masalah stunting sampai nol persen. Alasan global jelas tidak menuntut Indonesia menuntaskan masalah tersebut  agar tingkat ketergantungan Indonesia terhadap lembaga-lembaga kapitalis global terus berlangsung. Sebagai negara berkembang atau miskin tetap berada di bawah hegemoni negara-negara adidaya para pemegang kuasa lembaga-lembaga internasional. Resep pembangunan tawaran lembaga internasional itu sangat gamblang hanya modus Imperlisme Korporasi global.


Islam memerintahkan negara menjamin kesejahteraan generasi penerus umat Muhammad Saw. Mengharamkan negara menyerahkan kehidupan generasi pada kekufuran. Allah Swt. mengamanahkan generasi di pundak negara. Agar tidak ada satu jiwa yang akan menderita akibat kelalaian negara.


Penanganan solusi tuntas stunting adalah dengan mengganti sistem ekonomi yang menyebabkan kemiskinan struktural. Caranya mencabut penerapan sistem ekonomi neoliberal kapitalisme yang hari ini diterapkan oleh negara. Menggantinya dengan penerapan sistem Islam. Sistem ekonomi ini mengharuskan negara mengambil sistem politik pemerintahan yang kompatibel dengan sistem ekonomi Islam yang dikenal dengan sistem Islam


Islam menyediakan sistem shahih mampu memberikan jaminan kesejahteraan bagi individu-individu rakyat. Ekonomi sistem Islam memberikan tata kelola perekonomian negara. Diantaranya, pembagian kepemilikan sesuai dengan syariat Islam. Pembagian kepemilikan umum, kepemilikan Individu dan kepemilikan negara secara benar akan menghilangkan dominasi kepemilikan umum, individu dan swasta yang menyebabkan berbagai masalah. Seperti yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin. Negara dalam sistem Islam akan menjamin pemenuhan kebutuhan dasar bagi setiap individu rakyatnya, juga kebutuhan sekunder dan tersier agar bisa diraih oleh seluruh rakyatnya.


Sistem pendidikan dalam Islam bervisi mencetak generasi yang mempunyai pola pikir dan sikap sesuai dengan syariat Islam. Ketika anak sudah mencapai usia balig, mereka siap menjalankan syariat Islam. Penerapan sistem pergaulan akan mencegah terjadinya zina. Terbukti hanya sistem Islam yang dibutuhkan dunia saat ini, yang mampu memberikan solusi seluruh persoalan kehidupan dalam urusan dunia sampai akhirat, bukan sistem yang lain. Selama sistem buatan manusia yang diterapkan, maka stunting dan pemasalahan demi permasalahan akan terus terjadi. Wallahualam bisssawab. [Dara]