Alt Title

Gawat KIP-Kuliah Dipangkas, Ada Apa di Baliknya?

Gawat KIP-Kuliah Dipangkas, Ada Apa di Baliknya?

Pendidikan menjadi barang komersil dengan mindset, jika permintaan barang tinggi, maka harganya menjadi mahal. Maka, realisasi pengelolaan pendidikan di lapangan hanya berorientasi kepada siapa saja yang memiliki finansial yang cukup itulah yang akan mendapatkan layanan pendidikan berkualitas

Ketika pendidikan dipandang sebagai barang komersil, maka wajar pemberian bantuan pendidikan seperti KIP-K mendapatkan pengurangan kuota penerima. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah setengah hati dan tidak serius dalam memberikan pelayanan pendidikan yang berkualitas bagi masyarakat

__________________________________________


Penulis Nuning Wulandari S.Tr.T.

Kontributor Media Kuntum Cahaya



KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - KIP Kuliah adalah sebuah program yang diluncurkan oleh pemerintah untuk membiayai pendidikan mahasiswa dengan latar belakang keluarga yang memiliki keterbatasan ekonomi. Harapannya seluruh masyarakat indonesia memiliki kesempatan untuk menempuh pendidikan hingga jenjang perguruan tinggi. Banyak anak–anak Indonesia yang telah lulus jenjang SMA menggantungkan nasibnya kepada bantuan pemerintah berupa program KIP-K ini.


Program KIP-K telah menjadi perbincangan hangat ditengah-tengah para mahasiswa pada awal tahun 2023, pasalnya Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah mengumumkan pengurangan kuota penerima Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah. Kabar tersebut dibenarkan oleh beberapa  kampus yang telah mengumumkan penurunanan jumlah penerima KIP-K hingga 50% dari tahun sebelumnya pada Maret 2023. Dikutip dari tempo[dot]com beberapa kampus tersebut seperti, Universitas Padjadjaran dari 1.100 penerima menjadi 602 orang, Universitas Pendidikan Indonesia dari 1400- 1500 mahsiswa menjadi 786 orang, Universitas Airlangga dari 1.200 penerima menjadi 660 orang.


Pengurangan kuota penerima KIP-K tentu menimbulkan berbagai pertanyaan di masyarakat, pasalnya pada tahun 2022 Kementerian Pendidikan memperoleh Rp72,99 Triliun untuk anggaran pendidikan dan meningkat secara nominal pada tahun 2023 yaitu sebesar Rp80,22 Triliun. Hal itu disampaikan Nadiem dalam Rapat Kerja bersama Komisi X DPR RI pada awal Januari lalu. Alokasi dana untuk pendidikan bertambah, namun mengapa kuota penerima KIP-K justru dikurangi?


Tentu ini sangat mengecewakan bagi para pemburu bantuan pendidikan. Langkah yang dilakukan oleh Kemendikbudristek ini sangat terasa tidak ada berpihakannya kepada masyarakat yang kurang mampu. BEM UNP dalam akun sosmednya juga ikut bersuara atas kekecewaannya terhadap langkah yang diambil pemerintah. Mereka mulai meragukan cita-cita Kampus Merdeka dan Generasi Indonesia Emas 2045 yang selama ini digaungkan pemerintah. 


Merespon kekecewaan masyarakat atas langkah ini, Pelaksana tugas Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Riset dan Teknologi Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Nizam mengatakan bahwa “Pendidikan tinggi yang berkualitas membutuhkan biaya, sedangkan kemampuan negara untuk membiayai pendidikan tinggi masih sangat terbatas sehingga kami harus bergotong-royong” (tempo[dot]com). Lantas yang menjadi pertanyaanya adalah, mengapa negeri kita begitu sulit menyediakan layanan pendidikan yang berkualitas dengan skema pembiayaan yang murah dan mudah dijangkau oleh seluruh masyarakat Indonesia? 


Pendidikan Barang Komersil yang Menggiurkan


Indonesia menjadi salah satu negara yang terlibat dalam perjanjian Internasional  General Agreement Of Trade In Services (GATS). Perjanjian ini dikhususkan untuk mengatur perdagangan internasional juga menghapuskan segala hambatan bagi penyedia jasa asing dalam menjalankan usahanya. Ada 12 sektor perdagangan jasa yang diatur dalam GATS, dan Pendidikan merupakan salah satu bidang yang dijadikan komoditas untuk diperjualbelikan serta menjadi target liberalisasi.


Pendidikan menjadi barang komersil dengan mindset, jika permintaan barang tinggi, maka harganya menjadi mahal. Maka, realisasi pengelolaan pendidikan di lapangan hanya berorientasi kepada siapa saja yang memiliki finansial yang cukup itulah yang akan mendapatkan layanan pendidikan berkualitas. Ketika pendidikan dipandang sebagai barang komersil, maka wajar pemberian bantuan pendidikan seperti KIP-K mendapatkan pengurangan kuota penerima. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah setengah hati dan tidak serius dalam memberikan pelayanan pendidikan yang berkualitas bagi masyarakat. 


Pendidikan yang dianggap sebagai barang komersil ini adalah hasil penerapan dari sistem kapitalisme yang berorientasi pada profit. Dalam ideologi kapitalisme pendidikan bukanlah kebutuhan dasar yang wajib di berikan kepada seluruh warga negaranya. Pendidikan justru komoditas yang dianggap sangat menggiurkan untuk memperoleh profit sebesar-besarnya. Jika pendidikan berkualitas dalam ideologi kapitalisme hanya akan tercapai dengan harga yang mahal, dan tentu tidak akan mampu di akses oleh semua lapisan masyarakat.


Masih maukah kita berharap pada sistem kapitalisme ini? Kita perlu meninggalkan paradigma kapitalisme dalam mengelola pendidikan agar pendidikan murah dan berkualitas dapat terwujud. Sebagai seorang muslim, Islam telah memiliki tata cara dalam pengelolaan pendidikan tinggi dalam bingkai negara dengan sistem Islam.


Prinsip Islam dalam Menjamin Pendidikan Berkualitas dan Gratis


Mengutip dari mediaumat[dot]com Agung Wisnuwardana (Direktur IJM) menyampaikan beberapa prinsip pengelolaan pendidikan tinggi dalam Islam yang akan mewujudkan pendidikan berkualitas dan Gratis. Pelayanan harus steril dari unsur komersil, setiap warga negara harus dapat mengakses pendidikan tanpa membayar sepeserpun. Hal ini karena Islam telah menjadikan menuntut ilmu adalah kewajiban setiap muslim, jadi harus dipenuhi oleh negara


Negara memiliki peran penuh dalam pelayanan pendidikan. Negara tidak boleh menjadi regulator atau pelaksana kebijakan yang bertentangan dengan konsep islam, semisal menjalankan program–program turunan GATS. Strategi pelayanan mengacu pada 3 Aspek yaitu kesederhanaan aturan, kecepatan pelayanan yang dilakukan oleh individu yang mampu dan profesional


Anggaran mutlak, artinya negara wajib mengalokasikan anggaran dengan jumlah yang memadai untuk pengadaan pelayanan gratis berkualitas bagi setiap individu masyarakat. Pengelolaan keuangan harus penuh amanah, anti korupsi dan tidak boros. Maka, tidak akan ditemui para pejabat kampus yang korupsi dari biaya pendidikan


Demikian, Islam akan menjamin kebutuhan pendidikan yang berkualitas dan murah. Dalam Islam, bukan hanya mendapatkan beasiswa penurunan UKT atau beasiswa bantuan pendidikan lainnya. Melainkan pendidikan diberikan gratis kepada semua masyarakat. Inilah keberkahan hidup yang hanya diperoleh dari ketundukan manusia kepada aturan Zat Yang Maha Sempurna, Allah Taala. Wallahualam bissawab. [Dara]