Alt Title

UMKM Memperpanjang Rantai Produksi Kapitalis

UMKM Memperpanjang Rantai Produksi Kapitalis

Faktanya, UMKM hanya menjadi salah satu bagian untuk memperpanjang rantai produksi

Hal ini jelas sangat menguntungkan para kapitalis atau pemilik modal besar. Inilah yang disebut sistem "efek menetes ke bawah," dimana membiarkan pemilik modal besar atau orang kaya berkembang dengan banyaknya pelaku UMKM 

____________________________


Penulis Siti Mukaromah

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi 



KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM ) pada dasarnya adalah usaha kecil yang berdiri secara individu dan kelompok. Digadang-gadang akan mampu menjadi salah satu penggerak roda perekonomian bangsa, menyerap banyak tenaga kerja dan mengurangi kemiskinan. UMKM dan keberlangsungan keberadaannya di Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. 


Sejarah hari UMKM Nasional bermula dari piagam Yogyakarta hasil kongres UMKM pada 25-26 Mei 2016. Kongres tersebut diikuti ratusan pendamping koperasi dan UMKM dari seluruh Indonesia. Hari UMKM Nasional ini diperingati setiap tanggal 12 Agustus setiap tahunnya.


Adapun peringatan dipilihnya 12 Agustus sebagai hari UMKM Nasional berdasarkan tanggal lahir Bapak Koperasi Mohammad Hatta. Wakil Presiden pertama yang dikenal dengan sebutan Bung Hatta. Lahir pada tanggal 12 Agustus 1902. 


Hari UMKM Nasional tahun ini diperingati pada tanggal 10 sampai 13 Agustus 2023 yang diselenggarakan di lapangan Pamedan Mangkunegaran, Surakarta, selaku tuan rumah acara. Acara tersebut rencananya akan dihadiri oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).


Peringatan hari UMKM ini juga dilaksanakan bersamaan Expo 2023 yang mengambil tema "Transformasi UMKM Masa Depan." Momentum dan peringatan ini diharapkan menjadi salah satu penggerak roda perekonomian bangsa. (detiknews[dot]com, 10/8/2023) 


Gencarnya upaya pemerintah untuk membekali kemudahan-kemudahan kepada UMKM, ternyata tidak mampu menyejahterakan usaha mikro menengah ke bawah ini. Pasalnya, banyak ditemukan permasalahan-permasalahan saat di lapangan. Di antaranya, peraturan dan persyaratan-persyaratan yang mengikat, kurang berpihak pada pelaku UMKM seperti pajak yang mengikat dan kelayakan bangunan.


Selain itu, diberlakukannya pasar bebas, dan masih banyak ditemukan barang-barang impor yang menguasai pasar dalam negeri, dikarenakan harganya yang murah dan berkualitas. UMKM dihadapkan pula dengan kompetitor bisnis dalam negeri. Pengusaha UMKM belum lagi dikejar target karena harus mengembalikan uang modal yang menggunakan mekanisme riba dengan cara mencicil, dan masih banyak lagi persoalan lainnya.


Pemerintah begitu gencar mendorong UMKM untuk selalu terus berkembang demi memenuhi keinginan pasar, tetapi justru dari sini menyuburkan budaya hidup hedonisme di kalangan rakyat. Masyarakat berlomba-lomba dalam memenuhi keinginannya tanpa berpikir apakah yang dipenuhi itu suatu kebutuhan pokok atau hanya sekadar ikut-ikutan tren.


Faktanya, UMKM hanya menjadi salah satu bagian untuk memperpanjang rantai produksi. Hal ini jelas sangat menguntungkan para kapitalis atau pemilik modal besar. Inilah yang disebut sistem "efek menetes ke bawah," dimana membiarkan pemilik modal besar atau orang kaya berkembang dengan banyaknya pelaku UMKM.


Parahnya pemilik modal tersebut selalu mendapatkan keringanan dari segi perpajakan, pajak penghasilan perusahaan (PPh), pajak keuntungan, pajak industri pada golongan orang kaya, penurunan tarif, dan pelonggaran peraturan bisnis serta insentif pajak yang menguntungkan para pemodal besar. Peraturan tersebut berbanding terbalik dengan yang diterapkan pada pelaku UMKM.


Negara sejatinya tidak memberikan solusi untuk menyejahterakan rakyat. Sebaliknya, hanya ditemukan ketimpangan tatanan kehidupan akibat pengadopsian ekonomi kapitalis sekuler. Pada sistem kapitalis ini, pemilik modal yang akan mengendalikan peran dalam menentukan kebijakan pasar dan harga barang untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. 


Sedangkan negara hanya menjadi regulator bagi para pemilik modal besar. Ekonomi dalam sistem kapitalis banyak menimbulkan masalah besar. Di antaranya, kesenjangan ekonomi, kurangnya kerja sama antar masyarakat, menyuburkan gaya hidup hedonisme dan materialistis. Diperparah dengan eksploitasi terhadap sumber daya alam. Padahal sumber daya alam (SDA) adalah hal yang paling krusial dalam menyejahterakan rakyat.


Berbeda halnya dengan sistem ekonomi Islam yang tangguh dan solusi berbagai persoalan kehidupan yang bersumber dari Al-Qur'an dan hadis. Dalam sistem ekonomi Islam, tidak ada target pertumbuhan ekonomi harus meningkat secara cepat. Karena pertumbuhan adalah sesuatu yang alami. Kalau manusia bertambah kebutuhan juga otomatis akan bertambah.


Di dalam sistem ekonomi Islam, tidak ada yang namanya praktik riba, karena selain diharamkan Allah Swt. juga akan menzalimi karena menekan salah satu pihak. Selain itu, dalam sistem ekonomi Islam lebih mengedepankan manusia. Posisi yang adil yang memanusiakan manusia ditempatkan sama baik sebagai perantara, pekerja, dan pemilik modal.


Selain itu, ekonomi Islam juga memiliki sumber-sumber pemasukan untuk menyejahterakan rakyat dan juga bisa menyerap tenaga kerja yang banyak. Yaitu, dengan membangun industri-industri berat, mendirikan pabrik baja, penerbangan, persenjataan, laboratorium, penelitian dan lainnya. Selain itu, negara wajib mengelola sumber daya alam sesuai dengan ketentuan syariat.


Ekonomi kapitalisme terbukti banyak menyengsarakan rakyat, sangat bertolak belakang dengan Islam. Selama negeri ini masih menerapkan sistem sekuler liberal kapitalisme mustahil keadilan dan kesejahteraan bisa dirasakan seluruh rakyat.


Oleh karena itu, saatnya umat Islam berpikir mempelajari dan mengamalkan Islam secara kafah. Hanya dengan menerapkan Islam secara kafah (keseluruhan), segala problematika kehidupan bisa teratasi. Islam memberikan solusi kesejahteraan kepada umatnya, mendatangkan maslahat dan keberkahan.  Waallahualam bissawab. [SJ]