Alt Title

Benarkah Peran Keluarga Dapat Mencegah TPKS?

Benarkah Peran Keluarga Dapat Mencegah TPKS?

 


Tidak cukup kehadiran keluarga dalam pencegahan tindak kekerasan seksual, tetapi kehadiran negara lebih diperlukan dalam menerapkan aturan yang komprehensif

Tindak Pidana Kekerasan Seksual dapat dicegah dengan penerapan syariat Islam secara sempurna


____________________


Penulis Ummi Nissa

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Angka Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) pada anak terus meningkat. Ibarat gunung es, yang tampak ke permukaan hanya puncaknya saja. Kasus yang terdata hanya yang terlapor. Sementara, realitas yang terjadi di masyarakat jauh lebih banyak. Hal ini disebabkan korban enggan menceritakan apa yang dialaminya. Kondisi ini terjadi karena dorongan malu dan menganggapnya sebagai aib.


Menyoroti fenomena korban TPKS yang enggan untuk bercerita, Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) dan Asosiasi Psikologi Forensik (APSIFOR), Ratri Kartikaningtyas, mengatakan bahwa kekerasan seksual dapat dilakukan oleh orang terdekat korban. Kondisi tersebut terjadi karena adanya dorongan relasi kuasa yang merugikan pihak korban. Menurutnya, pencegahan kekerasan seksual terhadap anak dapat dimulai dari keluarga. Orang tua seharusnya dapat membentuk keluarga yang sehat jasmani dan rohani. (republika[dot]co[dot]id, 27 Agustus 2023)


Demikian pula, pendapat dari Staf Ahli Menteri Bidang Pembangunan Keluarga Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Indra Gunawan. Ia mengatakan bahwa keluarga dan masyarakat dapat berkontribusi mencegah tindak kekerasan seksual pada anak. 


Memang tidak dimungkiri, salah satu penyebab terjadinya pelecehan seksual dilakukan oleh orang terdekat. Namun, untuk mencari penyelesaian terhadap tingginya tingkat pelecehan seksual sejatinya tidak cukup hanya di ranah keluarga. Tetapi, perlu didalami apa yang menjadi akar persoalan kriminalitas tersebut hingga menjadi fenomena di tengah masyarakat. Bahkan saat ini dikatakan sebagai darurat kekerasan seksual.


Maraknya kasus kekerasan seksual, sesungguhnya tak dapat dilepaskan dari rusaknya sistem kehidupan akibat penerapan sistem sekularisme liberal. Sekularisme telah mengikis fondasi yang mendasar dalam kehidupan manusia yaitu keimanan. Kondisi ini berhasil menghilangkan ketakwaan individu dan masyarakat. Di mana hal demikian tergantikan dengan kebebasan yang diagung-agungkan. 


Akibatnya, sekularisme menjadikan kaum muslimin kehilangan gambaran nyata tentang kehidupan masyarakat yang islami. Nilai-nilai agama telah dijauhkan dari aturan kehidupan. Agama hanya diterapkan dalam batas urusan pribadi dan ibadah mahdah semata. Sementara dalam kehidupan bermasyarakat, syariat Islam telah tergeser dengan aturan sekuler buatan manusia. Sehingga kebebasan berperilaku mendominasi tata pergaulan di masyarakat. Inilah akar persoalan sesungguhnya.


Dengan demikian, perlu solusi fundamental untuk mengatasi secara tuntas tindak kekerasan seksual terhadap anak. Solusi tersebut terdapat pada sistem Islam. Dalam aturannya, Islam memiliki sejumlah pengaturan yang komprehensif dalam mengatasi tindak kekerasan seksual. Di antaranya:


Pertama, solusi yang bersifat preventif, yaitu pencegahan terjadinya kriminalitas. Islam mengatur batasan-batasan pergaulan antara laki-laki dan perempuan secara terperinci. Aturan ini dimulai dari ketakwaan individu. (1) Setiap individu baik laki-laki maupun perempuan wajib menjaga pandangan yang mengarah kepada munculnya syahwat. (2) Bagi perempuan ada kewajiban untuk menutup aurat secara sempurna di ruang publik.  (3) Larangan berkhalwat (bedua-duaan dengan laki-laki asing), tabaruj (berhias berlebihan di hadapan nonmahram) dan berzina (4) Islam memerintahkan perempuan agar didampingi mahram, saat melakukan safar (perjalanan lebih dari sehari semalam) agar terjaga kehormatannya (5) Islam memerintahkan orangtua untuk memisahkan tempat tidur anak-anaknya. Semua hal tersebut  dilakukan atas dorongan ketakwaan individu yang dimulai dari pendidikan di keluarga.


Kedua, tahapan edukatif, yaitu pendidikan dan pembinaan masyarakat. Dalam membentuk ketakwaan pada masyarakat dilakukan melalui sistem pendidikan dengan kurikulum berbasis akidah Islam. Hal tersebut dapat dilakukan melalui pendidikan formal seperti sekolah tingkat dasar sampai perguruan tinggi, atau informal seperti, majelis taklim di tengah-tengah masyarakat. Dengan demikian, Individu dan masyarakat akan terbina dengan Islam. Syariat Islam dijadikan sebagai standar perbuatan. Ketika individu bertakwa, masyarakat akan berfungsi sebagai kontrol dengan cara berdakwah. Aktivitas amar makruf nahi mungkar menjadi tabiat masyarakat. Sehingga angka kejahatan dan kriminalitas bisa terminimalisasi dengan baik, termasuk tindak pidana kekerasan seksual pada anak.


Ketiga, solusi yang bersifat kuratif, yaitu penanganan dalam kasus yang terjadi. Dalam hal ini, sistem sanksi Islam wajib ditegakkan. Hukuman dalam Islam memiliki dua fungsi yakni sebagai zawajir (memberikan efek jera) dan jawabir (penebus dosa) bagi pelaku tindak kejahatan. Dengan penerapan sanksi Islam, dapat mencegah kemaksiatan yang sama agar tidak terulang kembali di kemudian hari. Selain sanksi yang tegas, korban harus mendapatkan penanganan yang tepat untuk memulihkan fisik dan psikisnya dari tauma TPKS. Sehingga dengan penerapan sanksi dan penanganan yang tepat sesuai tuntunan syariat, maka rasa keadilan bagi semua pihak baik pelaku maksiat ataupun korban akan dirasakan.


Keempat, peran negara. Semua solusi tersebut tidak akan bisa berjalan tanpa peran negara. Ia merupakan pihak yang paling bertanggung jawab untuk melaksanakan dan mewujudkan perlindungan dan keamanan bagi rakyat. Negara yang akan mewujudkan sistem pendidikan, mengatur tata pergaulan Islam, serta menegakkan sanksi Islam dengan diterapkannya aturan Islam secara sempurna. Hal ini karena negara adalah pihak yang paling bertanggung jawab untuk mengurus dan menjamin keamanan masyarakat.


Sebagaimana sabda Rasulullah saw.: “Imam (khalifah) adalah raa’in, ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang dipimpinnya.”(HR. Bukhari)


Dengan demikian tidak cukup kehadiran keluarga dalam pencegahan tindak kekerasan seksual, tetapi kehadiran negara lebih diperlukan dalam menerapkan aturan yang komprehensif. Tindak Pidana Kekerasan Seksual dapat dicegah dengan penerapan syariat Islam secara sempurna.


Wallahualam bissawab. [Dara]