Maraknya Kekerasan Seksual di Bidang Pendidikan
Opini
Pola pikir yang ditanamkan adalah ketakwaan kepada Allah semata
Guru bahkan pemimpin yang dicetak adalah mereka yang amanah terhadap kewajibannya untuk kemajuan
______________________________
Penulis Habibah
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Muslimah
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Kekerasan seksual dalam ranah pendidikan saat ini sungguh merusak nama baik institusi yang dianggap sebagai tempat aman bagi siswa. Bahkan, bisa mencabut hak siswa dalam memperoleh pendidikan yang baik.
Berdasarkan data dari Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), bahwa kasus kekerasan seksual yang terjadi di wilayah satuan pendidikan yang berada di bawah kewenangan Kemendikbudristek maupun Kemenag. Hasilnya, sejak lima bulan pertama di tahun 2023 sudah terjadi 22 kasus dengan jumlah korban mencapai 202 anak peserta didik (Republika[dot]co[dot]id, 04/06/2023)
Ketua Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti, mengungkapkan bahwa mayoritas pelaku kekerasan adalah Kepala sekolah (13,63 persen), guru ngaji di satuan pendidikan informal (13,63 persen), pengasuh asrama/pondok (4,5 persen), kepala madrasah (4,5 persen), penjaga sekolah (4,5 persen), dan lainnya (9 persen).
Guru yang kita anggap dapat memberikan suri teladan bagi para siswa, malah menyumbangkan kerusakan pada mereka. Bahkan pimpinan sekolah yang seharusnya mengayomi seluruh warga sekolah, malah memberikan contoh yang tak senonoh. Hal ini tentunya mengundang banyak kekhawatiran bagi orang tua terlebih bangsa ini.
Namun, Pemerintah telah mengeluarkan beberapa regulasi untuk mengatasi problem ini, diantaranya Permendikbud No. 82 Tahun 2015 tentang PPKS di Lingkungan Satuan pendidikan dan Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021 tentang PPKS di Lingkungan Perguruan Tinggi.
Berikut pedomannya, pada 9 Mei 2022, DPR bahkan sudah mengegolkan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) No.12/2022 yang sempat menuai kontroversi. Menyusul kemudian, Kemenag juga mengeluarkan Permenag No. 73/2022 tentang PPKS pada satuan pendidikan di bawah Kemenag (Muslimah News, 06/06/2023)
Dengan penerapan beberapa peraturan yang dianggap efektif oleh pemerintah dalam menyelesaikan problem, ternyata belum mampu memutuskan rantai kekerasan seksual dalam ranah pendidikan. Dikarenakan kasus kekerasan seksual yang tadinya dapat dihambat bahkan diputuskan penyebarannya justru berbanding terbalik, yakni makin bermunculan hari demi hari.
Tak heran, karena memang kita berada pada sistem sekuler liberal yang melemahkan pondasi ideologis yang menjadi dasar kepribadian terutama pada ranah pendidikan. Moral yang memang tidak berlaku karena berlandaskan kebebasan. Apalagi hukuman saat ini yang tidak menimbulkan efek jera bagi pelaku. Sehingga akan terus berulang kejahatan yang dilakukan dan akan menimbulkan berbagai macam masalah lainnya.
Dengan kondisi ini, akankah Indonesia bisa mencapai cita-citanya untuk menjadi Indonesia Emas tahun 2045? Sementara pemuda yang menjadi tonggak perubahan sudah mengalami kerusakan secara perlahan.
Apakah yang sebenarnya kita butuhkan?
Kita harus kembali kepada fitrah kita sebagai makhluk yang membutuhkan pencipta untuk mengatasi permasalahan. Hanya Sang Pencipta yaitu Allah Swt. yang dapat memberikan solusi terbaik. Tak lain dan tak bukan ialah Islam. Islam adalah solusinya, karena hanya Islam yang mengatur manusia sesuai dengan fitrahnya.
Perubahan ke sistem Islam-lah yang dibutuhkan, sistem yang memang membentuk pola pikir serta mengendalikan semua aspek kehidupan terutama pendidikan. Penyadaran akan kebutuhan terhadap sistem Islam-lah yang dapat mencegah dan menuntaskan permasalahan.
Sejarah sudah membuktikan pada saat sistem Islam yang digunakan selama kurang lebih 13 abad dan menguasai sepertiga dunia, hanya menuai 200 kasus saja. Karena memang sistem Islam dapat membentuk dan mengokohkan pondasi seluruh masyarakatnya dengan akidah Islam.
Berbanding terbalik dengan sistem yang ditekuni sekarang yaitu kapitalis sekuler yang mencetak kasus ratusan bahkan ribuan per harinya dari berbagai aspek kehidupan.
Islam dapat mencegah dan mengatasi kasus kekerasan seksual dimulai dengan larangan pezina sesuai dengan firman Allah, "Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk." (TQS. Al-Isra:32)
Selain itu, sistem pendidikan Islam akan mencetak pribadi yang takwa sehingga tidak mudah bermaksiat. Bahkan media massa yang menjadi konsumsi semua orang setiap hari dijaga dari konten yang merusak pola pikir anak bangsa.
Pola pikir yang ditanamkan adalah ketakwaan kepada Allah semata. Guru bahkan pemimpin yang dicetak adalah mereka yang amanah terhadap kewajibannya untuk kemajuan.
Bahkan kedudukan seorang guru sangatlah mulia dalam Islam sebagaimana firman Allah, "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Mujadilah: 11)
Bahkan hadis juga menjelaskan bagaimana seorang pemimpin, "Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Kalau memang ketakwaan yang ditanamkan, maka akan ada rasa takut dalam diri apabila melanggar kewajibannya, karena setiap perbuatan akan mendapatkan balasan.
Namun, kenyataan manusia hari ini tidak menggunakan ketakwaan itu untuk mengakar segala bentuk perbuatannya karena memang saat ini manusia disetir oleh sistem sekuler terutama pada ranah pendidikan yang mengutamakan penanaman skill pada siswa untuk siap bekerja di masa mendatang, sedangkan nilai-nilai agama dikesampingkan.
Jadi, tidak heran banyak bermunculan kasus kekerasan seksual pada ranah pendidikan karena memang pertahanan diri mereka kurang bahkan bisa dikatakan tidak ada.
Wallahualam bissawab. [SJ]