Alt Title

Sistem Kapitalisme Akar Penyebab dari Karhutla

Sistem Kapitalisme Akar Penyebab dari Karhutla

Hal ini sesungguhnya imbas dari kebijakan pemerintah akan pemberian hak, izin untuk penebangan hutan atau konsesi. Pada gilirannya akan terjadi penebangan hutan secara besar-besaran

Sementara dengan prinsip ala kapitalisme bahwa para kapitalis tak segan-segan untuk senantiasa menekan modal sekecil-kecilnya untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya. Mereka kerap mengambil cara membakar hutan untuk pembukaan lahan meski berakibat buruk bagi lingkungan dan masyarakat luas. Itu karena ini cara termudah dan termurah

__________________________________


Penulis Rosita

Kontributor Tetap Media Kuntum Cahaya 



KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Hutan memiliki banyak manfaat untuk keberlangsungan makhluk hidup dan lingkungan. Selain mencegah dari terjadinya bencana alam seperti banjir, longsor, dan lain-lain, hutan juga memiliki tumbuh-tumbuhan yang lebat, yang dapat menyerap karbon dioksida yang berasal dari manusia, kendaraan bermotor, limbah pabrik maupun sumber-sumber lainnya. Apa jadinya kalau bumi ini tidak memiliki hutan akibat ulah tangan manusia?


Kebakaran Hutan dan Lahan (karhutla) saat ini sedang mendapat sorotan dari Kementerian Lingkungan dan Kehutanan, dikarenakan masih tingginya angka terjadinya kasus. Seperti yang terjadi di Desa Kalumpang, Kecamatan Bungur, Kalimantan Selatan. Adapun di wilayah Kalimantan Barat, luas karhutla sudah mencapai 1.962,59 ha, sampai dengan Juli 2023. (ANTARA Kalsel, 20 Agustus 2023)


Menurut Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan  (KLHK), Thomas Nifinluri, pihaknya telah berupaya menggandeng berbagai elemen, baik dari Agni, TNI, POLRI, Masyarakat Peduli Api (MPA), BPBD, KPH, dan damkar swasta. Mereka berupaya terus memadamkan api dengan cara mendirikan posko dan patroli baik secara rutin maupun mandiri. Bahkan telah diupayakan juga proses rekayasa cuaca melalui operasi Teknologi Modifikasi Cuaca. Selain itu, KLHK juga telah membuat gugatan terhadap 22 koperasi maupun perusahaan penyebab kebakaran hutan dan lahan. Sebagian dari perusahan tersebut telah berkekuatan hukum tetap atau inkracht. (PPID, 19 Agustus 2023)


Kebakaran hutan dan lahan seakan tidak ada akhirnya, baik karena ulah manusia atau karena faktor alam, juga dipicu oleh cuaca yang sangat ekstrem seperti saat ini. Kebakaran hutan dan lahan kembali terjadi di daerah yang biasa disebut dengan paru-parunya dunia yaitu Kalimantan. Hal ini sangat berpotensi membahayakan lahan, perumahan warga, dan makhluk hidup yang ada di dalamnya. Selain itu karhutla yang meluas juga menimbulkan kabut asap, sehingga dapat mengganggu mobilitas barang dan masyarakat, bahkan mengancam kesehatan rakyat.


Hal ini sesungguhnya imbas dari kebijakan pemerintah akan pemberian hak, izin untuk penebangan hutan atau konsesi. Pada gilirannya akan terjadi penebangan hutan secara besar-besaran. Sementara dengan prinsip ala kapitalisme bahwa para kapitalis tak segan-segan untuk senantiasa menekan modal sekecil-kecilnya untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya. Mereka kerap mengambil cara membakar hutan untuk pembukaan lahan meski berakibat buruk bagi lingkungan dan masyarakat luas. Itu karena ini cara termudah dan termurah. 


Tentu hal inilah yang menyebabkan kebakaran hutan dan lahan. Ditambah dengan kasus-kasus illegal logging atau pembalakan hutan liar yang mengakibatkan lahan-lahan kritis. Api yang tidak terkendali secara mudah merambat ke area hutan. Maka dapat disimpulkan betapa dengan kebijakan konsesi tersebut menandakan abainya negara atas penjagaan hutan sebagai paru-paru dunia. 


Para pelaku perusakan hutan memang sudah dilaporkan pada pihak berwajib bahkan ada yang sudah berkekuatan hukum untuk dijatuhkan sanksi. Namun hal tersebut tidak menimbulkan efek jera bagi mereka. Padahal masalah karhutla bukanlah hal sepele tapi sesuatu yang sangat serius dan perlu perhatian lebih dari pemerintah. Karena karhutla akan menimbulkan asap tebal yang mengakibatkan pencemaran udara. Sementara udara adalah kebutuhan dasar manusia yang wajib dipenuhi oleh negara. Ini menandakan betapa abainya negara dalam melindungi kebutuhan rakyatnya.


Karhutla karena ulah tangan manusia sering terjadi dalam negara yang berkiblat pada pemahaman kapitalis sekuler. Dimana aturan agama dipisahkan dari kehidupan. Dalam sistem ini, semua orang berhak memiliki atau menguasai hutan dan lahan selama mereka memiliki modal besar. Negara seolah-olah mendorong para kapital untuk memiliki hutan dan lahan. Salah satunya dengan memberikan izin penebangan hutan untuk dialihfungsikan menjadi perkebunan.


Aktivitas penebangan hutan dengan cara dibakar secara besar-besaran atau illegal logging pun pada akhirnya terus terjadi. Sementara hukuman bagi para pelaku nyatanya tak mampu memberi efek jera. 


Hal ini sangat berbanding terbalik dengan apa yang ada dalam sistem Islam. Dalam Islam, hutan adalah termasuk ke dalam harta milik umum, atau jenis kepemilikan umum yang tidak boleh dikuasakan kepada individu atau sekelompok orang. Rasulullah saw. pernah bersabda: “Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal, yaitu air, rumput (padang gembala), dan api.”


Hadis itu menjelaskan bahwa hutan termasuk ke dalam jenis rumput yang tidak boleh dikuasai individu atau kelompok. 


Maka dari itu Islam mengatur bahwa yang berhak mengelola harta kepemilikan umum, salah satunya hutan adalah negara untuk kemaslahatan rakyat seluruhnya. Tidak boleh kepemilikannya diserahkan kepada pihak swasta terlebih asing, sehingga akan berdampak merugikan rakyat banyak.


Negara dalam pandangan Islam juga akan menjaga polusi udara agar lingkungan tetap bersih. Untuk menghentikan kebakaran hutan dan lahan, lebih lanjut negara juga akan mengembangkan teknologi canggih untuk mendeteksi wilayah-wilayah rawan kebakaran sehingga titik api akan cepat mudah diketahui, juga mengadakan patroli rutin baik di darat maupun di udara.


Selain itu juga negara akan memberikan hukuman kepada para pelaku perusakan hutan. Dengan anggapan bahwa hal ini adalah perbuatan yang bertentangan dengan hukum syara. Seperti yang tertera dalam Al-Qur'an surah Al-Baqarah ayat 11, “Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Janganlah berbuat kerusakan di bumi!” Mereka menjawab, “Sesungguhnya kami justru orang-orang yang melakukan perbaikan.”


Maka dalam hal tersebut negara harus dengan tegas memberikan denda berupa takzir kepada para pelaku. Sehingga mampu memberikan efek jera (jawazir) dan penebus dosa bagi pelakunya (zawabir). 


Namun aturan Islam ini tidak bisa diterapkan tanpa didukung oleh perubahan sistem hidup secara keseluruhan lainnya. Dari sistem yang mengutamakan para kapital yang jelas-jelas sebagai sumber masalah, menjadi sistem yang berasal dari Allah Swt. yang akan membawa keberkahan baik dari langit maupun dari bumi baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. Wallahualam bissawab. [GSM]