Alt Title

Tawuran Pelajar Marak, Menandakan Tatanan Agama yang Rusak di Tengah Generasi

Tawuran Pelajar Marak, Menandakan Tatanan Agama yang Rusak di Tengah Generasi

 


Pemuda dalam naungan Islam akan mengisi masa mudanya dengan melakukan dan mencari kegiatan positif seperti menghadiri majelis ilmu, menghafal Al-Qur'an dan hadis, membuat kegiatan positif dan juga mencari teman yang baik

______________________________


Penulis Rosita

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Tawuran seakan sudah menjadi tradisi turun temurun di kalangan pelajar. Untuk memperlihatkan kehebatan dan kekuatan mereka di kalangan generasi muda agar tetap eksis. Hal-hal yang sepele bisa memicu tawuran antar pelajar. Padahal tawuran ini bisa membahayakan bukan hanya untuk dirinya sendiri melainkan orang di sekitarnya, orang tua, bahkan lembaga tempat mereka mengenyam pendidikan.


Saat ini tawuran marak terjadi di beberapa daerah, salah satunya di Kota Tangerang. Dilaporkan bahwa Polresta Tangerang telah mengamankan 69 pelajar yang berencana tawuran pada hari pertama masuk sekolah di kawasan Balaraja, Kabupaten Tangerang, Banten pada Senin (17/7/2023)


Kepala Bagian Operasi (Kabag OPS) Polresta Tangerang Kompol Kosasih, menjelaskan bahwa puluhan pelajar tersebut terpantau dari patroli siber, mereka membuat janji di media sosial untuk melakukan tawuran. (BERITASATU, 23/7/2023)


Jika ditelisik maka tawuran biasanya dilatarbelakangi oleh krisis mental, kontrol diri yang lemah, krisis identitas, kontrol lingkungan, masalah keluarga, hingga keegoisan. Ditambah dengan kurangnya kontrol dari orang tua, dan yang terpenting adalah kurang kuatnya landasan keimanan.


Sungguh miris, anak-anak muda usia belasan tahun seharusnya mereka sibuk mempelajari ilmu-ilmu untuk bekal mengarungi kehidupan ini. Namun fakta kini banyak remaja menyia-nyiakan waktunya untuk hal yang tidak berguna bahkan justru akan merugikan dirinya sendiri.


Kasus tawuran yang terus terulang ini menandakan bahwa sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan, telah melahirkan pribadi-pribadi minim visi, bermental anarkis. Sistem liberal yang ada saat ini pula telah sukses melahirkan kebebasan tanpa batas. Manusia bebas melakukan segala sesuatu sekehendak hatinya, tanpa memedulikan keselamatan dan kenyamanan lingkungan sekitar.


Tatanan kehidupan yang jauh dari aturan Islam menempatkan keberhasilan intelektual sebagai keutamaan dalam mendidik. Pendidikan agama hanya dijadikan pelengkap saja, bukan dijadikan dasar dalam mendidik pelajar. Hal tersebut akan menghasilkan generasi-generasi yang hanya mengedepankan logika dibanding etika dan akhlak. Kebingungan atas jati diri pun menjadikan mereka tidak paham apa yang dilakukan itu baik atau tidak.


Pendidikan tersebut berbanding terbalik dengan pendidikan yang diatur oleh sistem pendidikan dalam Islam. Ia meletakkan agama menjadi dasar dalam belajar. Seperti yang tercantum dalam kitab Nizhamul Islam, karya Syekh Taqiyuddin an-Nabhani yang menyebut bahwa kurikulum pendidikan wajib berlandaskan akidah Islam. 


Adapun tujuan pendidikan dalam Islam adalah membentuk pola pikir dan pola sikap Islam, sehingga akan terbentuk sosok-sosok generasi dengan kepribadian (syakhsiyah) Islam. Kurikulum pendidikan Islam juga akan membekalinya dengan berbagai ilmu dan pengetahuan yang berhubungan dengan kehidupan.


"Masih kecil dimanja, remaja foya-foya, tua kaya raya dan mati masuk surga." Itulah slogan atau guyonan pemuda saat ini. Berbeda dengan pandangan pemuda yang memiliki syakhsiyah Islamiyah, mereka tidak akan menyia-nyiakan waktu untuk hal yang tidak ada manfaatnya terlebih merugikan.


Pemuda dalam naungan Islam akan mengisi masa mudanya dengan melakukan dan mencari kegiatan positif seperti menghadiri majelis ilmu, menghafal Al-Qur'an dan hadis, membuat kegiatan positif dan juga mencari teman yang baik. Dengan berkegiatan yang full dan positif maka remaja tidak akan menemukan waktu luang yang kosong. 


Tidak akan tebersit dalam benak untuk melakukan hal-hal negatif, apalagi yang akan menimbulkan keresahan di tengah masyarakat seperti tawuran. Para pemuda paham bahwa setiap apa yang dilakukan itu akan dimintai pertanggungjawaban secara khusus oleh Allah Swt..


Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda; “Tidak akan bergeser kaki manusia di hari kiamat dari sisi Rabb-nya sehingga ditanya tentang lima hal: tentang umurnya digunakan untuk apa, tentang masa mudanya dihabiskan untuk apa, tentang hartanya dari mana diperoleh dan dibelanjakan ke mana, dan tentang ilmu yang ia amalkan."


Maka dari itu setiap perbuatan pemuda muslim pasti akan selalu terikat dengan hukum syarak yang bersumber dari al-Qur'an dan As-Sunnah.


Terbukti ketika pendidikan Islam diterapkan secara sempurna, dapat melahirkan pemuda-pemuda tangguh. Salah satunya adalah Sultan Muhammad Al-Fatih. Di usianya yang ke-21 tahun, beliau sudah menjadi panglima perang yang dapat menaklukan negara adidaya seperti Konstantinopel. Selain itu beliau juga mempunyai kepakaran dalam bidang keterampilan, matematika, sains, dan bisa menguasai enam bahasa. 


Islam adalah agama yang benar. Maka dari itu semua aturannya pasti sempurna dan komplit dalam segala aspek, dan pasti mampu memecahkan persoalan termasuk tawuran. Tetapi sayang saat ini pendidikan berkiblat pada sistem sekuler, agama dianggap hanya sebagai ibadah mahdah saja. Sehingga pendidikan yang didapat tidak bisa mengubah pola pikir, pola sikap menuju individu berkepribadian Islam.


Selain sistem pendidikan, untuk mencegah terjadinya tindakan tawuran juga dalam Islam ada sistem ‘uqubat atau sanksi yang efektif dan membuat jera. Setiap orang yang sudah balig akan mempertanggungjawabkan semua perbuatannya di hadapan Allah Swt. terkait keterikatannya pada syariat. Termasuk para pelaku tawuran.


Islam akan menerapkan aturan tegas dan sistem sanksi (‘uqubat) yang bisa memberikan efek jera (zawajir) dan penebus atas dosa di akhirat kelak (jawabir). Perbuatan tawuran terkategori pada perbuatan yang menyakiti, melukai badan, bahkan sampai menghilangkan nyawa. Maka para pelaku tawuran akan dikenakan dengan ‘uqubat jinayat. Dalam sanksi tersebut terbagi menjadi dua, yakni sanksi kisas dan diyat. 


Sanksi kisas bisa dikenakan kepada para pelaku tawuran yang sampai menghilangkan nyawa seseorang, kecuali ahli waris yang terbunuh memaafkan maka sanksi tersebut diganti dengan diyat seratus ekor unta. Begitu juga dengan perbuatan melukai badan, misal melukai jari-jari tangan dan kaki diyatnya dengan sepuluh ekor unta atau melukai gigi diyatnya lima ekor unta. Tetapi sanksi tersebut hanya bisa dilakukan oleh negara yang menerapkan syariat Islam secara menyeluruh.


Dengan diberlakukannya sistem pendidikan Islam, sistem 'uqubat, beserta seluruh aturan Islam lainnya secara menyeluruh, maka masalah tawuran akan segera teratasi secara cepat dan tepat. Dan para remaja pun akan memiliki kepribadian Islam yang mengantarkan mereka menuju gerbang kesuksesan baik di  dunia maupun di akhirat.  

Wallahualam bissawab. [SJ]