Alt Title

Investasi dan Kehilangan Wilayah

Investasi dan Kehilangan Wilayah

 


Jika Indonesia terus menerima investasi sedang hasilnya tidak ada. Maka, yang paling merasa tersakiti adalah umat

Rakyat seperti menjadi buruh dalam negeri sendiri, seharusnya ia dijaga, diayomi dan diperhatikan. Nyatanya, rakyat dituntut terus menerus bekerja untuk membayar kebutuhan yang mahal juga pajak ini dan pajak itu

_________


Penulis Siti Nurtinda Tasrif

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Dakwah Kampus


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Indonesia, sebuah negeri yang kaya akan wilayah-wilayah yang strategis. Di dalamnya terkandung banyak sekali SDA. Di samping itu, Indonesia hadir dengan sejuta pesona yang membuat mata tidak bisa berhenti mengagumi keindahannya. Tak pelak wisatawan datang berbondong-bondong untuk menikmati suasananya.


Hal inilah yang seringkali dirindukan oleh asing untuk kembali datang ke Indonesia. Melihat fakta ini, membuat Indonesia bersinergi dalam meningkatkan ekonomi melalui sektor pariwisata. Tentu saja didukung dengan wilayah-wilayah yang sesuai. Di mana hampir seluruh wilayah Indonesia bisa dimanfaatkan untuk sektor pariwisata.


Para wisatawan berbondong-bondong untuk datang melihat panorama nusantara. Maka, semakin meningkatlah perekonomian Indonesia. Hal itu sesuai dengan tujuan yang diadakan sektor pariwisata. Namun di sisi lain, dengan tujuan peningkatan ekonomi, membuat Indonesia memiliki ambisi yang besar. Kemudian, sampai di titik seringnya Indonesia mendapatkan investasi dari asing khususnya Cina.


Di mana yang paling terkenal adalah soal pembangunan. Cina disebut-sebut sebagai salah satu negara maju yang paling besar investasinya di Indonesia, bahkan mencapai miliaran dolar per tahunnya. Sebagaimana yang penulis kutip dari media ekonomi[dot]republika[dot]co[dot]id (05/06/2023) bahwa Lembaga riset asal Australia, Lowy Institute, mengungkapkan Cina telah menjadi mitra dan investor pembangunan terbesar di Asia Tenggara. 


Indonesia menjadi negara yang paling besar menerima investasi serta pembiayaan pembangunan dari Beijing. Menurut Southeast Asia Aid Map yang dirilis Lowy Institute pada, wilayah Asia Tenggara menerima sekitar 28 miliar dolar AS per tahun dalam pembiayaan pembangunan resmi antara 2015 dan 2021. Sekitar 5,5 miliar dolar AS datang dari Cina setiap tahunnya. 


Dari total dana yang digelontorkan Beijing, sekitar 75 persen di antaranya berupa biaya pembangunan infrastruktur, mencakup proyek transportasi, energi, komunikasi, serta air dan sanitasi. Penelitian Lowy Institute mengungkapkan, pada 2015-2021, Cina mengucurkan dana pembangunan sebesar 37,9 miliar dolar AS di Asia Tenggara. Indonesia menjadi negara penerima teratas, yakni sebesar 15,1 miliar dolar AS. Laos menempati urutan kedua dengan 6,48 miliar dolar AS. Sementara posisi ketiga ditempati Malaysia dengan 4,96 miliar dolar AS. 


Dengan besarnya investasi yang diterima, memberikan aroma bahagia bagi Indonesia. Namun, dilihat dari penghasilan yang bisa didapatkan di pihak Indonesia tentu memunculkan pertanyaan baru. Apakah dengan investasi yang diberikan tidak akan membuat Indonesia semakin rugi, minimal bisa membuat kehilangan wilayah nantinya? Apakah Indonesia bisa menjamin keberhasilan dari proyek yang dijalankan sehingga tidak ada yang namanya pengembalian dana? Ini baru dari sisi untung rugi materi.


Berikutnya bahwa berkaitan dengan hal di atas cukup memunculkan ketidakpercayaan sebenarnya. Bagaimana tidak, seringkali negara Indonesia menerima investasi dari Cina berkenaan dalam pembangunan tetapi tidak menuai hasil yang pasti. Jika proyek gagal terlaksana maka, sesuatu yang dijaminkan akan ditarik pergi ke Cina, misalkan saja proyek Meikarta pada waktu lampau.


Salah satu proyek yang bekerjasama langsung dengan Cina namun tidak transparan dalam prosesnya. Mungkin sudah diambil alih oleh Cina, akibat ketidakmampuan Indonesia dalam pengelolaan proyek-proyeknya. Melihat dari hal di atas, apakah hal yang sama akan terjadi juga pada IKN? Tidak ada yang tahu mengingat oligarki kerap berlaku tidak transparan terkait berbagai proyek yang menyangkut kerjasama dengan asing.


Lalu apa kabar dengan rakyat? Jika Indonesia terus menerima investasi sedang hasilnya tidak ada. Maka, yang paling merasa tersakiti adalah umat. Rakyat seperti menjadi buruh dalam negeri sendiri, seharusnya ia dijaga, diayomi dan diperhatikan. Nyatanya, rakyat dituntut terus menerus bekerja untuk membayar kebutuhan yang mahal juga pajak ini dan pajak itu


Inilah hasil dari penanaman sistem kufur, sistem yang berasal dari lemahnya akal manusia bahkan hasil dari kompromi. Sistem yang dimaksud adalah sekulerisme kapitalisme. Sekulerisma adalah asasnya sedangkan kapitalisme adalah ideologinya. Sekulerisme sebagai asas merupakan pemisahan agama dari kehidupan yang meniscayakan pemisahan agama dari negara. Keniscayaan inilah yang dimaksud dengan kapitalisme. 


Kapitalisme adalah ideologi yang memiliki peraturan sekaligus cara penerapannya, yang mengambil jalan yang bertentangan dari hukum-hukum Allah Swt.. Bahkan, ditancapkannya sistem ini sebagai bukti pembangkangan terbesar kepada Allah Swt. karena menjadi hamba yang melampau batas. Oleh sebab itu, hasil yang dituai sudah tentu tidak selamanya memberikan kesejahteraan tetapi yang ada kesengsaraan.


Bagaimana tidak, karena sistem ini berasal dari terbatasnya akal manusia yang hanya mencari harta, tahta dan dunia. Tidak pernah terpikirkan untuk mencari surga bahkan mengambil jalan yang mutlak kebenarannya saja tidak. Saking sesuainya dengan asas yaitu pemisahan agama dari kehidupan. Inilah yang menjadi kunci utama betapa jauh dan lemahnya umat terhadap agamanya sendiri yaitu Islam.


Sedangkan jika umat tertarik dan sadar tentang Islam, maka ia akan mengetahui betapa banyaknya problematika yang terjadi tidak bisa diatasi oleh aturan mana pun kecuali dengan aturan yang berasal dari Islam. Sehingga, hanya Islam yang dapat menyelesaikan semuanya. Bagaimana tidak, Islam adalah sistem sebagai asas sekaligus ideologi. Di dalamnya terdapat peraturan sekaligus penerapannya yang semuanya berasal dari wahyu Allah Swt..


Di mana, Islam memandang bahwa dalam perkara investasi haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu. Misalkan saja, harus tunai, akadnya jelas, produknya juga jelas dan syarat yang lainnya. Kemudian tidak diperbolehkan untuk menjalin hubungan dengan negara mana pun, kecuali jika negara itu sudah terikat penjanjian, misalkan saja dalam urusan perdagangan. Itu pun harus dengan produk yang dibolehkan syarak. Maka untuk mencegah terjadinya bencana bagi negeri, Islam menetapkan haram untuk menjalin hubungan baik maupun lainnya dengan negara kafir penjajah, meski mengenai investasi untuk pembangunan dalam negeri sekalipun. Dengan begitu, seluruh keputusan yang ditetapkan haruslah sesuai dengan peraturan Islam, bukan kepentingan pribadi.


Dari sini, patutlah seluruh peraturan yang digunakan harus terpancar daripada Islam. Kemudian hasilnya diberikan untuk umat. Bahkan untuk menggapai kebahagiaan dalam Islam, hanya ada satu syarat yang dibutuhkan yakni ketundukan secara pasti terhadap hukum-hukum Allah Swt. tanpa ada keraguan sedikit pun. Maka dengan keyakinan tersebut, menuntut seluruh hamba untuk menerima segala konsekuensi yang ada. Termasuk taat terhadap perintah dan menjauhi segala larangan. 


Oleh sebab itu, tidak diperbolehkan yang namanya menerima investasi negara asing, karena dikhawatirkan akan menjadi bumerang dalam kehancuran negara, apalagi hal ini berhubungan dengan kehidupan masyarakat. Terutama jika hal demikian dapat menyebabkan kehilangan wilayah sendiri yang tentu saja dapat merugikan negara. Maka hendaklah umat kembali menegakkan aturan Islam yang kafah. Sebagaimana yang diwariskan Rasulullah saw.. Maka segala bentuk investasi maupun hubungan dengan negara kafir penjajah akan ditiadakan. Kemudian umat akan tetap merasa aman tanpa ada intervensi dari asing, dalam bentuk apa pun. Wallahualam bissawab. [Dara]