Alt Title

Bersama Islam, Terpenuhinya Kebutuhan Pangan Bukanlah Angan

Bersama Islam, Terpenuhinya Kebutuhan Pangan Bukanlah Angan


Dalam Islam, negara memiliki tanggung jawab untuk menjamin pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, termasuk di dalamnya kebutuhan akan makanan

Prinsip ini ditegakkan dengan dasar keyakinan dalam ajaran Islam dan mengacu pada hukum syariah. Oleh karena itu, penyediaan pangan tidak terjadi dalam kerangka yang bebas atau liberal, melainkan mengikuti ketentuan-ketentuan yang diatur oleh syariat

_________________________


Penulis Ummu Hanan

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Analyst


KUNTUMCAHAYA.com, Analisis - Badan Karantina Pertanian (Barantan) Kementerian Pertanian telah mengambil langkah menunda impor sapi dari empat fasilitas peternakan di Australia setelah ditemukan bahwa sapi-sapi tersebut mengalami penyakit Lumpy Skin Diseases (LSD) secara klinis pada Selasa (1/8).


Mendapat kabar tersebut, Pemerintah Indonesia segera berkoordinasi dengan Departemen Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (DAFF) Australia untuk melakukan penyelidikan terhadap temuan LSD pada empat peternakan yang saat ini impornya ditangguhkan. (voaindonesia[dot]com, 1/8/23)


Mengenal LSD

Lumpy Skin Disease (LSD) merupakan suatu infeksi kulit yang disebabkan oleh Lumpy Skin Disease Virus (LSDV), sebuah virus dengan materi genetik DNA yang termasuk dalam genus Capripoxvirus dan keluarga Poxviridae. Virus ini umumnya menginfeksi hewan seperti sapi dan kerbau. Belum ada laporan mengenai kasus LSD pada hewan ruminansia lain seperti kambing dan domba. LSD pertama kali diidentifikasi di Zambia, Afrika pada tahun 1929 dan kemudian menyebar ke berbagai wilayah di benua Afrika, Eropa, dan Asia. Pada tahun 2019, LSD dilaporkan muncul di China dan India, diikuti oleh Nepal, Myanmar, dan Vietnam pada tahun berikutnya. Pada tahun 2021, kasus LSD juga tercatat di negara-negara seperti Thailand, Kamboja, dan Malaysia.


Kasus infeksi LSD pada sapi pertama kali terdeteksi di Indonesia, khususnya di Provinsi Riau pada bulan Februari 2022, dan telah menyebar ke 14 Kabupaten di seluruh Indonesia. Dalam dua minggu terakhir, kasus penyakit LSD juga telah dilaporkan muncul di Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Sementara itu, di Kabupaten Banyumas, kasus LSD mulai mengalami penyebaran yang lebih luas, dan pihak berwenang telah melakukan pengambilan sampel darah pada ternak yang menunjukkan gejala LSD di Desa Susukian, Kecamatan Sumbang, Kabupaten Banyumas.


Meskipun penyakit ini tidak dapat menular kepada manusia, LSD dapat menyebabkan kerugian yang signifikan pada hewan ternak. Dampaknya termasuk penurunan berat badan akibat hilangnya nafsu makan pada hewan, penurunan produksi susu, infertilitas pada sapi jantan dan betina, keguguran, serta kerusakan pada kulit hewan yang terinfeksi.


Lambannya Penanganan dan Mitigasi, Peternak Merugi

Dalam upaya mengatasi penyakit LSD pada hewan sapi, negara, terutama instansi khusus yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan sapi untuk konsumsi, seharusnya telah mempersiapkan langkah-langkah pencegahan yang beragam.


Beberapa langkah penanganan yang dapat diambil meliputi:

1. Vaksinasi: Salah satu cara yang efektif dalam mencegah penyebaran penyakit LSD pada sapi adalah melalui vaksinasi. Prosedur ini dapat diterapkan pada sapi yang belum terinfeksi, maupun pada sapi yang telah terinfeksi namun masih berada dalam periode inkubasi.

2. Isolasi: Sapi yang terjangkit LSD harus segera diisolasi dari hewan sapi lainnya dan ditempatkan dalam kondisi karantina. Tindakan ini bertujuan untuk menghentikan penyebaran penyakit kepada sapi sehat yang lain.


Sayangnya, penyakit yang telah dikenali sejak Februari 2022 di Indonesia tampaknya belum diatasi dengan tindakan pencegahan yang memadai. Faktanya, insiden semacam ini masih berulang terjadi. Oleh karena itu, langkah-langkah penanganan menjadi sangat penting untuk mencegah penyebaran dan penularan penyakit, yang berpotensi menimbulkan kerugian bagi para peternak sapi.


Minimnya Populasi Jadi Alasan Pesatnya Laju Impor Sapi

Berdasarkan data yang dikutip dari Badan Pusat Statistik (BPS), populasi sapi secara keseluruhan di Indonesia pada tahun 2021 mencapai 18 juta ekor, mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yang mencapai angka 17,4 juta ekor.


Menurut pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) yang bernama Khudori, fenomena ini dapat dijelaskan dengan fakta bahwa di Indonesia, sapi atau kerbau yang dipelihara oleh keluarga hanya dianggap sebagai bentuk tabungan sambilan. Mereka memiliki peran sebagai jaminan sosial, yang dijual ketika ada keperluan seperti hajatan atau menjelang Hari Raya. Sehingga, meskipun populasi hewan ternak ini cukup melimpah, namun tidak semuanya dapat dipasarkan.


Sebaliknya, usaha peternakan sapi lokal di beberapa wilayah di Jawa Barat menghadapi penurunan akibat arus masuknya daging impor ke pasar tradisional. Kendati begitu, harga daging sapi di pasar lokal tetap tinggi.


Dampak lesunya usaha peternakan rakyat tercermin pada penurunan aktivitas rumah potong hewan (RPH) dan pasar hewan. Di pasar hewan Priangan Timur yang mencakup Kabupaten Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Pangandaran, Kota Tasikmalaya, dan Banjar, transaksi penjualan ternak sapi mengalami penurunan drastis.


"Selama tahun 2015-2016, kami masih mampu menjual sekitar 300 ekor sapi dengan berbagai usia. Namun, sejak tahun 2017, angka penjualan menurun menjadi 200-250 ekor," ujar Kendi Efendi, Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas Pasar Hewan Manonjaya, Tasikmalaya.


Pentingnya peran peternak berskala kecil atau peternakan rakyat sebagai pemasok daging sapi di Indonesia tidak dapat diabaikan. Sebagian besar peternak berada dalam skala usaha kecil, sering kali menjalankan usaha peternakan sebagai pekerjaan tambahan atau cabang usaha lainnya, dengan ternak yang tersebar luas mengikuti perkembangan penduduk.


Peran peternak pada umumnya terbatas sebagai pengelola atau pengguna, dengan sedikit yang berfungsi sebagai produsen. Selain investasi yang berasal dari pemerintah untuk membangun infrastruktur dalam agribisnis sapi potong, investasi swasta (dari pengusaha swasta) dalam bidang ini hampir tidak terlihat.


Masalah lainnya terkait dengan konsumsi, di mana preferensi konsumen lebih cenderung pada daging segar yang tidak mengalami pembekuan atau penyingkiran cairan, hal ini tercermin dari tingkat retensi indeks daging sebesar 80%, yang menunjukkan bahwa daging tersebut sulit untuk diolah lebih lanjut.


Seluruh kendala ini mau tidak mau mengantarkan negeri ini pada opsi impor sapi.


Cara Islam Mengatur Tingkat Kebutuhan Pangan

Dalam Islam, negara memiliki tanggung jawab untuk menjamin pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, termasuk di dalamnya kebutuhan akan makanan. Prinsip ini ditegakkan dengan dasar keyakinan dalam ajaran Islam dan mengacu pada hukum syariah. Oleh karena itu, penyediaan pangan tidak terjadi dalam kerangka yang bebas atau liberal, melainkan mengikuti ketentuan-ketentuan yang diatur oleh syariat.


Allah Swt. melarang umat Islam untuk berada di bawah kekuasaan orang kafir. Firman-Nya,


وَلَنْ يَّجْعَلَ اللّٰهُ لِلْكٰفِرِيْنَ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ سَبِيْلًا


“Allah tidak akan memberi jalan kepada orang kafir untuk mengalahkan orang-orang beriman.” (QS An-Nisa: 141).


Dari ayat ini dapat diambil kesimpulan bahwa umat Islam seharusnya tidak bergantung pada impor pangan, karena hal tersebut dapat mengakibatkan orang kafir menguasai umat Islam. Sebagai alternatif, dalam sistem Pemerintahan Islam, negara diupayakan memastikan kedaulatan pangan dengan memaksimalkan usaha pertanian domestik. 


Ketika Prof. Dr.-Ing. H. Fahmi Amhar menjelaskan isi Kitab Al-Filaha karya Ibnu Bassal (1038—1075) yang merupakan seorang ilmuwan di Andalusia, menjelaskan bahwa terdapat lima prinsip mendasar dalam mencapai ketahanan pangan yang dicetuskan dan diimplementasikan oleh Nabi Yusuf alaihi salam. Prinsip-prinsip ini pernah diterapkan pada era kekhalifahan Islam dan tetap relevan dalam perkembangan berikutnya.


Prinsip pertama adalah mengoptimalkan produksi, di mana potensi lahan dimanfaatkan sepenuhnya untuk pertanian berkelanjutan guna menghasilkan bahan pangan utama. Sains dan teknologi berperan dalam mencari lahan yang cocok untuk menanam tanaman tertentu, menerapkan teknik irigasi, pemupukan, pengendalian hama, serta proses pemanenan dan pengolahan pasca panen. Dalam hal pemenuhan kebutuhan daging sapi, negara tentunya akan mendukung produktivitas peternakan sapi domestik baik dari segi dana, sarana dan prasarana.


Prinsip kedua berkaitan dengan adaptasi gaya hidup, yaitu mendorong masyarakat untuk tidak berlebihan dalam mengonsumsi pangan, karena hal ini bisa berdampak buruk pada kesehatan seperti obesitas atau masalah diabetes akibat konsumsi gula yang berlebihan.


Prinsip ketiga mengenai manajemen logistik, di mana pemerintah memiliki peran penuh dalam mengelola persediaan makanan. Cadangan makanan akan disimpan saat produksi berlimpah dan kemudian didistribusikan secara bijaksana saat ketersediaan mulai menurun. Teknologi pasca panen memiliki peran penting dalam prinsip ini.


Prinsip keempat berfokus pada prediksi iklim, dengan menganalisis kemungkinan perubahan cuaca dan iklim ekstrem melalui pemahaman tentang fenomena alam seperti curah hujan, kelembapan udara, penguapan air permukaan, dan intensitas sinar matahari yang mencapai bumi.


Prinsip kelima adalah mitigasi bencana ketahanan pangan, yang melibatkan upaya masyarakat untuk mengantisipasi potensi masalah ketahanan pangan akibat perubahan ekstrem dalam kondisi alam dan lingkungan. Mitigasi ini melibatkan partisipasi aktif masyarakat dalam menghadapi situasi sulit tersebut.


Dalam Sistem Pemerintahan Islam, negara memberikan dukungan kepada para ilmuwan dengan memberikan dana penelitian serta menghargai prestasi-prestasi mereka. Hal ini bertujuan untuk mendorong para peneliti dalam mengembangkan ilmu pengetahuan guna memenuhi kebutuhan pangan warga negara, khususnya mengatasi dan mencegah penyakit yang dapat membahayakan suplai pangan domestik seperti kasus LSD pada hewan ternak.


Bersama sistem kehidupan yang sesuai dengan aturan Islam, seluruh warga negara bisa terpenuhi kebutuhan pokoknya, yakni sandang, papan dan pangan. Sehingga dalam sistem Islam, pemenuhan kebutuhan pangan dengan baik, bukanlah menjadi angan-angan. Begitulah Islam, sistem Rahmatan Lil 'Alamiin yang mampu menjadi solusi kehidupan.

Wallahualam bissawab. [GSM]