Wajah Muram Sistem Pendidikan Sekuler
Analisis
Semua kerusakan yang terjadi tidak lain buah dari sistem pendidikan yang ada saat ini yakni sistem pendidikan sekuler-materialistik
Sistem pendidikan ini sejatinya hanya produk dari sistem kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang juga sekuler. Sistem kehidupan sekuler nyata-nyata menjauhkan kehidupan manusia dari agamanya (Islam)
____________________
Penulis Ummu Ainyssa
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, ANALISIS - Berbagai peristiwa telah mewarnai dunia pendidikan kita. Banyaknya tawuran antar pelajar di berbagai kota, perilaku siswa yang sudah masuk dalam tindak kriminal, maraknya geng motor pelajar, penyalahgunaan narkoba, demonstrasi guru dan tenaga pendidik yang menuntut dinaikannya tunjangan mereka, hingga meningkatnya seks bebas di kalangan pelajar menambah deret panjang persoalan pelik yang dihadapi masyarakat di negeri ini.
Ditambah lagi kasus perundungan yang dilakukan siswa, mahasiswa, maupun para peserta didik nyata-nyata menunjukkan betapa rapuhnya dunia pendidikan saat ini. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat menimba ilmu, mendidik para generasi penerus bangsa yang kuat, cerdas, berakhlakul karimah, justru malah banyak yang gagal melahirkan pribadi yang saleh. Bahkan bagi sebagian siswa, sekolah berubah menjadi tempat yang begitu menyeramkan, menimbulkan trauma, bahkan menjadikannya seorang pendendam.
Seperti kasus yang dialami Zaharman (58 tahun) awal bulan Agustus lalu berhasil menyita perhatian publik. Ia adalah guru olahraga SMA Negeri 7 Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu yang mengalami buta permanen pada mata sebelah kanannya akibat diketapel oleh EJ, orangtua salah satu muridnya. Kasus itu berawal saat ZH menegur salah seorang siswanya, PD (15 tahun) karena kedapatan merokok. Namun teguran itu diabaikan oleh PD. Lantaran tidak suka dengan tanggapan PD, guru itu spontan menendang bagian tubuh PD.
PD yang tidak terima ditendang oleh gurunya, akhirnya melaporkan hal tersebut kepada orang tuanya, EJ. EJ langsung mendatangi sekolah anaknya dengan membawa ketapel dan batu hendak mencari guru yang dimaksud. Tanpa pikir panjang EJ melayangkan ketapelnya ke arah ZH hingga mengenai mata sebelah kanannya. Akibatnya mata guru mengeluarkan darah. EJ kabur meninggalkan sekolah. Kabar terakhir EJ telah menyerahkan diri kepada pihak kepolisian. (CNNIndonesia, 6/8/2023)
Masih dari sumber yang sama, sehari sebelumnya, kasus perundungan juga mengakibatkan seorang siswa diamankan polisi. Sebut saja ARR (15 tahun) siswa kelas 10 SMA di Banjarmasin, Kalimantan Selatan yang nekat menikam teman satu sekolahnya MRN (15 tahun). Sebuah video viral di media sosial yang menggambarkan detik-detik ia masuk ke dalam ruang kelas, menghampiri MRN yang duduk di barisan belakang dan langsung menusukkan pisau beberapa kali. Kepada polisi, ARR mengaku nekat melakukan hal itu lantaran ia merasa kesal sebab korban sering melakukan perundungan terhadapnya. Alhasil demi melampiaskan dendamnya, ARR yang semula menjadi korban perundungan berubah menjadi pelaku penusukkan. (CNNIndonesia, 3/8/2023)
Sementara dari Depok, seorang mahasiswa yang seharusnya bisa memberikan contoh yang baik dan menjadi penerus peradaban justru menjadi pelaku tindak kriminal. MNZ (19 tahun) mahasiswa Universitas Indonesia (UI) Depok, ditemukan tewas di dalam kamar kosnya di Kawasan Kukusan, Beji, Kota Depok dalam keadaan terbungkus plastik hitam di kolong tempat tidurnya pada Jumat (4/8/2023). AKP Nirwan Pohan, selaku Wakasat Reskrim Polres Metro Depok menyatakan bahwa MNZ adalah korban pembunuhan yang dilakukan oleh AAB (23 tahun) yang tidak lain seniornya sendiri. Kepada polisi AAB mengaku tega menghabisi nyawa juniornya karena hendak menguasai harta korban. AAB juga mengaku bisnisnya hancur hingga terlilit utang pinjaman online, sementara ia melihat bisnis korban lebih beruntung. (Republika[dot]com, 5/8/2023)
Sekularisme Sumber Kerusakan
Jika kita tengok, semua kerusakan yang terjadi tidak lain buah dari sistem pendidikan yang ada saat ini yakni sistem pendidikan sekuler-materialistik. Sistem pendidikan ini sejatinya hanya produk dari sistem kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang juga sekuler. Sistem kehidupan sekuler nyata-nyata menjauhkan kehidupan manusia dari agamanya (Islam). Aturan, nilai, pandangan Islam tidak pernah digunakan untuk menata berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan. Sistem pendidikan semacam ini terbukti telah gagal melahirkan manusia saleh yang sekaligus menguasai sains dan teknologi.
Sistem pendidikan yang materialistik hanya akan memberikan siswa basis pemikiran yang terukur secara materi. Bahwa hasil dari pendidikan adalah siswa dapat mengembalikan investasi yang dikeluarkan oleh orang tua mereka. Pengembalian itu bisa berupa gelar sarjana, bisa bekerja dengan jabatan yang mapan, serta gaji yang tinggi. Sementara, pembentukan karakter siswa yang seharusnya menjadi bagian terpenting dari proses pendidikan justru kurang menjadi perhatian.
Kemudian asas sekuler yang menjadi dasar dari sistem ini sudah pastinya akan memengaruhi penyusunan struktur kurikulum. Di mana, kurikulum yang berbasis penguasaan tsaqofah Islam dan pembentukan kepribadian Islam tidak lagi diberi ruang. Tidak berfungsinya guru/dosen dan rusaknya proses belajar mengajar tampak dari peran guru yang sekadar transfer ilmu pengetahuan (transfer of knowledge), bukan sebagai pendidik yang berfungsi mentransfer ilmu pengetahuan dan kepribadian (transfer of personality). Sebab, kepribadian guru/dosen sendiri hasil dari didikan sistem yang rusak juga.
Begitu juga dengan kelemahan pada unsur keluarga yang umumnya tampak dari lalainya para orang tua untuk menanamkan dasar-dasar keislaman yang benar kepada anaknya. Lemahnya pengawasan orang tua terhadap pergaulan anak dan minimnya teladan dalam sikap kesehariannya makin memperparah terjadinya disfungsi rumah sebagai salah satu unsur pelaksana pendidikan.
Sementara dalam kehidupan masyarakat, sistem sekuler telah nyata berhasil menguasai semua aspek kehidupan. Pergaulan yang serba bebas dan tak acuh terhadap aturan agama, berita di berbagai media yang mempropagandakan hal-hal yang negatif seperti pornografi dan pornoaksi maupun berbagai tindak kekerasan menambah langkanya keteladanan dalam masyarakat. Maka sudah tentu keadaan keluarga dan masyarakat yang demikian akan memberikan pengaruh negatif pada pribadi anak didik.
Paradigma Pendidikan Islam
Penyelesaian berbagai problem pendidikan yang mendasar ini harus dilakukan pula secara fundamental. Hal itu hanya dapat ditempuh dengan satu jalan yaitu mengubah paradigma dari sistem pendidikan itu sendiri. Secara paradigma, pendidikan harus dikembalikan pada asas akidah Islam yang mampu menjadi dasar penentuan arah dan tujuan pendidikan, penyusunan kurikulum dan standar nilai ilmu pengetahuan serta proses belajar mengajar, termasuk membentuk kualitas guru atau dosen serta budaya sekolah atau kampus yang akan dikembangkan.
Pendidikan merupakan bagian kebutuhan dasar manusia. Sering kali kita mendengar bahwa sarjana adalah Agent of Change. Hanya saja seperti apa perubahan tersebut sangatlah ditentukan oleh model sistem pendidikan apa yang digunakan dan berlandaskan kepada ideologi apa dasar pendidikan itu dibangun.
Dalam paradigma Islam, tujuan pendidikan adalah untuk membentuk manusia yang berkepribadian Islam (Syakhsiah Islamiyah), menguasai tsaqofah Islam, serta menguasai ilmu kehidupan (iptek dan keahlian). Pada hakikatnya konsekuensi sebagai seorang muslim adalah ia harus memegang erat identitas kemuslimannya dalam seluruh aktivitas hidupnya. Salah satunya tampak pada pola berpikir (aqliyah) dan pola sikapnya (nafsiyah) yang Islami. Islam juga mendorong setiap muslim untuk menjadi manusia yang berilmu dengan cara mewajibkan menuntut ilmu. Sementara itu Islam mendorong manusia untuk menguasai ilmu kehidupan agar umat Islam dapat meraih kemajuan material sehingga dapat menjalankan fungsinya sebagai khalifah di muka bumi.
Negara Sebagai Penyelenggara Pendidikan
Islam bukan hanya sekadar agama, tetapi merupakan sebuah sistem yang mampu memberikan solusi terhadap berbagai problematika yang dihadapi manusia, termasuk perkara pendidikan. Dalam Islam, negara wajib mengatur segala aspek yang berkenaan dengan sistem pendidikan. Bukan hanya persoalan yang berkaitan dengan kurikulum, metode pengajaran, dan bahan-bahan ajarnya, tetapi juga mengupayakan agar rakyat dapat memperoleh pendidikan secara mudah.
Berkenaan dengan hal ini Rasulullah saw. menegaskan dalam hadisnya bahwa seorang imam/pemimpin adalah pemelihara segala urusan rakyatnya, dan ia akan dimintai pertanggung jawaban atas semua urusan rakyatnya. Perhatian Rasulullah terhadap dunia pendidikan tampak ketika beliau menetapkan agar para tawanan perang Badar dapat bebas jika mereka mengajarkan baca tulis kepada 10 orang penduduk Madinah. Apa yang beliau lakukan tersebut merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan kepala negara. Ia bertanggung jawab penuh terhadap seluruh kebutuhan rakyatnya.
Imam Ibnu Hazm dalam kitabnya Al-Ahkam menjelaskan bahwa seorang kepala negara (khalifah) berkewajiban untuk memenuhi sarana-sarana pendidikan, sistemnya dan orang-orang yang digaji untuk mendidik masyarakat. Sementara, jika kita melihat sejarah Kekhalifahan Islam maka kita akan melihat perhatian para khalifah terhadap pendidikan rakyatnya yang sangat besar. Demikian pula perhatiannya terhadap nasib para pendidiknya.
Berdasarkan sirah Nabi saw. dan tarikh Daulah Khilafah Islamiyah (Al Baghdadi, 1996), negara memberikan jaminan pendidikan secara gratis dan kesempatan seluas-luasnya bagi seluruh warga negara untuk melanjutkan pendidikan ke tahapan yang lebih tinggi dengan fasilitas sarana dan prasarana yang disediakan negara. Begitupun mengenai kesejahteraan dan gaji para pendidik juga sangat diperhatikan, sebab hal itu termasuk kewajiban negara yang diambil dari kas baitulmal.
Dalam beberapa ijma juga digambarkan bagaimana para sahabat yang memberikan gaji kepada para pendidik dari baitulmal dengan jumlah tertentu bahkan membebaskan biaya bagi peserta didik. Sebagai contoh pada saat Khalifah Al Muntasir mendirikan Madrasah Al Muntashiriah di kota Baghdad, beliau memberikan beasiswa pada setiap siswa berupa emas seharga satu dinar (4,25 gram emas). Kehidupan sehari-hari mereka dijamin sepenuhnya oleh negara. Berbagai fasilitas sekolah disediakan, seperti perpustakaan beserta isinya, rumah sakit dan pemandian.
Begitu pula pada abad keenam Hijriah saat Khalifah Sultan Nuruddin Muhammad Zanky mendirikan Madrasah An-Nuriah di Damaskus. Dalam Madrasah ini beliau menyediakan ruang besar yang dipergunakan untuk diskusi dan ceramah, asrama siswa, perumahan staf pengajar, serta tempat peristirahatan para pelayan.
Penutup
Demikian, pemaparan sistem pendidikan di dalam Islam. Betapa unggulnya sistem pendidikan yang diatur oleh syariat Islam. Bukan sesuatu yang utopis bagi kita untuk kembali merasakan betapa sempurnanya Islam mengatur masalah pendidikan, bahkan juga semua aspek. Semua ini hanya dapat kita rasakan saat negara kembali menerapkan aturan Islam secara totalitas dalam segala aspek kehidupan.
Wallahualam bissawab [Dara]