Asap Kapitalis di Paru-Paru Dunia
Opini
Selama kapitalisme bercokol di dunia ini, bumi tidak pernah aman, negara-negara adikuasa pemilik modal besar melalui tangan-tangan korporasi akan terus mengintai untuk menguasai negeri-negeri yang kaya akan sumber alamnya
______________________________
Penulis Titien Khadijah
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Bukan hanya diakibatkan api asmara saja yang berakibat sengsara, sekarang api dari kebakaran hutan dan lahan, telah membuat kesengsaraan rakyat banyak.
Kebakaran hutan dan lahan di Sumatra, Papua, Kalimantan, dan daerah-daerah lain di negeri pertiwi, bukanlah merupakan azab tetapi asap yang membawa kepedihan di mata dan hati nurani. Sebuah kisah klasik berulang-ulang dari kebakaran hutan yang selalu meninggalkan jejak pilu.ukan hanya rasa sesak di dada tapi rasa penderitaan karena pencemaran dari polusi udara, gelap terasa pekat karena simbol dari kehidupan sang matahari yang tertutup kabut asap, ini adalah ulah dari ketamakan para korporasi.
Selain pencemaran udara di Jakarta, permasalahan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia menjadi sorotan dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Direktur Jenderal Penegakkan Hukum (KLHK) menyebut pihaknya telah melakukan gugatan terhadap 22 korporasi ataupun perusahaan yang menyebabkan kebakaran hutan dan lahan di Indonesia. Dari 22 perusahaan yang digugat, sebanyak 14 perusahaan diketahui telah berkekuatan hukum tetap atau inkracht, dengan total nilai putusan mencapai Rp5,60 triliun. (Kompas[dot]TV, 20/8/2023)
Hutan yang ditumbuhi pepohonan yang lebat dengan berbagai spesies hewan dan tumbuhan di dalamnya. Hutan sebagai paru-paru dunia dengan fungsinya sebagai penjaga keseimbangan ekosistem, penampung karbon dioksida, habitat hewan hidup, pengatur iklim, melestarikan tanah dan lainnya. Namun, saat ini hutan telah beralih fungsi tidak berjalan dengan semestinya.
Selama kapitalisme bercokol di dunia ini, bumi tidak pernah aman, negara-negara adikuasa pemilik modal besar melalui tangan-tangan korporasi akan terus mengintai untuk menguasai negeri-negeri yang kaya akan sumber alamnya.
Sangat disayangkan, kini hutan di Indonesia menghadapi ancaman yang serius, tim peneliti dari Duke University pada 2019 mengatakan tingkat deforestasi Indonesia masih tinggi yang akan mengundang kekhawatiran global. Salah satu bentuk deforestasi atau penghilangan hutan dengan cara menebang pohon atau membakarnya demi pembukaan lahan baru untuk keperluan industri.
Isu mengenai pembukaan lahan besar-besaran untuk alih fungsi dari hutan menjadi kebun kelapa sawit, infrastruktur, bukan sekadar omong kosong. Papua, Kalimantan, Sumatra, matahari tertutup asap kapitalis di paru-paru dunia yang membuat dampak negatif bagi bumi.
Para korporasi adalah tangan-tangan dari kapitalisme yang dengan serakahnya memorakporandakan kelestarian hutan di tanah Indonesia. Mereka mencari untung sebesar-besarnya tanpa memikirkan rakyat sekitar yang kena dampak dan kelestarian bumi.
Para korporasi menghalalkan berbagai cara, dengan berkolaborasi dengan pemerintah daerah untuk bebas membabat hutan dan membakarnya. Kerakusan para korporasi yang berlindung di balik regulasi pemerintah membuat bumi Indonesia rusak dan gap kemiskinan yang semakin lebar. Kekuasaan yang bersekutu dengan korporasi cenderung tidak malu menjual lahan negerinya sendiri.
Islam Solusi Tuntas
Penggunaan kepemilikan umum ada dua macam, yaitu:
1) Benda-benda umum yang bisa dimanfaatkan secara langsung dengan syarat tidak boleh menimbulkan bahaya (dharar) kepada orang lain serta tidak menghalangi orang lain untuk turut juga memanfaatkannya.
2) Benda-benda umum yang tidak mudah dimanfaatkan secara langsung dan membutuhkan dana besar untuk keahlian di dalamnya, seperti minyak bumi, gas, emas dan barang tambang lainnya. Terkecuali hutan untuk dimanfaatkan secara langsung seperti ranting kayu, untuk kayu bakar, pengembangan terbatas sesuai dengan kebutuhan, pemanfaatan untuk berburu, mengambil buah, madu, air, dan isinya yang ada di hutan yang bisa bermanfaat buat kebutuhan rakyat, ini dibolehkan asal tidak menumbuhkan bahaya serta tidak menghalangi orang lain untuk memanfaatkannya.
Penanganan dalam segi politiknya bersifat sentralisasi dalam masalah kebijakan politik, pengangkatan dirjen kehutanan dan kebijakan keuangan, di dalam administrasi bersifat desentralisasi (pemerintah provinsi/daerah) seperti dalam hal surat menyurat kepegawaian dinas kehutanan, pembayaran gaji karyawan, pengurusan jual beli hasil hutan untuk dalam negeri dan lainnya, hasilnya masuk ke kas negara yang didistribusikan untuk kemaslahatan dan kesejahteraan rakyat.
Sedangkan untuk distribusi hasil hutan boleh ditetapkan negara dengan berbagai cara selama untuk kemaslahatan rakyat secara benar, dan di dalam Islam negara harus memberikan sanksi yang tegas atas semua pihak, seperti para korporasi baik asing maupun pribumi, yang telah merusak hutan, pembakaran hutan, pembalakan liar dengan hukuman berat, dengan hukuman yang membuat efek jera agar kejahatan perusakan hutan tidak terulang dan hak masyarakat terlindungi.
Hutan termasuk kepemilikan umum, bukan kepemilikan individu atau negara.
Hadis Nabi Muhammad saw., "Kaum muslimin berserikat dalam 3 hal; air, padang rumput (gembalaan), dan api." (HR. Abu Dawud, Akhmad, Ibnu Majah), menunjukkan bahwa tiga benda tersebut adalah kepemilikan umum disebabkan karena memiliki sebab tertentu yaitu sebagai hajat hidup orang banyak, pengelolaannya hanya bisa dilakukan oleh negara untuk kesejahteraan rakyatnya bukan diserahkan kepada pihak asing yang membuat rakyat sengsara.
Wallahualam bissawab.[SJ]