Alt Title

Karut Marut PPDB, Tak Berdayanya Pemerintah Atasi Pendidikan

Karut Marut PPDB, Tak Berdayanya Pemerintah Atasi Pendidikan

Nyatanya negara hanya sebagai regulator dan fasilitator bukan pelaksana atau operator. Oleh karena itu swasta menjadi harapan dalam proses pendidikan karena kurangnya daya tampung sekolah negeri. Negara memandang jika bermitra dengan swasta itu menjadi solusi, bukan membangun sekolah yang memadai. Nyatanya pada sistem kapitalis keterlibatan swasta kebanyakan didasari motivasi mencari keuntungan. Sehingga PPDB pada sistem kapitalis persoalannya tidak akan terselesaikan
_________________________


Penulis Neny Nuraeny

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pendidik Generasi


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Sistem zonasi sekolah lagi-lagi menuai kontroversi. Banyaknya ketidaksinkronan antara peraturan dan kenyataan yang menyebabkan protes para orang tua. Berdasarkan penelusuran data pendaftarannya, dari 161 siswa baru SMAN 1 Bogor, hanya empat yang dari daerah sekitar. Para orang tua pun merasa heran, saat pendaftaran, mendapat posisi kedua, namun berubah bahkan menghilang. Kemudian salah satu wali murid Joko Sarjanoko, mengungkapkan bahwa “banyak warga yang berasal dari luar sekolah, bahkan ada 13 anak dari kabupaten yang masuk jalur zonasi, ini merupakan bentuk ketidakadilan yang dilakukan oleh panitia penerimaan siswa baru," tambahnya. Sementara, ketua PPDB SMAN 1 Bogor membantah pernyataan tersebut, semua yang mengajukan pendaftaran telah memenuhi syarat, dan menegaskan kembali jika semua siswa berasal dari Bogor Tengah. (Bogor, Bersatu[dot]com)


Tidak dapat dimungkiri, pemilihan sekolah dapat dilihat dari fasilitas dan kualitas, infrastuktur yang memadai, dan mempunyai guru-guru yang berpengalaman. Namun, banyak siswa tidak masuk sekolah negeri manapun dan terpaksa masuk ke sekolah swasta yang mahal. 


Sengkarut PPDB zonasi, menguatkan pesan betapa lemahnya negara mengatur urusan pendidikan. Padahal pendidikan adalah hal dasar yang harus terpenuhi untuk individu dan masyarakat. Masalah yang ditimbulkan saat ini sebenarnya adalah cara pengelolaan yang keliru dan berpacu pada penerapan kekuasaan kapitalis, hingga negara dituntut memberi kesempatan kepada swasta atau masyarakat untuk terlibat menyelesaikan persoalan pendidikan. Padahal itu adalah tugas negara.


Nyatanya negara hanya sebagai regulator dan fasilitator bukan pelaksana atau operator. Oleh karena itu swasta menjadi harapan dalam proses pendidikan karena kurangnya daya tampung sekolah negeri. Negara memandang jika bermitra dengan swasta itu menjadi solusi, bukan membangun sekolah yang memadai. Nyatanya pada sistem kapitalis keterlibatan swasta kebanyakan didasari motivasi mencari keuntungan. Sehingga PPDB pada sistem kapitalis persoalannya tidak akan terselesaikan. 


Berbeda dengan sistem Islam, kepala negara atau Khalifah adalah pihak yang paling bertanggung jawab dalam terselenggaranya pendidikan. Negara hadir sebagai pelaksana dalam layanan pendidikan untuk masyarakat secara adil. Hal ini karena Islam telah menetapkan negara sebagai penanggungjawab penguasaan urusan seluruh umat. Sebagaimana dalam hadis mengungkapkan “Seorang imam (Khalifah/kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan diminta pertanggung jawaban atas urusan rakyatnya.” (HR Al-Bukhari)


Dengan demikian, negara bertanggung jawab menyediakan semua fasilitas dan kualitas yang memadai, gedung sekolah beserta seluruh kelengkapannya, kurikulum yang jelas, guru yang kompeten dan profesional. Dalam hal ini negara Islam atau Khilafah berpegang dalam tiga prinsip yaitu kesederhanaan peraturan, profesional pengurus, dan kecepatan pelayanan, sehingga mendaftar sekolah akan mudah dan terasa adil, dan tidak akan serumit ini. 


Sebagai penanggungjawab, negara tidak diperbolehkan kerjasama atau menyerahkan pada pihak swasta. Walaupun swasta masih diberi kesempatan untuk beramal saleh dan berkontribusi untuk pendidikan. Namun, keberadaan mereka tidak akan sampai menggantikan peran negara yang sebenarnya. Adapun mengenai anggaran pendidikan negara akan mengelola anggaran terpusat di baitul mal. Negara mampu membiayai seluruh kebutuhan pendidikan yang berkualitas, gratis dan mudah diakses oleh semua pihak.


Khilafah dapat mengokohkan suasana takwa warga negaranya dan terus membangun paradigma pendidikan yang sahih di tengah masyarakat. Sehingga masyarakat memandang lurus tujuan dari proses pendidikan yaitu berlomba-lomba dalam mencari derajat tertinggi di hadapan Allah Swt. melalui ilmu yang diperolehnya. 


Dengan ketersediaan sekolah yang berkualitas, keberlangsungan pendidikan berjalan dengan khidmat tanpa kisruh. Pencapaian pendidikan benar-benar optimal untuk membangun peradaban. Demikianlah betapa mudahnya sekolah di sistem Khilafah, itu karena  pengaturan pendidikan yang diserahkan pada aturan Allah Swt.

Wallahualam bissawab. [GSM]