Alt Title

Generasi Polos Suka Bolos, Apa Kata Akhirat?

Generasi Polos Suka Bolos, Apa Kata Akhirat?

Sejatinya inilah bencana besar yang akan kita hadapi di masa mendatang, generasi polos yang suka bolos. Polos dalam artian kosong dari visi misi menuntut ilmu yang benar, kosong dari nilai perjuangan menjadi manusia yang bermanfaat bagi manusia lain bahkan kosong dari keinginan menjadi hamba Allah yang diridai dunia akhirat

Penyelesaian sebatas pembinaan tak akan ada hasilnya jika konsepnya masih saja kapitalis sekuler. Malah bisa jadi hanya berakhir sebagai petuah tanpa maruah atau tanpa isi. Masihkah kita merasa baik-baik saja jika faktanya demikian?

__________________________


Penulis Rut Sri Wahyuningsih

Institut Literasi dan Peradaban



KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Imam Syafi'i, seorang ulama besar mengatakan, "Jika kamu tidak tahan terhadap penatnya belajar, maka kamu akan menanggung bahayanya kebodohan". Sepertinya, petuah berharga ini tak berguna bagi sebagian pelajar di Sidoarjo. Radar Sidoarjo[dot]id, 30 Mei 2023 melansir berita, Satpol PP Sidoarjo merazia sebuah warung kopi (warkop) yang ada di Kelurahan Magersari, Kecamatan Sidoarjo. Razia tersebut dilakukan karena diduga beberapa pelajar sering nongkrong saat sedang bolos sekolah.


Sekretaris Satpol PP Sidoarjo Yani Setiawan mengatakan, “Kita berhasil mengamankan sekitar 31 pelajar setingkat SMA dan SMP. Kami sudah memanggil orang tua siswa, pihak sekolah serta Dinas Pendidikan terkait." Mereka dari 4 sekolah di Sidoarjo, 28 siswa dari SMA dan SMK, 2 siswa dari SMP, serta 1 siswa yang tidak mengenakan seragam. 


Selanjutnya Yani mengatakan anak-anak itu tidak hanya diberikan sanksi berupa peringatan, namun berlanjut melakukan pembinaan kepada siswa dan orang tua mereka. Harapannya dapat membentuk generasi yang lebih baik. Selama razia, imbuh Yani, ditemukan beberapa barang bukti. Seperti rokok di lokasi warkop tersebut. Meski tidak ada indikasi tawuran, namun kegiatan nongkrong sembarangan di jam sekolah tetap memprihatinkan.


Yani menegaskan, pihaknya berencana untuk meningkatkan intensitas kegiatan razia serupa. Mereka akan bekerja sama dan berkoordinasi dengan dinas terkait untuk melaksanakan langkah-langkah yang lebih efektif dalam mengatasi masalah nongkrong pelajar saat sedang bolos. 


Belajar Tak Menyenangkan atau Kaburnya Visi Misi Pendidikan?


Urusan bolos memang kerap jadi bahaya laten di negeri ini, hanya karena hal sepele semisal tak suka gurunya, mata pelajarannya atau yang lain para pelajar itu ringan sekali melakukan bolos. Fenomena tak cinta ilmu, tak sayang waktu kemudian berpikir pendek adalah buah dari cara berpikir kapitalisme. Segala sesuatu dilihat dari materi, jika tak tampak mata, maka dorongan untuk serius melemah. Padahal, dampaknya sangat luar biasa. Yakni Kebodohan. 


Apa yang bisa diharapkan dari generasi yang bodoh? Kapitalisme landasannya adalah sekuler, memisahkan agama dari kehidupan, padahal, belajar sejatinya bukan hanya harus paham ilmu, sains, teknologi tapi juga agama. Dan ini yang terpenting, agar setiap manusia yang berilmu tak memiliki jiwa yang kering. Tak beradab bahkan tak kenal halal haram. 


Apa mau dikata, inilah faktanya, negara kita berikut negara di dunia mengadopsi kapitalisme, sehingga dalam penyusunan kurikulum kering dari pembentukan kepribadian mulia. Apalagi di Indonesia hari ini diterapkan kurikulum merdeka yang langsung terhubung dengan link usaha dan industri. Sebab, dalam pandangan kapitalisme, sukses pendidikan adalah jika bisa menghasilkan lulusan yang mampu terserap dunia kerja. Meski hanya sebatas buruh di negeri orang. Kerjasama-kerjasama dengan luar negeri yang dibangun sekolah atau perguruan tinggi yang digagas menteri pendidikan kita tak lebih dari proyek pengadaan buruh terampil bagi perusahaan multinasional itu. 


Sedangkan tenaga ahli, bahkan ilmuwan yang berinovasi, kreatif dan bervisi mutakhir diisi oleh tenaga asing. Dengan bayaran dolar dan ditempatkan di perusahaan-perusahaan strategis. Sudah jamak jika ijazah di negeri ini tak lebih berharga dari bungkus nasi padang. Pengangguran tingkat sarjana merajai angka pengangguran terbuka. 


Wajar saja jika semangat belajar anak masa kini begitu lemah, segala sesuatu serba instan, termasuk cara mereka belajar bisa dipelajari dengan mudah di internet. Kharisma guru, adab kepada mereka berikut cara belajar talaqiyan fikriyan (belajar bersama guru secara langsung) lambat laun memudar seiring dengan kaburnya visi misi belajar sesungguhnya. 


Sejatinya inilah bencana besar yang akan kita hadapi di masa mendatang, generasi polos yang suka bolos. Polos dalam artian kosong dari visi misi menuntut ilmu yang benar, kosong dari nilai perjuangan menjadi manusia yang bermanfaat bagi manusia lain bahkan kosong dari keinginan menjadi hamba Allah yang diridai dunia akhirat.


Penyelesaian sebatas pembinaan tak akan ada hasilnya jika konsepnya masih saja kapitalis sekuler. Malah bisa jadi hanya berakhir sebagai petuah tanpa maruah atau tanpa isi. Masihkah kita merasa baik-baik saja jika faktanya demikian?


Pendidikan Islam Mewujudkan Generasi Cerdas dan Bertakwa


Tujuan pendidikan dalam Islam tak sekadar menjadikan generasi cerdas, namun juga bertakwa. Perilaku dan perkataannya menjadi manifestasi pahamnya mereka terhadap visi dan misi hidup di dunia. Tiga persoalan besar manusia di dunia ini terjawab dengan sempurna melalui pendidikan yang berbasis akidah. 


Dari mana asal manusia, untuk apa diciptakan dan kemana setelah kematian adalah tiga persoalan besar bagi manusia, hanya Islam yang mampu menjawab dengan sempurna, yaitu kita diciptakan Allah (QS. Al-Mukminun: 12). Tujuan penciptaan adalah untuk beribadah kepada Allah (QS. Adz-Dzariyat: 56) dan semua akan dikembalikan kepada Allah (QS. At-Taubah: 105) 


Dengan konsep ini, generasi dibekali dengan pendidikan yang memiliki visi misi akhirat. Mereka tak akan menyia-nyiakan kesempatan dalam hidupnya untuk sesuatu yang sia-sia, sebab mereka telah dipahamkan melalui pendidikan berkelanjutan yang tidak berorientasi kepada materi semata. Ditanamkan dalam benak generasi bahwa sukses bukan semata mendapatkan pekerjaan setelah sekolah, mendapat gaji sehingga bisa mendapatkan apapun yang bisa memuaskan kebutuhan jasadiyah dan lain sebagainya. 


Mereka akan tumbuh menjadi generasi yang peduli umat, berkontribusi secara optimal dengan keilmuan mereka untuk kemaslahatan umat dan tentu saja perjuangan mereka amatlah keras untuk meninggikan kalimat Allah dan agama. Agar tujuan ini tercapai, Islam telah menetapkan seperangkat mekanisme yang akan diterapkan oleh seorang pemimpin negara yang bertakwa pula, serta memahami betul fungsi kepemimpinannya. Yaitu mengurusi urusan umat, sebagaimana sabda Rasulullah saw., "Imam (pemimpin) itu pengurus rakyat dan akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus." (HR. Al-Bukhari dan Ahmad)


Maka, pertama pendidikan akan diselenggarakan oleh negara dari dasar hingga perguruan tinggi, gratis dengan fasilitas terbaik baik guru, sumber daya manusia (SDM) maupun sarana dan prasarana. Kedua, negara akan menjamin aspek penunjang lainnya seperti ekonomi, kesehatan dan keamanan berjalan dengan aman dan lancar, agar pendidikan juga bisa terakses setiap individu masyarakat. 


Ketiga, negara akan mengontrol tayangan media sosial terkait konten dengan memberikan sanksi jika ada pelanggaran syariat di dalamnya. Negara akan membatasi kerjasama dengan negara asing terkait tsaqafah dan budaya, jika berpotensi melemahkan bahkan menyerang Islam dan kaum Muslim maka akan dilarang masuk. 


Demikianlah, pendidikan akan dilaksanakan secara holistik komprehensif dengan aspek lainnya. Dan semua pembiayaan ada pada negara dengan dana dari Baitulmaal, kas negara yang juga ditentukan syariat pendapatan dan pengeluarannya. Hingga menjadi keniscayaan, lahirnya peradaban mulia dari generasi yang cemerlang pula. Wallahu a'lam bi ash-shawwab. []