Alt Title

Tingginya Pengangguran di Era Industrialisasi, Mengapa Bisa Terjadi?

Tingginya Pengangguran di Era Industrialisasi, Mengapa Bisa Terjadi?

Sistem kapitalisme yang bercokol di negeri ini semakin menambah tingginya angka pengangguran. Pembangunan industri fokus pada kepentingan korporasi dan oligarki

Sementara industri dalam sistem Islam dibangun untuk kemaslahatan umat, sehingga pengendali industri adalah pemerintah, bukan swasta. Alhasil industri tersebut bisa menyerap tenaga kerja sebanyak-banyaknya

________________________


Penulis Bunda Hanif

Kontributor Media Kuntum Cahaya




KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Salah satu problem besar negara ini adalah tingginya angka pengangguran. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sebanyak 7,99 juta orang di Indonesia masih menganggur atau sekitar 5,45% pada Februari 2023 secara tahunan (year on year). (CNN Indonesia, 5/5/2023)


Adapun pengangguran tertinggi berasal dari tamatan SMK (Sekolah Menekah Kejuruan) dibandingkan tamatan jenjang pendidikan lain, yaitu 9,6%. Hal ini dikarenakan kompetensi lulusan SMK dianggap masih belum bisa memenuhi kebutuhan Industri. (Kumparan, 6/5/2023)


Era industrialisasi seharusnya mampu menyerap tenaga kerja sebanyak-banyaknya. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Sejak dulu, industri tidak bisa menjadi sektor utama dalam menyerap tenaga kerja. Bahkan, kini penyerapan tenaga kerja di sektor informal meningkat hingga mencapai 60%. Inilah yang disebut oleh para pengamat ekonomi sebagai gejala deindustrialisasi.


Tingginya angka pengangguran menunjukkan bahwa pemerintah telah gagal dalam menciptakan lapangan kerja bagi rakyat. Hal ini sekaligus menjadi bukti gagalnya pemerintah dalam menyejahterakan rakyatnya. 


Selama ini pemerintah selalu mengandalkan pihak swasta dalam penciptaan lapangan pekerjaan. Kondisi ini merupakan buah dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang diterapkan di negeri ini. Bisa kita lihat, industri manufaktur yang seharusnya bisa diandalkan dalam menyerap lapangan pekerjaan, hampir seluruhnya milik swasta. Kesejahteraan pekerja bukanlah tujuan utama, melainkan profit perusahaan. 


Belum lagi jika kita bicara upah tenaga kerja. Menekan upah atau bahkan PHK (pemutusan hubungan kerja) akan terus dilakukan agar keuntungan makin melimpah. Masalah makin bertambah dengan adanya TKA (tenaga kerja asing) yang terus berdatangan tanpa bisa dihentikan oleh pemerintah membuat lapangan pekerjaan untuk rakyat di negeri ini semakin sempit. Demikianlah yang terjadi jika industri dikendalikan swasta. 


Selain oleh swasta, industri pun dikendalikan oleh oligarki. Walhasil, pembangunan industri bukan berdasarkan kebutuhan rakyat, melainkan kepentingan oligarki. Contohnya adalah proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Sampai saat ini rakyat terus mempertanyakan urgensi proyek ambisius tersebut. Ini hanya salah satu dari sekian proyek yang lebih mengutamakan kepentingan oligarki. 


Sedangkan untuk pengerjaan proyek tersebut banyak menggunakan TKA. Alih-alih untuk menyelesaikan masalah pengangguran di negeri ini, nyatanya pemerintah malah membolehkan TKA masuk. 


Tingginya angka pengangguran yang berasal dari SMK merupakan bukti adanya kesalahan rancangan pendidikan dalam kaitannya dengan program pembangunan. Program link and match yang terus digulirkan hanya akan menghasilkan SDM berkualitas rendah sebab terus mengikuti kepentingan industri. Selama ini lulusan SMK hanya untuk memenuhi kebutuhan industri. Sehingga wajar saja jika para lulusannya tidak mampu mandiri menciptakan industri sendiri dan berinovasi. Padahal industri jumlahnya sangat terbatas, tidak akan mampu menyerap semua lulusan SMK. Hal inilah yang menyebabkan semakin tingginya angka pengangguran. 


Rancangan pendidikan yang diterapkan selama ini hanya mencetak lulusan sebagai buruh dengan upah yang rendah. Mereka tidak memiliki kesempatan untuk memiliki visi tinggi dengan menciptakan industri baru yang inovatif. 


Untuk bisa menyelesaikan masalah terserapnya lulusan SMK bukan pada link and match antara pendidikan vokasi dan dunia industri, tetapi pada paradigma pendidikan itu sendiri. Pendidikan seharusnya fokus mencetak SDM berkualitas, yang mampu berkontribusi untuk kemaslahatan umat. Bukan SDM yang hanya mampu memenuhi kebutuhan industri. Jika hal ini bisa diwujudkan, sudah pasti angka penggangguran akan turun dengan sendirinya. 


Dunia pendidikan seharusnya mampu menghasilkan lulusan yang mumpuni di bidangnya. Dengan kemampuan yang dimiliki, mereka mampu menciptakan lapangan pekerjaan, bukan malah sekadar mencari pekerjaan. 


Sistem kapitalisme yang bercokol di negeri ini semakin menambah tingginya angka pengangguran. Pembangunan industri fokus pada kepentingan korporasi dan oligarki. Berbeda dengan pembangunan industri dengan sistem Islam yang model pembangunannya menyejahterakan rakyat. 


Di dalam Islam, secara tegas dinyatakan bahwa negara adalah penanggung jawab dalam menyediakan lapangan pekerjaan bagi rakyatnya. Seperti yang disampaikan dalam hadis Rasulullah saw., “Seorang imam (kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyatnya." (HR. Bukhari, 844)


Industri dalam sistem Islam dibangun untuk kemaslahatan umat sehingga pengendali industri adalah pemerintah, bukan swasta. Swasta tidak berhak memiliki alat industri maupun SDA. Contohnya, industri hulu pengilang minyak, harus dikuasai dan dikelola oleh negara demi kemaslahatan umat, sehingga industri tersebut bisa menyerap tenaga kerja sebanyak-banyaknya. 


Negara juga berperan dalam menyediakan fasilitas pendidikan yang berkualitas untuk rakyatnya. Pendidikan yang berkualitas tentu akan menghasilkan SDM yang berkualitas, yang nantinya mampu berkarya. Tidak hanya berkualitas dalam ilmu sains dan teknologi, tetapi juga berkepribadian Islam yang kuat. SDM yang dihasilkan oleh negara yang menerapkan sistem Islam adalah SDM  yang inovatif, kreatif dan produktif. Para lulusannya mampu berkarya untuk kemaslahatan umat, bukan hanya mengejar materi sebanyak-banyaknya. Dengan demikian, kesejahteraan dapat dinikmati oleh seluruh rakyat. Wallahualam bissawab. []