Alt Title

SEKULARISME MENJADIKAN NYAWA TIADA BERHARGA

SEKULARISME MENJADIKAN NYAWA TIADA BERHARGA



Asas sekularisme penyebab rusaknya pemikiran pemuda Muslim


Akidah Islam sebagai landasan kehidupan, merupakan solusi mutakhir atas berbagai persoalan yang menimpa remaja


Penulis Ine Wulansari

Kontributor Media Kuntum Cahaya & Pendidik Generasi


KUNTUMCAHAYA.com-Maraknya tindak kekerasan yang dilakukan remaja sangat menyayat hati. Bagaimana tidak, hal tersebut bahkan sampai menyebabkan nyawa korban melayang. Tak tanggung-tanggung, perilaku keji ini pun bahkan ada yang sengaja merekamnya, entah apa maksud pelaku melakukannya yang pasti tindakannya di luar akal sehat.


Seperti yang tengah viral baru-baru ini, kasus penganiayaan yang dilakukan anak salah satu pejabat publik bernama Mario Dandy Satriyo(20), secara brutal ia menganiaya putra petinggi GP Ansor bernama Cristalino David Ozora (17). Pelaku memukul, menendang, dan menginjak kepala korban beberapa kali. Peristiwa ini terjadi di sebuah perumahan di Pesanggrahan, Jakarta Selatan. Sadisnya, perbuatan kejamnya sengaja direkam oleh rekannya yang saat ini sudah ditetapkan juga sebagai tersangka. (cnnindonesia[dot]com, 25 Februari 2023)


Kasus lainnya, seorang siswi SMP di Kabupaten Bone Sulawesi Selatan meninggal dunia usai diperkosa ramai-ramai oleh rekan sekolahnya. Awalnya siswi tersebut enggan melaporkan pada kedua orangtuanya. Namun setelah didesak ia pun menceritakan kejadian yang menimpanya. (kompas[dot]com, 24 Februari 2023)


Selanjutnya, lima pemuda berusia 17 hingga 19 tahun yang berstatus masih SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) di Kabupaten Purwakarta, diamankan di Mapolsek Pasawahan. Pasalnya, mereka melakukan percobaan pencurian dengan kekerasan. Korbannya pun mengalami luka bacokan di punggung. (jurnalpolri[dot]com, 22 Februari 2023)


Entah apa yang merasuki pikiran anak-anak remaja ini. Dengan mudahnya mereka berbuat tanpa berpikir panjang. Hanya karena provokasi atau keinginan merampas barang orang lain, dengan teganya menganiaya bahkan menghilangkan nyawa. Kerugian yang dialami korban dan keluarganya, tidak akan mampu dibayar dengan apapun juga. Bayang-bayang trauma dan kesedihan mendalam akan selalu ada. Terlebih jika korbannya sampai meregang  nyawa.


Sederet fakta di atas, terbilang sedikit jika dibandingkan dengan banyaknya tindak kekerasan yang mencuat dan viral. Itu artinya, kasus kekerasan yang terjadi di masyarakat jumlahnya lebih besar. Data UNICEF tahun 2016 menunjukkan, bahwa kekerasan pada sesama remaja di Indonesia diperkirakan mencapai 50 persen. (fkkmk[dot]ugm, 14 Maret 2018)


Kenakalan remaja sebenarnya sudah masuk pada tindak kejahatan. Hal tersebut menjadi permasalahan global. Data World Health Organization (WHO) pada 2020 menunjukkan, setiap tahunnya terjadi 200 ribu pembunuhan di kalangan pemuda usia 12-29 tahun. 84 persen kasus melibatkan pemuda laki-laki. Dengan dikeluarkannya data dari WHO ini, memperlihatkan bahwa kekerasan di antara remaja telah menjadi isu kesehatan dunia. Bagaimana kekerasan fisik, perundungan, kekerasan seksual, bahkan pembunuhan oleh pemuda terjadi di seluruh penjuru dunia? Tentu saja, kejadian tersebut bukan sekadar bualan melainkan kenyataan yang menyedihkan.


Kenakalan remaja bukan semata-mata gejolak kawula muda. Masa dari kanak-kanak ke remaja sering dikatakan fase peralihan. Sehingga mereka labil dan sedang dalam tahap mencari jati diri. Namun, persoalannya bukan saja gejolak kawula muda ini. Akan tetapi banyak faktor yang mendorong, hingga menyebabkan ledakan masalah.


Faktor pertama, yakni pendidikan. Jika para pemuda sejak dini memperoleh pendidikan yang baik dari keluarga, maka mereka akan tumbuh matang pada usia balig. Tidak akan mengalami masa krisis identitas, sebab jati dirinya telah terbentuk melalui proses pendidikan oleh keluarganya.


Tetapi sangat disayangkan, pendidikan keluarga yang merupakan benteng terbaik dalam mencegah remaja berbuat kekerasan, justru rapuh. Karena kaum ibu sebagai pihak utama dalam mendidik, malah memilih keluar rumah untuk bekerja. Akibatnya, lahirlah generasi lemah yang mudah galau dan mendorong mereka untuk memperoleh eksistensi sekalipun itu jalan kriminalitas.


Faktor kedua, yakni masyarakat. Di kala pertahanan keluarga rusak, benteng masyarakat pun turut hancur. Fungsi masyarakat sebagai kontrol sosial tidak berjalan baik. Diterapkannya sistem hidup Kapitalisme menjadikan manusia bersikap individualis. Beban hidup yang berat, membuat setiap orang sibuk memikirkan diri sendiri. Sehingga acuh tak acuh terhadap permasalahan di sekitarnya.


Faktor ketiga, yakni negara yang memiliki peran utama dalam menjaga generasi. Tetapi nyatanya negara abai dalam memberikan pendidikan. Justru yang ada, negara menjauhkan agama dari kurikulum pendidikan (sekularisasi pendidikan). Akibatnya, alih-alih menemukan jati dirinya sebagai hamba dan pemimpin di muka bumi, yang ada para pemuda makin terjebak dalam budaya kekerasan. 


Jika budaya kekerasan sudah banyak memakan korban, pemerintah pun kelimpungan mencari solusi. Tapi fakta di lapangan, upaya dalam memberi sanksi pelaku tindak kekerasan ini terbentur batasan umur. Akibatnya, mereka semakin berani karena tidak ada tindakan tegas yang memberi efek jera. Padahal, jelas saja mereka sudah balig.


Persoalan yang membelit remaja, tentu saja disebabkan asas sekularisme yang menjadi dasar kehidupan. Mulai dari sikap keluarga, masyarakat hingga regulasi negara, semuanya sekuler. Sebab landasan sekularisme adalah menjauhkan nilai-nilai agama dari kehidupan. Hasilnya, remaja terjebak dalam pusaran kriminalitas di masa produktifnya.


Akar budaya kekerasan yang menjerat pemuda sudah terang benderang, yakni diterapkannya sekularisme yang membelenggu. Berdasarkan sistem ini, akal menjadi penentu benar dan salah, baik dan buruk. Padahal, akal manusia sangat terbatas. Inilah yang menjadi penyebab utama rusaknya kawula muda. Sehingga mereka jauh dari tujuan diciptakannya, yakni sebagai pemimpin dambaan umat.


Sudah saatnya asas sekularisme yang telah merusak pemikiran pemuda Muslim, dicabut dan diganti dengan asas yang sahih, yakni akidah Islam. Dengan menjadikan akidah Islam sebagai landasan kehidupan, merupakan solusi mutakhir atas berbagai persoalan yang dihadapi. Sebagaimana firman Allah Swt.: 


“Dan Kami telah menurunkan kitab (Al-Qur’an) kepadamu (Muhammad) dengan membawa kebenaran, yang membenarkan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya dan menjaganya, maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang diturunkan Allah.” (QS. Al-Maidah: 48)


Islam dengan aturannya yang sempurna akan diterapkan oleh Daulah Islam. Masalah budaya kekerasan yang menjerat pemuda, Islam memiliki solusi yang komprehensif. Daulah membangun sistem pendidikan yang berasaskan akidah Islam dan bertujuan membentuk sosok berkepribadian Islam. Yakni, mempunyai pola pikir dan pola sikap Islam. Tujuannya, para pemuda akan menjadi orang-orang yang taat pada syariat dan jauh dari tindakan yang Allah larang.


Negara juga melakukan restorasi peran keluarga. Ia menjadi madrasah pertama bagi anak. Juga peran masyarakat yang melakukan amar makruf nahi mungkar. Dengan demikian, tiga benteng kokoh tegak untuk melindungi generasi muda dari berbuat kriminal. Jika aturan sudah diterapkan, masih ada pemuda yang melakukan tindak kejahatan dan ia telah balig, maka negara akan memberi sanksi tegas sesuai syariat.


Dengan solusi menyeluruh yang ditegakkan Daulah Islam, kekerasan yang mewabah di kalangan pemuda akan hilang. Hingga generasi muda Islam menjadi pemuda harapan umat, pembangun peradaban Islam yang gemilang. Wallahualam bissawab.