Alt Title

TRADISI BERULANG MENJELANG RAMADAN

TRADISI BERULANG MENJELANG RAMADAN



Sejatinya penyebab kenaikan harga pangan bukan hanya karena permintaan yang tinggi, tetapi akibat tata kelola pertanian sistem ekonomi Kapitalisme liberal yang berimbas pada gejolak harga pangan


Sistem Kapitalisme menjadikan pemerintah minim dalam hal memenuhi kebutuhan rakyatnya. Kebijakan yang dihasilkannya pun cenderung berpihak kepada korporasi, bukan  rakyat


Penulis Ummu Kholda

Kontributor Media Kuntum Cahaya & Member Komunitas Rindu Surga 


KUNTUMCAHAYA.com-Bulan Ramadan adalah bulan suci yang sangat dinantikan oleh umat Muslim di seluruh dunia. Mereka menyambutnya dengan penuh suka cita. Berbagai persiapan pun dilakukan, mulai dari persiapan fisik, mental hingga persiapan berbagai kebutuhan pokok yang biasa dilakukan oleh para ibu. Namun sayangnya, kegembiraan tersebut dicederai dengan naiknya sejumlah bahan pangan pokok.


Sebagaimana dikutip Katadata[dot]co[dot]id, Jum'at, 3 Maret 2023 yang menyatakan bahwa harga sejumlah bahan pangan pokok seperti cabai, minyak goreng, gula pasir kualitas premium, dan daging ayam ras segar mengalami kenaikan. 


Masih dari laman yang sama, kenaikan tersebut terjadi 20 hari menjelang Ramadan atau bulan puasa. Hal ini disinyalir karena tingginya angka permintaan di pasaran mendekati bulan suci ini. Alhasil para ibu harus mengeluarkan kocek lebih dalam demi mendapatkan sejumlah barang tersebut. 


Kondisi seperti ini sudah menjadi isu yang kerap terjadi saat menjelang bulan Ramadan. Hal demikian tentu saja sangat membebani rakyat yang sudah dipusingkan dengan berbagai kebutuhan lainnya yang juga mahal seperti biaya pendidikan dan kesehatan. Untuk itu Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma'ruf Amin mengimbau agar hal itu dapat diantisipasi dengan baik sehingga harga yang beredar di pasaran nantinya tidak membebani masyarakat. Pernyataan ini disampaikan dalam keterangan persnya di Alila Hotel Solo, Jl. Slamet Riyadi No. 562, Jajar, Kecamatan Laweyan, Surakarta, Jawa Tengah, Rabu 1 Maret 2023.


Lebih lanjut Wapres menyampaikan bahwa pemerintah akan menyiapkan beberapa langkah antisipasi untuk mengatasi kenaikan harga di pasar. Salah satunya adalah dengan mendatangkan bahan pangan dari daerah lain yang memiliki stok lebih dengan biaya transportasi akan ditanggung oleh pemerintah. (Setneg[dot]go[dot]id, 1/3/2023) 


Kenaikan sejumlah harga bahan pangan saat menjelang Ramadan seolah sudah menjadi tradisi di kalangan masyarakat. Tidak hanya menjelang Ramadan, bahkan hari raya dan momen spesial lainnya juga biasanya harga akan naik. Tingginya permintaan seolah menjadi dalih untuk bisa dimaklumi. Terlebih lagi, barang yang naik adalah bahan pangan yang  merupakan kebutuhan pokok utama masyarakat. Hal demikian seharusnya mendapat perhatian penting dari pemerintah agar siklus kenaikan harga pada momen-momen tertentu tidak terjadi secara berulang. 


Sejatinya penyebab kenaikan harga pangan bukan hanya karena permintaan yang tinggi. Akan tetapi akibat tata kelola pertanian yang berada di bawah sistem ekonomi Kapitalisme liberal yang berimbas pada gejolak harga pangan. Sistem inilah yang menjadikan pemerintah minim dalam hal memenuhi kebutuhan rakyatnya. Kebijakan yang dihasilkannya pun cenderung berpihak kepada korporasi, bukan  rakyat. 


Di sisi lain, ada pihak yang sengaja bermain curang dengan menimbun atau memonopoli barang dagangan tertentu. Karena mereka mengetahui bagaimana permintaan bahan pangan yang cukup tinggi saat Ramadan. Masyarakat berbelanja lebih dari hari biasa yang ala kadarnya. Saat Ramadan mereka menyediakan berbagai menu buka puasa, dari takjil, makanan inti hingga buah-buahan lengkap. Situasi ini dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu dengan menaikkan harganya. Sesuai dengan teori ekonomi kapitalisme, apabila permintaan naik maka harga pun akan naik. 


Sehingga tidak kaget lagi ketika menghadapi situasi semacam ini. Karena sesungguhnya inilah watak dari sistem ekonomi kapitalisme. Sistem yang menghasilkan orang-orang dengan hanya memikirkan materi dan manfaat belaka. Masyarakat dianggap  sekadar pasar yang berpotensi untuk meraih keuntungan tanpa memedulikan dampak buruk atau banyaknya orang yang merugi. 


Sistem kapitalisme juga telah menjadikan minimnya peran negara dalam mengurusi rakyatnya. Negara hanya berperan sebagai regulator. Padahal negara seharusnya mengambil upaya antisipatif dalam mengatasi gejolak harga pangan agar masyarakat mudah mendapatkan kebutuhannya. 


Jelaslah bahwa negara dalam sistem ekonomi kapitalisme telah gagal dalam menjaga stabilitas harga dan menyediakan pasokan yang cukup sesuai kebutuhan masyarakat. Berbeda dengan sistem Islam. Negara dalam pandangan Islam berperan sebagai pelayan rakyat. Negara harus hadir sepenuhnya dalam menjamin terpenuhinya kebutuhan rakyat dari mulai sandang, pangan, dan papan, individu per individu. 


Oleh karena itu, masalah pangan akan menjadi prioritas bahkan mendapat perhatian yang penting dari negara. Seorang pemimpin juga akan diminta pertanggung- jawabannya dalam mengurusi rakyatnya. Jangan sampai ada rakyat yang kekurangan bahkan kelaparan. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. yang artinya: "Al-imam (kepala negara) adalah raa'in (pengurus rakyat), dan ia bertanggung jawab atas kepengurusan rakyatnya." (HR. Al-Bukhari) 


Selain itu, negara juga akan bertindak tegas terhadap pihak-pihak yang mencari keuntungan bagi dirinya sendiri. Jika terjadi masalah, negara akan dengan cepat menyelesaikannya secara tuntas. Negara juga akan memperhatikan pengaturan berbagai aspek lainnya dalam rangka pemenuhan kebutuhan pangan dalam negeri. Yakni dengan menjamin tersedianya bahan pangan dengan harga yang terjangkau  dan stabil bagi masyarakat serta mendorong peningkatan dan inovasi penyediaan sumber pangan yang dibutuhkan. Di samping mengupayakan produksi bahan pangan secara mandiri demi kepentingan rakyat semata. 


Terhadap masalah pasar, Islam akan menjamin mekanisme pasar berjalan dengan baik. Negara akan memberantas segala bentuk kejahatan seperti penimbunan, monopoli hingga penipuan. Negara akan menyediakan informasi ekonomi dan pasar serta membuka akses informasi bagi semua orang. Hal ini adalah untuk meminimalkan informasi yang tidak tepat dan bisa dimanfaatkan oleh pelaku pasar yang curang untuk mengambil keuntungan dengan cara yang tidak benar. 


Demikianlah, betapa terlihat peran negara dalam Islam begitu dominan dan sangat memperhatikan rakyatnya. Pemenuhan kebutuhan dasar rakyat dijamin oleh negara. Rakyat tidak khawatir kekurangan karena pasokan yang selalu tersedia dan cukup sesuai kebutuhan. Sehingga umat dapat menyambut dan melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadan dengan khusyuk tanpa dibebani rasa khawatir tidak mampu membeli bahan makanan. 


Hal demikian tentu akan berjalan jika negara hanya menerapkan aturan yang sahih (benar), yakni aturan yang datang dari Sang Pencipta, Allah Swt.. Aturan yang begitu sempurna dan mampu menyelesaikan berbagai problematik kehidupan dengan totalitas. Sehingga kehidupan akan berjalan dengan adil dan penuh berkah. Wallahu a'lam bi ash-shawwab.