Alt Title

DUKA KORBAN GEMPA SURIAH MENGANGA, BAGAIMANA SOLUSINYA?

DUKA KORBAN GEMPA SURIAH MENGANGA, BAGAIMANA SOLUSINYA?


Sistem Kapitalisme sekuler telah melahirkan pemimpin bertangan besi, arogan, tak berbelas kasih pada rakyat. Ketidak-adilan telah menjadikan pergolakan dahsyat yang terus disikapi penguasanya dengan represifitas dan kokangan senjata


Maka perang saudara multi-kepentingan pun terus berlangsung hingga belasan tahun lamanya. Ketika bencana terjadi, proses mitigasi pasca bencana pun terhambat karenanya


Penulis Yuliyati Sambas

Founder Media Kuntum Cahaya & Pegiat Literasi AMK


KUNTUMCAHAYA.com-Gempa bumi dahsyat di Turki dan Suriah yang terjadi pada Senin pagi, 6 Februari 2023 lalu telah menyisakan duka teramat dalam. Gempa berkekuatan 7,8 magnitudo tersebut sudah menewaskan puluhan ribu orang, banyaknya warga terluka, bangunan yang luluh lantak dan dampak psikologis mendalam pada semua korban selamat. 


Duka semakin menganga ketika uluran bantuan dan tanggap bencana yang semestinya hadir dari pihak-pihak penguasa negeri hingga dunia internasional datang secara terlambat tersebab banyak faktor yang menghambatnya. 


Sebagaimana dilansir oleh VOA Indonesia (10/2/2023) bahwa bantuan kemanusiaan PBB baru bisa masuk ke wilayah barat laut Suriah pada hari ketiga pasca bencana terjadi. Itupun diakui masih sangat jauh dari kebutuhan riil di lapangan. Wilayah tersebut adalah bagian Suriah yang dikuasai oleh pihak musuh dari pemerintah Suriah, selain memang telah lama terdampak suasana perang. 


Terlambat dan Terhambat


Keterlambatan diterjunkannya bantuan kemanusiaan dari dunia internasional menyebabkan terhambatnya proses evakuasi dan pertolongan atas semua korban di Suriah khususnya. Tak dapat dibayangkan bagaimana sulitnya menghadapi bencana sementara pertolongan dan bantuan dari luar sulit didapat. Berhari-hari mereka menjalani udara dingin menggigit tanpa adanya perlengkapan tenda, selimut, makanan hangat, akses air bersih, obat-obatan dan seterusnya. Mereka yang memiliki bayi kebingungan mendapat popok, makanan bayi dan lainnya.


Tak terbayangkan pula mereka yang tertimbun puing reruntuhan dan masih bernyawa terus menerus melolong, "Tolonglah saya, saya terperangkap di bangunan ini", betapa menyedihkannya. 


Belum lagi jerit tangis siapapun yang menahan rasa sakit akibat cedera terkena runtuhan bangunan yang roboh, tanpa obat-obatan ada di hadapan mereka. Atau tangis pilu ketika mendapati orang terkasih entah di mana rimbanya. 


Sebagai negara dengan peperangan saudara multikepentingan yang telah terjadi belasan tahun lamanya, ketika gempa menimpa Suriah, lokasi tersebut terisolir dari uluran bantuan dunia luar. Ada beberapa hal yang melatarinya, di antaranya:


Pertama, faktor internal pemerintah Suriah sendiri yang telah menetapkan beberapa organisasi internasional di-black list memasuki wilayahnya.


Kedua, faktor internal juga yang disebabkan dampak peperangan yang telah berkecamuk di negara tersebut.


Ketiga, faktor eksternal berupa adanya kekhawatiran dari negara-negara di dunia dalam menyalurkan bantuannya ke Suriah. Sebagian mereka menganggap bahwa bantuan tersebut bisa disalahgunakan atau dicatut oleh pihak-pihak yang sedang berseteru atau bahkan pemerintah Suriah yang korup. 


Keempat, adanya sanksi internasional dari Amerika dan Eropa menjadikan Suriah seolah terisolir dalam mendapat uluran tangan dari dunia luar. 


Kelima, bahwa akses terdekat dan termudah untuk menjangkau lokasi terdampak di Suriah adalah melalui satu wilayah Turki yang sama parahnya terdampak bencana.


Semua faktor tersebut saling berkaitan mengakibatkan lambatnya bantuan sampai ke lokasi. Proses evakuasi, pemberian bantuan kebutuhan asasi warga pun demikian sulit didapat. Lebih lanjut menjadikan terhambatnya proses mitigasi pasca bencana yang sangat dibutuhkan kecepatan dalam penanganannya.


Duka Korban Bencana di Sistem Kapitalisme Sekuler 


Semua bencana tentu menuai duka. Namun duka korban bencana di alam kapitalis sekuler demikian berat dan meluasnya.


Sistem Kapitalisme sekuler telah melahirkan pemimpin-pemimpin bertangan besi, arogan dan tiada memiliki belas kasih pada rakyat. Ketidak-adilan yang diciptakan di Suriah telah menjadikan pergolakan dahsyat yang terus menerus disikapi oleh penguasanya dengan represifitas dan kokangan senjata. Maka tak mengherankan, perang saudara multi-kepentingan pun terus berlangsung hingga belasan tahun lamanya. Ketika bencana terjadi, proses mitigasi pasca bencana pun terhambat karenanya.


Adanya prinsip nasionalisme di alam Kapitalisme telah menjelma sebagai sekat bagi negara lain bahkan entitas internasional untuk memberikan pertolongannya secara sigap dan optimal.


Nasionalisme pun menjadikan warga Muslim di belahan negeri lain hanya mampu memberi donasi alakadarnya di sela doa yang tak putus dipanjatkan demi keselamatan jiwa saudara Muslim mereka di Suriah dan Turki. Itupun faktanya harus berhadapan dengan kerasnya hambatan yang menghadang tersebab konflik dan sanksi internasional yang telah tercipta belasan tahun lamanya di Suriah.


Tanggap Bencana Terbaik


Berbeda dari sistem Kapitalisme, bahwa dalam sistem Islam kita akan dapati betapa penguasa diangkat dalam rangka mengemban amanah untuk menerapkan syariat-Nya yang sempurna. Amanah bagi penguasa adalah mengurusi semua urusan rakyat dengan penuh keadilan dan rasa cinta. 


Rasulullah Muhammad saw bersabda, "Imam (pemimpin) yah diangkat untuk memimpin manusia itu adalah laksana penggembala, dan ia akan dimintai pertanggungjawabannya  akan rakyatnya (yang digembalakannya)." (HR Imam Bukhari) 


Maka kecintaan yang luar biasa dari pemimpin dalam sistem Islam akan mewujudkan kecintaan pula dari diri rakyat yang dipimpinnya.


Adapun terkait bencana, maka ia dipandang sebagai bagian dari qadha Sang Pencipta yang wajib diterima dengan sepenuh sabar, ikhlas dan taslim (berserah diri). Namun demikian, ada ranah ikhtiar terbaik yang wajib diupayakan oleh hamba dalam menghindarkan semua komponen rakyat dari dampak bencana. Dan hal ini membutuhkan peran semua pihak termasuk negara. Ketika ini dijalankan dengan optimal, risiko bencana bisa diminimalisir sampai tingkat terkecil. Bahkan ketika pun tetap terjadi bencana, pertolongan dan mitigasi pasca bencana akan diupayakan sebaik mungkin.


Islam mengamanatkan kepada penguasa untuk melakukan mitigasi sebelum dan pasca bencana.


Pertama, sebelum terjadinya bencana, upaya antisipatif akan dilakukan oleh semua penguasa dalam sistem Islam. Mulai dari diberlakukan kebijakan tata ruang yang wajib mematuhi peta potensi gempa. Ketika pun ada rakyat yang tinggal di wilayah tersebut, maka negara akan bertanggung jawab dalam mengarahkan hingga memberi kemampuan bagi semua warganya untuk dapat membangun rumah dan bangunan-bangunan tahan gempa di wilayah tersebut.


Kedua, langkah antisipatif pun dilakukan negara dengan membentuk badan/lembaga khusus yang bertugas mendalami urusan gempa dan semua potensi yang ada di baliknya. Lembaga ini akan memberijan informasi bagi penguasa untuk mengeluarkan kebijakan-kebijakan agar semua masyarakat terhindar dari gempa. 


Ketiga, negara memberikan edukasi yang holistik bagi semua rakyat terkait dengan apa, bagaimana ketika gempa terjadi. Hal ini bisa dimasukkan ke dalam kurikulum pelajaran di sekolah-sekolah juga diberikan secara berkala melalui siaran yang meluas oleh media-media informasi yang dimiliki oleh negara.


Keempat, ketika dan pasca gempa negara berperan sebagai garda pertama dan utama dalam memitigasi semua warga yang terdampak. Dengan memberi pertolongan dengan segera. Mengerahkan semua sumber daya yang dimiliki untuk me-recovery dampak bencana baik fisik maupun nonfisik. 


Semuanya dilakukan dengan pola pembiayaan yang tangguh, dikarenakan negara menganut sistem ekonomi Islam yang khas. 


Dengannya maka duka menganga dikarenakan penerapan sistem Kapitalisme sekuler tidak akan pernah ada. Semua negeri Muslim berada dalam satu kepemimpinan sistem Islam. Semua pihak siap diarahkan oleh satu komando yakni seorang penguasa yang teramat cintanya kepada rakyat dengan menerapkan syariat Islam kafah. Sebagaimana yang dahulu diberlakukan oleh Baginda Rasulullah Muhammad saw.. Bahkan hal demikian tak terputus diteruskan oleh Khalifah-Khalifah sepeninggal Rasulullah. Wallahu a'lam bi ash-shawwab.