Ramadan Tanpa Junnah, Sebabkan Maksiat Tetap Berjalan
Opini
Kebijakan pemerintah saat ini tidak menghilangkan
praktik-praktik yang dianggap sebagai bentuk kemaksiatan
_________________________
Penulis Yanti Irawati
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Dakwah
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Larangan Tempat Hiburan Saat Ramadan, Bukti Sekularisme
Dalam menyambut bulan suci Ramadan 1446 Hijriah/2025, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menerbitkan kebijakan yang mengatur operasional tempat hiburan malam.
Berdasarkan Pengumuman Nomor e-0001 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Usaha Pariwisata pada Bulan Suci Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri 1446 Hijriah/2025, tempat hiburan seperti kelab malam, diskotek, rumah pijat, serta mandi uap wajib tutup mulai sehari sebelum Ramadan hingga sehari setelah Idul Fitri. Namun, aturan ini tidak berlaku bagi tempat karaoke dan permainan biliar, yang tetap diperbolehkan beroperasi selama bulan puasa.
Di Banda Aceh, kebijakan mengenai tempat hiburan mengalami perubahan. Jika sebelumnya pemerintah daerah melarang tempat hiburan seperti biliar, play station, dan karaoke untuk beroperasi selama siang hari di bulan Ramadan, kini larangan tersebut dicabut. Revisi aturan ini dianggap sebagai bentuk kelonggaran dalam kebijakan Ramadan di daerah yang dikenal memiliki aturan ketat terkait syariat Islam.
Kebijakan yang beragam di berbagai daerah mencerminkan bagaimana pemerintah saat ini mengatur sektor hiburan selama Ramadan. Meskipun terdapat pembatasan pada beberapa jenis hiburan, faktanya masih ada tempat-tempat hiburan yang diizinkan beroperasi. Ini menunjukkan bahwa sistem yang diterapkan dalam pengelolaan kehidupan sosial masyarakat masih berbasis sekularisme, di mana aturan agama dipisahkan dari regulasi pemerintahan.
Menurut pandangan yang lebih kritis, kapitalisme sekuler yang menjadi dasar kebijakan pemerintah saat ini tidak menghilangkan praktik-praktik yang dianggap sebagai bentuk kemaksiatan. Sistem ini hanya mengatur aspek-aspek tertentu berdasarkan asas kemanfaatan, bukan berdasarkan aturan syariat Islam.
Dalam kapitalisme, keputusan diambil berdasarkan kepentingan ekonomi dan keseimbangan antara bisnis serta norma sosial. Hal ini berbeda dengan sistem Islam yang mengatur seluruh aspek kehidupan, termasuk hiburan dan pariwisata, berdasarkan akidah Islam.
Islam Mengharamkan Kemaksiatan
Dalam pandangan Islam, semua bentuk hiburan yang berpotensi menjerumuskan pada kemaksiatan seharusnya dilarang dan diberi sanksi tegas. Penerapan syariat Islam secara menyeluruh (kafah) diyakini sebagai satu-satunya solusi untuk memberantas segala bentuk kemaksiatan.
Sistem pendidikan Islam juga diharapkan mampu mencetak individu-individu bertakwa yang secara sadar menjauhi praktik-praktik yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam, baik dalam memilih hiburan maupun dalam menjalankan usaha.
Dapat disimpulkan bahwa kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah saat ini masih bersifat pragmatis dan tidak sepenuhnya menyelesaikan masalah yang ada. Regulasi terkait tempat hiburan selama Ramadan masih mengakomodasi sebagian sektor hiburan, menunjukkan adanya pengaruh kapitalisme yang sekuler dalam pengambilan kebijakan. Sementara itu, kebijakan transportasi yang tampak berpihak kepada rakyat hanyalah solusi jangka pendek yang tidak menyelesaikan akar persoalan, yaitu mahalnya biaya transportasi akibat privatisasi sektor publik.
Sebagai alternatif, pandangan yang mengusung penerapan syariat Islam secara kafah dalam sistem pemerintahan menawarkan solusi yang berbeda. Dalam sistem Islam, negara bertindak sebagai pengurus rakyat (raa’in), yang mengatur seluruh aspek kehidupan, termasuk hiburan dan transportasi, sesuai dengan ketentuan syariat. Dengan sistem ini, segala bentuk hiburan yang menjerumuskan ke dalam kemaksiatan akan dicegah dan diberi sanksi, sementara kebutuhan transportasi publik akan sepenuhnya menjadi tanggung jawab negara, bukan swasta.
Meskipun demikian, penerapan sistem Islam dalam skala negara masih menjadi perdebatan di tengah masyarakat yang majemuk. Namun, kritik terhadap kapitalisme yang ada saat ini menunjukkan bahwa masih banyak ketimpangan yang terjadi, baik dalam aspek sosial maupun ekonomi sehingga diskusi mengenai sistem yang ideal dalam mengatur kehidupan masyarakat masih terus berkembang, terutama dalam konteks mencari solusi yang benar-benar dapat memberikan kesejahteraan bagi semua pihak.
Fakta bahwa sistem Islam pernah diterapkan selama 13 abad dengan kemampuannya mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat. Seharusnya menjadikan kita semangat untuk mengembalikan peradaban gemilang tersebut. Wallahualam bissawab. [GSM/MKC]