Alt Title

Efektifkah Penurunan Harga Tiket di Musim Mudik

Efektifkah Penurunan Harga Tiket di Musim Mudik

 


Walaupun pemerintah memberi diskon harga tiket transportasi selama mudik lebaran

tetapi setelah masa mudik harga tiket tetap tinggi


__________________


Penulis Santi Susanti

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Negara kembali mengeluarkan kebijakan penurunan tarif tol dan harga tiket transportasi pada saat arus mudik dan balik Idul Fitri 2025.


Dalam jumpa pers, Presiden Prabowo menjelaskan bahwa aktivitas masyarakat yang mudik Idul Fitri dan berlanjut arus balik yang lazimnya akan ramai sehingga Presiden Prabowo bersama menteri-menterinya akan terus memantau dan memastikan semua fasilitas transportasi dan pelayanan publik dapat berjalan lancar, aman, dan memudahkan arus mudik masyarakat. (VIVA.co.id, 28-2-2025) 


Sebelumnya diberitakan bahwa Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggono menegaskan bahwa Kementerian PU masih membahas rumusan diskon tarif tol selama mudik Idul Fitri 2025 dengan Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) dan Badan Usaha Jalan Tol (BUJT). Berharap rumusan diskon dan tarif tol akan diumumkan dalam waktu dekat. (VIVA.co.id, 27-2-2025) 


Menteri Koordinator Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono menjelaskan bahwa pada 1 Maret 2025 pemerintah juga mulai memberikan Potongan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada harga tiket pesawat hingga 14 persen.


Disebutkan pula bahwa ada beberapa kebijakan di Ramadan salah satunya soal harga tiket. Yang mana secara umum menurunkan biaya atau ongkos kebandarudaraan, juga penurunan harga avtur di 36 bandara, seperti penurunan harga tiket pada Natal dan Tahun Baru. (VIVA.co.id, 1-3-2025) 


Kebijakan Populis


Lagi-lagi negara mengeluarkan kebijakan yang seolah menyelesaikan persoalan seperti menurunkan harga tiket dan tarif tol. Kebijakan ini memang pantas disebut kebijakan populis. Sejatinya bukan solusi mahalnya biaya transportasi, tarif tol, dan sebagainya. Mengingat tarif murah tidak terjadi di luar masa Idul Fitri. 


Seperti salah satu contoh yang dijelaskan oleh Toni seorang karyawan swasta. Ketika liburan tahun baru, ia membeli harga tiket pesawat Garuda sebesar Rp1.600.000. Ada urusan penting, ia harus menunda kepulangan liburannya melebihi masa waktu tahun baru sehingga ketika membeli tiket pesawat untuk pulang sebesar Rp2.500.000 sebab diskon terjadi hanya di masa Natal dan Tahun Baru. (Kompas.id, 8-1-2025) 


Mirisnya, rakyat tidak dapat menawar atau menolak kebijakan pemerintah. Walaupun pemerintah memberi diskon harga tiket transportasi selama mudik lebaran. Akan tetapi, setelah masa mudik lebaran harga tiket tetap tinggi dan memberatkan. Rakyat terpaksa menerima kebijakan yang bisa dikatakan zalim kepada rakyat karena merasa tidak punya pilihan lain selain menerimanya. 


Demikianlah watak kapitalisme yang menetapkan peran negara di bidang ekonomi hanya pada aspek pengaturan (regulasi), pengawasan (monitoring), dan penegakan hukum (law enforcement). Negara hanya membuat aturan sesuai kehendak para operator agar bisnis operator bisa terus eksis, tanpa sedikitpun peduli jeritan rakyat.


Dengan sikap negara seperti itu, berarti negara melepaskan tanggung jawabnya terhadap pemenuhan hajat hidup rakyat berupa transportasi publik. Bahkan, membiarkannya menjadi ajang komersialisasi. 


Hal ini pula yang menyebabkan rakyat sulit mengakses transportasi terjangkau, apalagi gratis. Inilah bukti kegagalan negara yang menerapkan kapitalisme dalam memenuhi hajat transportasi. Apa lagi yang akan diharapkan dari kapitalisme?


Tata Kelola Transportasi Publik Islam Peduli Rakyat


Islam sebagai agama yang mumpuni memiliki sejumlah aturan kehidupan yang berfungsi memecahkan berbagai persoalan kehidupan manusia. Tata kelola transportasi publik ala Islam menjadikan negara sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam menjamin terpenuhinya hajat hidup transportasi publik.


Rasulullah saw. bersabda: “Imam (khalifah) itu laksana penggembala dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap (urusan) rakyatnya.” (HR. Bukhari)


Oleh karenanya, Islam mengharamkan negara yang berfungsi sebagai regulator serta hanya melayani kepentingan operator. Apalagi mengomersialkan harga tiket transportasi publik karena ini akan membuat masyarakat kesulitan. Kebijakan oleh pemerintah sungguh telah menyusahkan rakyat padahal Rasulullah saw. bersabda: "Mudahkanlah dan jangan mempersulit.” (HR. Muslim)


Bahkan, Rasulullah saw. melarang pemimpin menyusahkan rakyat. Rasulullah saw. bersabda: “Ya Allah, barang siapa memimpin umatku, lalu ia menyusahkan mereka, maka susahkanlah ia. Barangsiapa memimpin umatku, lalu ia bersikap lemah lembut terhadap mereka, maka bersikaplah lemah lembut terhadapnya.” (HR. Muslim)


Islam juga melarang pemerintah memutuskan perkara mengikuti kehendak operator dalam penentuan harga tiket. Allah Swt. berfirman dalam QS. Al-Maidah [5]: 49, “Dan hendaklah engkau memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah dan janganlah engkau mengikuti keinginan mereka. Dan waspadalah terhadap mereka, jangan sampai mereka memperdayakan engkau terhadap sebagian dari yang telah diturunkan Allah kepadamu.”


Transportasi dalam Sistem Islam


Transportasi publik dikelola negara sesuai petunjuk syariat Islam. Transportasi publik dikelola dengan prinsip pelayanan, bukan komersial. Negara akan menyediakan berbagai moda transportasi umum yang dibutuhkan masyarakat dan berbagai infrastrukturnya dengan teknologi terkini dan terbaik.


Layanan terbaik dan maksimal untuk rakyatnya adalah sebagai realisasi pertanggungjawaban negara (pemimpin) kepada Allah Taala. Walhasil, pelayanan yang baik dan terbaik terhadap rakyat jika Islam diterapkan dalam kehidupan, yaitu dalam sistem Islam.  Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]