Alt Title

Narkoba Masih Marak, Islam Solusinya

Narkoba Masih Marak, Islam Solusinya

 



Hanya sistem Islam yang akan berani memberi hukuman setimpal

dan sesuai hukum syarak bagi para pelaku kejahatan 

__________________


Penulis Rismawati Aisyacheng  

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Narkoba adalah obat-obat terlarang yang sering di gunakan oleh kawula muda, bahkan orang tua sekaligus dan beberapa orang yang mungkin sedang putus asa sehingga membutuhkan penenang diri. Tanpa sadar, mereka telah menzalimi tubuh yang Allah berikan pada mereka dengan dalih mencari kesenangan dan ketenangan.


Mirisnya, obat-obat terlarang ini walau sudah dilarang pengendaranya di beberapa negara termasuk Indonesia. Faktanya tetap saja hal itu tak menghentikan laju pengedarannya sehingga kini telah menyasar pada perkampungan atau pelosok desa yang ada di negara Indonesia tercinta. 


Sebagaimana yang telah terjadi akhir-akhir ini, di daerah pedesaan kabupaten Bombana, Provinsi Sulawesi Tenggara, dilaporkan bahwa Polsek Lantari Jaya telah berhasil mengungkap kasus penggunaan narkotika jenis sabu di Desa Lombakasi, Kecamatan Lantari Jaya, Kabupaten Bombana pada hari Sabtu (15-02-2025).


Pelaku bernama Nasrun umur 43 tahun di tangkap polisi setelah terbukti melakukan transaksi narkoba di berbagai lokasi yang mana salah satu tempat yang sering di gunakan pelaku adalah area pemakaman umum Desa Watu-Watu, Kecamatan Lantari Jaya. Pelaku menggunakan tempat tersebut karena menganggap tempat itu adalah tempat yang aman untuk melakukan transaksi narkotika sebab jarang di kunjungi orang. (sultranet.com, 15-02-2025) 


Selain itu, baru-baru ini juga telah dilaporkan kembali kejadian yang serupa di Kabupaten Bombana, Kecamatan Poleang, seorang pelaku penyalahgunaan narkotika golongan 1 jenis sabu berinisial H alias A (29). Ditangkap di kamar kosnya yang berada di Kelurahan Boepinang Barat oleh Satuan Reserse Narkoba (Sat Resnarkoba).


Operasi penangkapan tersebut dilakukan pada hari Kamis (27-02-2025), dalam operasinya petugas kepolisian menemukan 19 paket sabu dengan berat bruto 21,85 gram. Barang bukti yang temukan kepolisian terdiri dari dua bungkus plastik bening yang ukuran besar serta 17 bungkus plastik kecil berisi kristal putih yang di duga adalah narkotika jenis sabu. Saat di interogasi pelaku mengaku bahwa sabu tersebut diperoleh tersangka dari orang yang berinisial LP yang berada di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara. (Bombananew.com, 28-02-2025)


Fakta bahwa narkoba tiada henti beredar adalah bukti lemahnya hukum negara dalam menangani kasus narkotika yang sering terjadi. Sehingga banyak orang-orang jahil yang bebas saja dalam melakukan transaksi narkotika di beberapa tempat tanpa ada gangguan apa pun dan tidak mudah di temukan oleh para penegak hukum. Oleh karena itu, para bandar narkotika lebih cerdik daripada para pemangku hukum di suatu negeri yang narkotikanya masih beredar di mana-mana. 


Narkoba dalam Kapitalisme


Dalam kapitalisme, narkoba tetap dianggap sebagai barang haram yang dilarang peredarannya sesuai dengan aturan UUD Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Adapun dasar hukum larangan Narkotika dalam sistem kapitalisme di atur dalam UUD 1945. Pasal 28H Ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa: "Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat."


Jadi, larangan narkotika dapat dianggap sebagai suatu upaya untuk melindungi hak asasi pada setiap manusia, khususnya hak untuk mendapatkan kehidupan yang sehat dan sejahtera. Selain itu, dalam Pasal 34 Ayat (3) UUD 1945 juga menyatakan bahwa: "Pemerintah mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyatnya."


Maksudnya, narkotika dilarang sebagai upaya untuk mengembangkan sistem jaminan sosial yang melindungi masyarakat dari bahaya narkotika. Meskipun, sudah ada larangan untuk tidak menggunakan dan menjual belikan narkotika tetap saja tidak membuat banyak orang takut dengan ancaman atau hukuman penjara yang hanya beberapa tahun saja, yang telah di sediakan negara untuk para pelaku ketika terlibat dalam kasus narkotika.


Selain itu, sulitnya ekonomi dalam sistem kapitalisme saat ini menjadi salah satu pemicu banyaknya orang terlibat menjadi bandar si barang haram tersebut sebab harga narkotika yang sangat tinggi jelas memberikan peluang upah dalam penjualannya yang tinggi karena memiliki risiko besar dalam menjalankan bisnis haram tersebut. Alhasil, maraknya para pelaku pengedaran narkoba dalam negeri saat ini tanpa sadar mereka menjadi peluang rusaknya negara. Jika, generasinya telah rusak pada akhirnya negaranya juga akan rusak dan tumbang. 


Narkoba dalam Sistem Islam


Tidak ada yang tidak tahu bahwa narkoba itu adalah obat-obat terlarang yang memiliki kandungan bisa membuat ketagihan serta membuat hilang kesadaran pada pemakainya. Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa Taala berfirman dalam surah Al-Maidah:


يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْۤا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَا لْمَيْسِرُ وَا لْاَ نْصَا بُ وَا لْاَ زْلَا مُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَا جْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ


“Wahai orang-orang yang telah beriman! Sesungguhnya Khamar (minuman keras), berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan hal itu termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.”(QS. Al-Ma’idah 5: Ayat 90)


Ayat di atas menjelaskan terkait khamar yang dilarang untuk didekati oleh Allah Swt.. Perlu kita pahami bahwa narkotika dan khamar adalah dua hal yang sama, tetapi tak serupa. Hanya saja, mereka sama-sama memiliki kandungan yang bisa menghilangkan kesadaran (akal sehat) pada para penggunanya. Oleh karena itu, barang haram tersebut dilarang di berbagai negara termasuk Indonesia dan diharamkan dalam Islam. 


Selain haram dan dilarang pengedarannya, dalam negara yang berlandaskan sistem Islam juga diatur hukuman yang setimpal bagi para pelaku yang menggunakan, memperjualbelikan, serta memproduksi barang haram tersebut. Adapun hukuman yang mereka dapat dari menggunakan atau mengedarkan narkotika adalah didera.


Para ulama fikih telah sepakat mengenai wajibnya memberi hukuman bagi pengguna atau pengedar narkotika. Mereka berpendapat bahwa bentuk hukumannya deraan. Namun, masalah jumlah deraan para ulama memiliki pendapat yang berbeda. Seperti, pengikut Mazhab Hanafi dan Maliki berpendapat bahwa deraannya 80 kali sementara Imam Syafi'i berpendapat deraannya sebanyak 40 kali. 


Ketika hukuman dera terhadap para pelaku narkotika di terapkan, tentu saja ini akan memberikan efek jerah bagi para pelaku serta menjadi contoh untuk manusia lain agar takut melakukan kejahatan serupa. Oleh karena itu, untuk mendapatkan hukuman yang adil bagi para pelaku kejahatan seperti mengedar dan pemakai narkotika harus ada konstitusi yang melaksanakan.


Namun, untuk melaksanakan hukuman dera itu umat membutuhkan negara yang menerapkan sistem Islam sebab hanya sistem Islam yang akan berani memberi hukuman setimpal dan sesuai hukum syarak bagi para pelaku kejahatan khususnya pada lingkaran setan si narkotika. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]