Alt Title

Perguruan Tinggi Diusulkan Kelola Tambang, Manifestasi Kapitalisasi Pendidikan

Perguruan Tinggi Diusulkan Kelola Tambang, Manifestasi Kapitalisasi Pendidikan

 



Pendidikan tinggi telah kehilangan tujuan filosofinya

dalam mencerdaskan kehidupan bangsa

_________________________


Penulis Nining Anugrawati, ST.,MT 

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI- Badan Legislasi DPR RI pada Senin (20-01-2025) menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang perubahan keempat atas Undang-Undang No.4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara menjadi usul inisiatif DPR, salah satu substansi yang diatur adalah pemberian wilayah izin usaha pertambangan kepada perguruan tinggi.


Tentu hal tersebut mendapat kritik dari masyarakat luas mengingat itu menyimpang dari Tridharma Perguruan Tinggi. Sebelumnya pemerintah juga telah melegalkan pengelolaan konsesi tambang pada ormas yang kemudian mendapat kritik dari berbagai pihak karena dianggap keluar dari fungsi ormas. Tujuan pemberian izin kelola tambang pada perguruan tinggi tidak lain untuk memberikan peluang dalam meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan yang pastinya membutuhkan dana tidak sedikit.


Sebagaimana yang dinyatakan oleh Ketua Badan Legislasi DPR RI Bob Hasan, dilansir dalam media online (ekonomi.bisnis.com, 22-01-2025), ”Maka untuk anggaran tadi diberikan peluang untuk setiap perguruan tinggi dapat mengelola pertambangan. Karena di situ ada unsur yang disebut bisnis untuk mencapai kebutuhan anggaran tadi itu. Jadi tujuan akhirnya adalah meningkatkan kualitas."


Industri pertambangan berkontribusi signifikan dalam perekonomian Indonesia, memberikan sumbangsih pemasukan negara berupa pajak dan nonpajak. Di sisi lain, juga berkontribusi dalam melahirkan orang-orang terkaya. Hal yang wajar sebab sistem ekonomi kapitalis yang diterapkan atas negeri ini menjadikan siapa saja dapat mengelolah tambang selama dia mampu.


Namun, sangat disayangkan kapitalisasi industri pertambangan menjadikan dampak positif hanya dirasakan segelintir orang, yaitu para oligarki dan elite politik. Semenatra dampak negatif telah dirasakan oleh masyarakat luas khususnya masyarakat yang berada di sekitar industri pertambangan.


Degradasi lingkungan yang amat parah menyebabkan banjir, polusi udara, juga menimbulkan konflik agraria, berbagai penyakit sosial, dan lain-lain. Kekayaan yang ada dalam perut bumi dieksploitasi secara masif untuk mengejar target produksi dalam memenuhi umpan pabrik pengolahan milik oligarki kapitalis, tanpa dibarengi pencegahan yang berimbang terhadap degradasi lingkungan.


Hal itu menjadi wajar sebab prinsip ekonomi kapitalis mengajarkan bahwa dalam sebuah usaha haruslah pengorbanan sekecil-kecilnya untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Pengelolaan lingkungan dianggap suatu rangkaian yang bisa mempertinggi biaya produksi sehingga sebisa mungkin ditekan.


Jadi sangat disayangkan jika perguruan tinggi dan orang-orang berkecimpung di dalamnya yang selalu mengajarkan nilai-nilai luhur, terjebak dalam praktik demikian. Perguruan tinggi kemungkinan besar akan menghasilkan cuan dalam bisnis tersebut. Namun, akankah ini berimplikasi terhadap peningkatan mutu dan kualitas pendidikan, serta dapat meringankan beban biaya kuliah yang terus naik dari tahun ke tahun? 


Perguruan Tinggi Terjebak dalam Arus Kapitalisme


Perubahan bentuk perguruan tinggi menjadi badan hukum telah menempuh perjalanan panjang yang berakhir dilegalkannya Undang-Undang No.12 tahun 2012 tentang pendidikan tinggi. Dengan aturan tersebut, semua perguruan tinggi yang semula berstatus Badan Hukum Milik Negara (BHMN) diubah menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN BH).


Perubahan tersebut memiliki konsekuensi PTN tidak mendapatkan biaya pendidikan secara penuh dari pemerintah. Pemerintah secara perlahan melepas tanggung jawab terhadap pendidikan. Oleh karena itu, mereka harus mencari pembiayaan sendiri untuk operasional kampus yang berimplikasi meringankan Uang Kuliah Tunggal (UKT) mahasiswa dan meningkatkan mutu pendidikan. 


Kenyataannya telah lebih 10 tahun undang-undang tersebut dilegalkan, namun kita dapati UKT tetap naik dari tahun ke tahun. Hal ini menunjukkan dengan lepas tangannya peran pemerintah dalam membiayai operasional perguruan tinggi, menjadikan beban operasional berpindah pada masyarakat. Pendidikan tinggi makin tidak dapat terjangkau dengan kondisi ekonomi masyarakat yang masih banyak terkategori menengah ke bawah. 


Sistem pendidikan berbadan hukum menjadikan perguruan tinggi kemudian dipaksa berbisnis dan membuka lahan baru investasi untuk meraih pundi-pundi bagi pemilik modal di kampus-kampus sehingga saat ini kita dapati banyak perguruan tinggi yang membuka bisnis joint venture dengan beberapa perusahaan baik perusahaan dalam negeri maupun perusahaan-perusahaan asing.


Pendidikan tinggi kini berpacu dengan dunia bisnis yang menggerus spirit mencapai keunggulan dalam bidang keilmuan. Bahkan pemerintah menawarkan bisnis menghasilkan cuan yang menggiurkan bagi perguruan tinggi, yaitu ikut andil dalam pengelolaan tambang. Sebagaimana bisnis besar lainnya, untuk bisa terjun dalam industri pertambangan mesti melakukan kongsi dengan berbagai pihak berpengaruh yaitu elite politik dan pemilik modal. 


Pendidikan tinggi telah kehilangan tujuan filosofinya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Orang-orang yang berkecimpung di dalamnya telah dibajak potensinya untuk kepentingan para kapitalis dan elite politik. Pendidikan yang berbasis pada politik sekuler kapitalistik hanya mementingkan nilai-nilai materi, miskin akan nilai-nilai moral dan ruhiah menjadikan kaum intelektual sebagai kacung bagi para kapitalis. Wajar jika intelektual keluaran perguruan tinggi tidak mampu memberikan solusi atas permasalahan umat dan hanya memikirkan bagaimana memperoleh materi.


Islam Mewajibkan dan Menjamin Terlaksananya Pendidikan bagi Umat


Peradaban suatu bangsa dapat mencapai kejayaannya dengan kebangkitan berpikir yang ditandai kemajuan ilmu pengetahuan. Hal ini pernah terjadi pada masa keemasan Islam di era Kekhilafahan Bani Abbasiyah.


Kemajuan dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan kala itu tidak lepas dari dorongan akidah sebagai sumber motivasi yang ditanamkan dalam benak kaum muslim. Di mana Islam mewajibkan bagi kaum mukmin untuk menuntut ilmu.


Rasulullah saw. bersabda, “Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim." (HR. Ibnu Majah)


Islam juga memotivasi dengan ganjaran surga bagi yang bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu, sehingga masyarakat akan terhindar dari kebodohan dan sikap jumud. Rasulullah saw. bersabda, “Barang-siapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan menuntunnya menuju surga." (HR. At Tirmidzi)


Pendidikan merupakan kebutuhan dasar rakyat, negara wajib menjalankan setiap prosesnya tanpa membebankan pada pihak mana pun. Rasulullah saw. sebagai pemimpin kaum muslim kala itu memfasilitasi dan mendorong kaum mukmin untuk menuntut ilmu.


Sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abbas bahwa ketika perang Badar usai, terdapat beberapa tawanan perang. Rasulullah mau melepaskan para tawanan perang tersebut jika mereka telah mengajarkan baca tulis kepada sepuluh anak Madinah. Awal mula beliau tiba di Madinah, hal pertama yang dilakukan adalah mendirikan masjid, selain untuk beribadah juga digunakan sebagai pusat pembinaan kaum muslim, mengajarkan Al-Qur'an dan hadis. 


Begitu pun para khalifah setelah Rasulullah saw. yang sangat perhatian terhadap pendidikan. Masa keemasan kaum muslim di mana ilmu berkembang pesat pada era kekhilafahan Abbasiyah. Di bangun Baitul Hikmah yang merupakan pusat ilmu pengetahuan, banyak kalangan yang datang ke sana untuk menuntut ilmu terutama ilmu sains dan filsafat.


Kekhilafahan Bani Abbasiyah menganggarkan dana yang tidak sedikit untuk semua kegiatan di Baitul Hikmah yang bersumber dari Baitulmal. Di mana kas Baitulmal yang besar saat itu bersumber dari kharaj dan jizyah sebagai konsekuensi meluasnya wilayah kekuasaan Daulah IsIam kala itu.


Oleh karena itu, pemimpin kaum muslim saat ini mesti bercermin pada Rasulullah saw. dan khalifah setelahnya dalam menyediakan pendidikan yang berkualitas bagi rakyatnya, mengerahkan segala kekuatan untuk bisa mengakses sumber-sumber pendanaan bagi terselenggaranya pendidikan. 


Sungguh negeri ini kaya akan sumber daya alam, terutama bahan galian tambang. Barang tambang yang melimpah merupakan kepemilikan umum. Rasulullah saw. bersabda, "Kaum muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api." (HR.Ibnu Majah)


Negara mesti mengelola sumber daya alam yang hasilnya akan dimasukkan ke Baitulmal dan dibelanjakan untuk kebutuhan kaum muslim berupa pendidikan dan kesehatan berkualitas gratis. Wallahualam bissawab. [SM/MKC]