Hari Guru, Kapan Nasib Guru Honorer Sejahtera?
Opini
Selama sistem kapitalisme sekularisme eksis
Selama itu pula kesejahteraan, penghormatan, dan perlindungan terhadap profesi guru tidak akan pernah tercapai
Penulis Cahaya Chems
Kontributor Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - "Terpujilah wahai engkau ibu bapak guru. Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku. Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku. Sebagai prasasti terima kasihku. Tuk pengabdianmu. Engkau sebagai pelita dalam kegelapan."
Demikian sepenggal lirik lagu wajib nasional dengan judul 'Pahlawan Tanpa Tanda Jasa' karya Sartono. Dari lagu tersebut menggambarkan bagaimana peran dan jasa guru benar-benar mulia dan istimewa. Sampai diberi gelar pahlawan tanpa tanda jasa. Hingga akhirnya ada momen perayaan hari guru untuk memberikan apresiasi kepada para guru di tanah air.
Peringatan Hari Guru Nasional (HGN) terus diperingati setiap tahunya pada tanggal 25 November. Di bumi Pertiwi ini, hari guru disambut dengan euforia oleh murid-murid dan tenaga pendidik di berbagai sekolah di beberapa tempat dengan berbagai model. Dikutip dari Kemdikbudristek tahun ini perayaan hari guru mengangkat tema 'Guru Hebat, Indonesia Kuat'. (Liputan6.com, 22-11-2024)
Walaupun peringatan Hari Guru Nasional telah usai, namun perbincangan mengenai nasib guru dan pendidikan tentunya tak boleh usai dan memang harus mendapatkan sorotan demi perbaikan nasib pendidikan Indonesia di masa depan sebab persoalan pendidikan masih memprihatinkan.
Entah itu kualitas pendidikan yang rendah, sampai gaji guru yang bikin gigit jari. Belum menyejahterakan. Standarisasi upah di bawah standar. Lebih lanjut, masih terdapatnya dikotomi antara gaji guru honorer dengan guru ASN.
Meski mereka mengemban tugas-tugas yang sama. Nyatanya dalam persoalan gaji, para guru honorer tidak mendapatkan gaji yang layak sebagaimana halnya guru ASN. Inilah yang menciptakan kesenjangan kesejahteraan bagi para guru honorer. Juga persoalan guru yang dikriminalisasi yang jarang mendapatkan perlindungan hukum. Ditambah masalah sarana dan prasarana gedung sekolah yang belum memadai dan layak.
Harapannya di momentum peringatan Hari Guru ini, tidak hanya disikapi sebagai momen seremonial belaka, tanpa memberikan makna yang berarti bagi kemajuan pendidikan sebab apa arti sebuah perayaan jika tak berdampak kepada pendidikan dan kesejahteraan para guru. Terutama guru honorer. Tetapi seluruh elemen baik pemerintah, komunitas, orang tua dan lembaga pendidikan harus berkolaborasi menyelesaikan persoalan pendidikan yang masih carut marut.
Jika tak segera berbenah, selama itu pula wajah pendidikan di bumi Pertiwi akan tetap bernasib suram. Namun, melihat situasi dan regulasi yang ada saat ini tampaknya harapan ini bagai pungguk merindukan purnama. Rasanya sulit mengharapkan perbaikan selama sistem pendidikan yang diterapkan masih berbasis sekuler kapitalis.
Nasib Guru Takkan Sejahtera dalam Sistem Kapitalis!
Nasib para guru honorer selamanya tidak pernah diperhatikan secara total jika sistem yang diadopsi oleh bumi yang kita pijak masih berbasiskan sistem kapitalis. Sistem ini tak akan memberikan perhatian yang serius terhadap kesejahteraan para pendidik maupun guru.
Karena tabiatnya, sistem pendidikannya bukan dibuat dengan orientasi pelayanan kepada rakyat. Justru sebaliknya, pendidikan dalam sistem ini berorientasi materi. Ini jelas dapat menghilangkan nilai ruhiyah dalam bidang pendidikan. Alhasil, dalam sistem pendidikan ini guru tidak dipandang sebagai pendidik, melainkan hanya sebagai faktor produksi yang menyiapkan murid-murid menjadi pekerja bagi industri.
Kehidupan kapitalisme yang menihilkan peran agama membuat kehidupan guru semakin terjerat kemiskinan. Tak heran jika muncul jargon 'guru diperah sebesar-besarnya namun jasanya dibalas rendah-rendahnya'. Seperti itu terjadi pada guru honorer saat ini. Nyatanya, beban kehidupan semakin mahal akibat monopoli dan liberalisasi kebutuhan masyarakat oleh para kapital.
Akhirnya, para guru harus berhadapan dengan kehidupan yang keras. Mereka terpaksa demi menyambung hidup, sebagian guru terlibat judol, terlilit utang, hingga mencari pekerjaan tambahan. Imbasnya kondisi ini akan berpengaruh pada pelaksanaan tugasnya mendidik generasi menjadi tidak optimal. Oleh karena itu, selama sistem kapitalisme sekularisme eksis. Selama itu pula kesejahteraan, penghormatan, dan perlindungan terhadap profesi guru tidak akan pernah tercapai.
Guru Sejahtera dalam Naungan Islam!
Potret yang ditawarkan pendidikan sekuler saat ini yang tidak menyejahterakan guru, amat berbeda dengan konsep yang ditawarkan oleh sistem pendidikan Islam. Islam telah memiliki aturan tertentu terkait guru. Islam menghormati guru dan pembawanya.
Karena itu, seorang guru akan mendapatkan jaminan perlindungan, juga peningkatan kualitas ilmunya. Ini merupakan kebijakan negara yang menghormati profesi guru. Negara Islam memiliki pengaturan peningkatan kualitas ilmu para guru. Seperti pemberian secara gratis berbagai fasilitas pendidikan, pelatihan, diskusi ilmiah, penelitian, buku, serta sarana, prasarana pendukung lainnya sehingga kualitas guru bisa dipertanggungjawabkan.
Terkait kualifikasi seorang guru. Para guru harus orang-orang yang bertakwa, berakhlak mulia, memiliki ilmu pengetahuan yang mumpuni, disiplin, profesional, dan memiliki kemampuan mendidik. Kualifikasi tersebut akan menjadi bahan evaluasi bagi negara men-screening para calon guru sebelum mereka dinyatakan layak mengajar.
Dengan demikian, kebijakan negara Islam terkait penghormatan profesi guru memastikan para guru adalah orang-orang yang layak untuk menjadi pendidik bukan hanya orang-orang yang menyandang status guru, namun perbuatannya mencederai profesinya yang mulia. Untuk mewujudkan peran guru yang mencerdaskan generasi secara optimal. Maka, negara memiliki mekanismenya yang teratur dan tertib dalam memperlakukan guru diantaranya;
Pertama, memberikan gaji yang besar. Contohnya pada masa pemerintahan Khalifah Harun Ar-Rasyid gaji tahunan rata-rata untuk pendidik umum mencapai 2000 dinar. Sedangkan gaji untuk perawat hadis dan ahli fikih mencapai 4000 dinar. Jika dikonversikan ke kurs rupiah gaji guru saat itu kurang lebih Rp8,5 miliar per tahun dengan asumsi harga satu gram emas murni sekitar Rp1 juta. Juga disebutkan Azzarahwi, makin tinggi keilmuwan seseorang maka makin besar gaji yang diperoleh.
Jumlah gaji yang fantastis tersebut tentu sangat cukup untuk menjamin kesejahteraan guru. Jika guru sejahtera para guru tentu akan lebih fokus dan optimal menjalankan tugasnya sebagai pendidik. Mereka tidak perlu memikirkan lagi sampai kekurangan gaji atau mencari pekerjaan sampingan untuk menutupi kebutuhan hidup.
Sebab negara telah menjaminnya. Ditambah negara memang berkewajiban menjamin kebutuhan dasar publik seperti kesehatan, pendidikan, dan keamanan yang disediakan oleh negara secara cuma-cuma.
Kedua, selain memberikan gaji besar bagi guru, tidak lupa negara memberikan jaminan keamanan kepada guru ketika mereka melaksanakan tugas sehingga meniadakan kasus kriminalisasi atau bullying pada guru karena hukum syarak memerintahkan murid-murid untuk takzim pada guru dan menghormatinya.
Dengan menunjukkan akhlak mulia dan adab yang luhur. Mereka paham dengan konsep ini sebab dari awal anak-anak ini telah mendapatkan pembelajaran awal dari rumah sebagai pendidikan syariat awal. Alhasil, dapat dibayangkan betapa berkahnya kehidupan para guru apabila profesi mereka diatur dalam syariat Islam yang diterapkan oleh negara. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]