Alt Title

Tapera, Menambah Beban Rakyat

Tapera, Menambah Beban Rakyat

 


Seharusnya pemerintah yang menyediakan rumah untuk rakyat, bukan melalui iuran paksa yang dilakukan dengan pemotongan gaji

Hal ini justru merupakan suatu kezaliman karena membebani rakyat

_________________________


Penulis Ummu Aidzul 

Admin Media Kuntum Cahaya dan Tenaga Pendidik


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Bagai tersambar petir di siang bolong. Itulah yang kini tengah dirasakan sebagian besar masyarakat terutama pekerja swasta. Hal ini disebabkan pemerintah menetapkan peraturan baru yang mengharuskan pegawai swasta untuk membayar iuran Tapera atau Tabungan Perumahan Rakyat. 


Aturan ini ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah (PP) No 21 Tahun 2024. Iuran yang dibebankan sebesar 3% dari gaji, sebesar 2,5% dari pegawai sedangkan 0,5% dari pengusaha. Kontan saja menimbulkan protes dari banyak pihak karena selain membebani pegawai tentu menambah beban pengusaha.


Pemerintah beralasan kebijakan ini untuk membantu rakyat yang belum memiliki rumah. Menurut data PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk terdapat 12,7 juta keluarga Indonesia yang belum memiliki tempat tinggal dan dari rumah yang ada sebesar 43% tidak layak huni. (CNN Indonesia, 20/03/2024)


Meskipun alasannya seperti itu, kebijakan ini tetaplah memberatkan rakyat. Dengan penghasilan yang pas-pasan, rakyat harus memenuhi kebutuhan pokok yang makin tinggi, biaya hidup yang makin mahal. Ditambah kini gajinya harus dipotong untuk iuran perumahan rakyat. Sungguh menyesakkan dada. Selain itu adanya unsur pemaksaan dengan adanya sanksi bagi pekerja maupun pengusaha yang tidak mau membayar iuran. Kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat.


Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat selain kebutuhan pangan. Setiap keluarga pasti menginginkan rumah yang layak ditempati untuk keberlangsungan hidupnya. Namun harga rumah kini melambung tinggi seiring dengan kenaikan harga tanah serta bahan material untuk membangunnya. Hal ini menjadikan sebagian besar rakyat kesulitan untuk membeli rumah sehingga ada yang memilih untuk menyewa rumah jika belum mampu membelinya. 


Pemerintah sudah mengadakan beberapa upaya salah satunya melalui rumah subsidi. Namun harga rumah subsidi masih cukup tinggi bagi masyarakat yang tidak memiliki penghasilan tetap. Jangankan untuk membeli rumah, untuk sekedar memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari saja cukup sulit. Kabar terbaru juga menyebutkan 10 juta gen-z yang menganggur tanpa pekerjaan, tidak bersekolah dan tidak mengikuti pelatihan apapun.


Meski pemerintah berdalih tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia terus meningkat, faktanya justru makin menurun. Angka kemiskinan terus bertambah karena pekerjaan yang sulit didapat. Gelombang PHK terus terjadi sehingga jumlah pengangguran terus bertambah sedangkan harga bahan pokok terus naik.


Penyediaan rumah bagi rakyat merupakan kewajiban pemerintah. Seharusnya pemerintah yang menyediakan rumah untuk rakyat, bukan melalui iuran paksa yang dilakukan dengan pemotongan gaji. Hal ini justru merupakan suatu kezaliman karena membebani rakyat.


Kebijakan yang tidak memihak rakyat akan terus terjadi dalam sistem kapitalisme. Pemerintah berlepas tangan dari pemenuhan kebutuhan masyarakat. Masyarakat harus berupaya masing-masing untuk mewujudkan kesejahteraannya. Fungsi pemerintah hanya sebagai regulator yang justru menghitung untung rugi dengan rakyat bukan menjadi pelayan rakyat. 


Pengambilan harta rakyat secara paksa diharamkan karena merupakan suatu kezaliman. Allah Swt. berfirman:

"Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian memakan harta sesama kalian dengan jalan yang batil, kecuali melalui perdagangan atas dasar suka sama suka diantara kalian." (TQS An-Nisa ayat 29)


Pungutan paksa adalah ghasab yang artinya memakan harta sesama dengan jalan yang batil.


Berbeda dengan sistem Islam yang mewajibkan pemimpin untuk sungguh-sungguh dalam melayani rakyat. Pemimpin dalam Islam adalah raa'in atau pengurus rakyat. 


Terdapat beberapa mekanisme dalam aturan syariat untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi rakyat:

Pertama, negara harus menciptakan ekonomi yang sehat bagi rakyat agar memiliki penghasilan yang cukup untuk membeli rumah maupun menyewa.


Kedua, tidak diperbolehkan adanya riba dalam proses jual beli rumah. Riba dalam Islam adalah dosa besar apapun tujuannya. Tidak sedikit masyarakat yang justru terjerat utang riba saat mencicil rumah.


Ketiga, negara harus menghilangkan kebolehan penguasaan lahan yang luas oleh segelintir orang. Karena ketika lahan dikuasai oleh segelintir orang akibatnya rakyat harus membeli dengan harga yang mahal melalui perusahaan pemilik tanah tersebut.


Keempat, negara memberikan lahan kepada rakyat yang mampu mengelolanya. Negara juga memberikan subsidi untuk rakyat agar mampu membeli tempat tinggal. Hal ini akan terwujud karena banyaknya pos penerimaan negara yakni dari pos kepemilikan umum, kharaj, jizyah dan ghanimah.


Begitulah sempurnanya aturan Islam yang mencakup seluruh aspek kehidupan. Maka sistem kapitalisme ini tidak akan mampu mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan menyelesaikan permasalahan kebutuhan rumah bagi rakyat. Hanya penerapan sistem Islam secara kafah yang akan menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok masyarakat termasuk tempat tinggal. Wallahualam bissawab. [GSM]