Alt Title

UKT Selangit, Mahasiswa Menjerit

UKT Selangit, Mahasiswa Menjerit

 


Pendidikan dalam sistem kapitalisme sekularisme standar acuannya adalah keuntungan semata dan sebagai komoditas ekonomi

Penguasa tidak menjadikan pendidikan sebagai suatu jalan mulia, amanat untuk mencerdaskan generasi

______________________________


Penulis Nur Arofah 

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Dakwah Jagakarsa


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Publik dikejutkan dengan biaya kuliah yang umum disebut UKT (Uang Kuliah Tunggal) naik drastis, sejak pemerintah mendorong Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH) biaya menjadi mahal.


Hal ini membuat para mahasiswa keberatan dan melakukan protes. UKT selangit, mahasiswa menjerit. Beberapa mahasiswa dari berbagai kampus di Indonesia yang diwakili BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) kampus mengadukan kenaikan UKT ke gedung DPR RI, setelah sebelumnya mahasiswa menggeruduk kantor rektor masing-masing tidak mendapat respons.


Mereka menuntut agar pihak rektorat dan pemerintah meninjau kembali kebijakan kenaikan UKT dan mencari solusi yang lebih pro rakyat. Perwakilan BEM kampus yang dipimpin oleh presiden BEM UnSoed Maulana Ihsanul Huda, mereka diterima oleh komisi X DPR RI pada Kamis (16/5/24).


Wakil Ketua MPR RI Lestari Moedijat menanggapi keluhan yang disampaikan perwakilan BEM, menurutnya pemerintah harus menurunkan biaya UKT demi menjalankan amanat konstitusi demi mencerdaskan generasi bangsa.


"Permasalahan UKT yang semakin tidak terjangkau masyarakat ini harus segera diatasi. Negara harus membuka kesempatan seluas-luasnya bagi setiap anak bangsa agar dapat menuntut ilmu setinggi-tingginya dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diamanatkan oleh konstitusi," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam keterangan, Detiknews.com Senin (20/5/2024).


Kebijakan Pemerintah yang Timpang

Terkait hal ini, Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek Tjitjik Sri Tjahjandarie merespons gelombang kritik terkait uang kuliah tunggal (UKT) di perguruan tinggi yang kian mahal. Menurutnya kuliah atau pendidikan tinggi merupakan pendidikan tersier. Oleh sebab itu, pemerintah tidak memprioritaskan pendanaan bagi perguruan tinggi. Pendidikan wajib hanya 12 tahun, yakni SD, SMP hingga SMA saja yang mendapatkan prioritas gratis. CNBC Indonesia (18/5/2024)


Pernyataan yang tidak menenangkan rakyat, perguruan tinggi layaknya barang mewah yang hanya boleh dinikmati oleh kalangan berduit. Pendidikan sejatinya hak rakyat dan kewajiban pemerintah untuk memfasilitasi pendidikan untuk kemajuan peradaban suatu bangsa, apalagi ketika terjun dalam dunia kerja ada syarat status pendidikan diutamakan sarjana. Faktanya kini perguruan tinggi kian sulit untuk meraih gelar tersebut, mahalnya biaya UKT yang tak terjangkau kalangan bawah.


Mahasiswa Baru Memilih Mundur Tak Sanggup Bayar UKT

Miris mahasiswa yang sudah mendapatkan kelulusan masuk PTN lewat jalur prestasi memilih mundur, karena tak sanggup dengan kelompok pembayaran UKT. Siti Aisyah salah satunya yang bulat mundur dari UNRI, sebab ayahnya hanya pekerja serabutan.


Dan banyak lagi calon Maba yang memilih mundur dari universitas tujuan, bagaimana ingin suatu bangsa maju jika keilmuan dibatasi hanya bagi orang-orang yang mampu dalam hal ekonomi? Sangat memprihatinkan ketika perguruan tinggi menjadi komoditas mahal.


Sistem Kapitalisme Mengabaikan Hak Rakyat


Pendidikan dalam sistem kapitalisme sekularisme standar acuannya adalah keuntungan semata dan sebagai komoditas ekonomi, penguasa tidak menjadikan pendidikan sebagai suatu jalan mulia, amanat untuk mencerdaskan generasi.


Dan juga membebaskan generasi untuk meraih ilmu seluas-luasnya tanpa terbebani biaya mahal serta kemudahan mengakses kampus. Pendidikan merupakan penentu kemajuan, jika hal ini terabaikan dan sulit diakses, maka ada yang salah. Inilah bukti ideologi kapitalisme, sistem rusak yang mengabaikan hak rakyat.


Islam Mengurusi Pendidikan sebagai Kewajiban Penguasa

Penguasa yang menganut sistem Islam mempunyai sifat yang takut kepada Allah Ta'ala akan pertanggungjawaban terhadap amanat, yakni rakyatnya. Semua urusan rakyatnya termasuk pendidikan menjadi hal utama, pembiayaan untuk tiap jenjang menjadi tanggung jawab negara sepenuhnya.


Sumber keuangan negara memiliki tiga pos; pos kepemilikan umum, pos kepemilikan negara dan pos zakat. Adapun pembiayaan pendidikan mulai infrastruktur sarana dan prasarana penunjangnya diambil dari pos kepemilikan umum, berasal dari pengelolaan hasil sumber daya alam yang dikelola oleh negara. Sedangkan gaji guru atau dosen serta staf administrasi diambil dari pos kepemilkan negara yakni dari jizyah, harta fa'i, kharaj, ghanimah dan usr.


Penguasa dalam hal ini negara wajib memenuhi kebutuhan rakyat, ada tiga hal yaitu kesehatan, keamanan dan pendidikan adalah kewajiban negara. Ketiga hal tersebut harusnya bisa dinikmati rakyat dengan gratis, itu adalah hak karena penguasa adalah pelindung dan pengurus rakyat.


Adapun bagi rakyat yang memiliki kemampuan ekonomi lebih alias kaya, bisa ikut berkontribusi dalam bidang pendidikan dengan berwakaf. Sehingga tidak ada generasi yang terabaikan dalam meraih ilmu setinggi-tingginya untuk cita-cita dan beramal untuk peradaban bangsa. Tak ada lagi mahasiswa yang sedih karena harus mundur mendadak karena terjegal biaya kuliah.


Hanya sistem pendidikan dalam Islam yang mampu melahirkan generasi berkepribadian Islam, dengan mendirikan perguruan tinggi yang kelak mampu mencetak pemimpin bangsa tanpa orientasi materi.


Lahirnya orang-orang yang melakukan pengajaran dan mampu mengurus kemaslahatan di masa depan buat umat, hanya satu-satunya sistem terbaik yang datangnya dari Sang Pencipta. Kembali kepada aturan Allah Ta'ala maka meminimalisir masalah yang terjadi di masyarakat, bahkan bisa menghilangkan segala kesulitan tersebab aturan dan hukumnya jelas. Wallahualam bissawab. [SJ]