Pornografi Anak Terbanyak, Relakah Kapitalisme Memberantasnya?
Kasus seperti ini, akan tumbuh subur dalam sistem kapitalis-sekuler
Orientasi perbuatan hanya materi juga kesenangan tanpa memperhatikan apakan kemaksiatan ada di dalamnya atau tidak
____________________
Penulis Rheiva Putri R. Sanusi, S.E.
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Muslimah
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Bicara soal pornografi saat ini tidak pernah ada habisnya, tak terkecuali Indonesia dengan negara yang mayoritas muslim di dalamnya. Dilansir dari Liputan6.com, menurut data yang diungkap oleh National Center For Missing Exploited Chilren (NCMEC), Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto menyebutkan bahwa Indonesia masuk perikang keempat sebagai negara dengan kasus pornografi anak terbanyak.
Bahkan korbannya tidak tanggung-tanggung, mulai dari disabilitas, anak-anak SD, SMP, dan SMA, bahkan pada kalangan anak PAUD. Namun kondisi ini belum bisa dikatakan menggambarkan kondisi sebenarnya dilapangan. Sebab data tersebut hanya mengungkapkan kasus yang terungkap. Namun korban yang enggan mengungkapkan belum terhitung.
Konten pornografi saat ini bukan lagi konten yang segmentasi pelaku atau peminatnya adalah orang dewasa, tetapi saat ini anak-anak menjadi target pasarnya. Belum lagi hal tersebut berdampak pada maraknya kasus pemerkosaan dan pelecehan seksual di kalangan anak-anak. Bahkan, pelakunya adalah orang-orang terdekat dan ada pula anak-anak kecil yang belum mengerti perilaku tersebut.
Hal ini bisa terjadi bukan tanpa sebab, sekulerisme menjamin adanya kebebasan yang dilakukan remaja. Berbagai macam perilaku menyimpang menjadi hal biasa seperti pergaulan bebas, minuman keras, kriminalitas hingga konten pornografi mudah diakses. Belum lagi didukung oleh kemajuan teknologi yang tidak ada batas. Sehingga konten-konten seperti ini mudah diakses bahkan oleh negeri timur yang bukan ciri khas budayanya.
Kasus seperti ini, akan tumbuh subur dalam sistem kapitalis-sekuler. Di mana, orientasi perbuatan hanya materi juga kesenangan tanpa memperhatikan apakan kemaksiatan ada di dalamnya atau tidak. Sebab, tidak ada standar jelas yang mengatur kebolehan dan ketidakbolehan dalam seluruh aktifitasnya.
Kemaksiatan tumbuh dengan subur. Apalagi dalam kapitalisme, pornografi tentu memberikan keuntungan dengan perputaran uang yang menjanjikan. Selama ada permintaan kapitalisme akan terus memproduksi. Meski tahu itu akan merusak generasi tetap dilakukan karna materi tujuan utamanya.
Berbagai antisipasi sudah dilakukan pemerintah kita, tetapi nyatanya tak mampu memberantas habis pornografi hingga saat ini menjadi peringkat keempat kasus pornografi terbanyak. Ini dikarenakan solusi yang diberikan tak menyentuh akar permasalahan, seperti pembatasan akses, edukasi seks dan memeriksa kondisi psikologi pelaku. Padahal itu merupakan kewajiban negara dalam memberantasnya. Sebab, menjaga generasi merupakan aset penting bagi kemajuan suatu masyarakat.
Untuk menyelesaikan permasalahan pornografi ini Islam memiliki aturan yang jelas dalam mengurusinya. Pertama, Islam akan memperjelas standar pornografi itu sendiri. Dalam Islam ada pengaturan cara berpakaian, yang mana laki-laki dan perempuan memiliki batasan aurat yang ditutup. Jika, ini diperlihatkan atau dengan sengaja dipertontonkan seperti dalam media sosial atau media televisi saat ini dengan bebas orang-orang berpakaian seksi, maka ini bisa termasuk pornografi.
Kedua adalah pembatasan akan akses budaya-budaya bebas dari barat yang sangat bertentangan dengan Islam. Pakaian seksi, aktifitas seks bebas, pacaran, dan berbagai hal lain yang dapat memicu terjadinya pornografi dan kemaksiatan lainnya akan terfilter. Ketiga, menetapkan standar hukum yang pasti. Islam memiliki sistem hukum yang mampu membuat jera si pelaku dan orang-orang pada umumnya. Sanksi tak seperti hukum saat ini yang hanya hukuman penjara dan akhirnya memberikan perilaku seperti ini berulang. Hukum Islam sangat tegas dan mampu memberantas setiap kriminalitas.
Sistem kapitalis tentu tidak akan membiarkan aturan seperti ini diterapkan dan menghilangkan satu sumber pendanaan mereka. Sistem yang mampu menerapkan aturan ini tentu saja sistem Islam itu sendiri. Sebab, permasalahan ini tak bisa hanya dicukupkan melibatkan individu atau bidang tertentu. Namun, harus perubahan menyeluruh yang akhirnya secara sistematis aturan ini dapat berjalan. Wallahuallam Bissawab. [Dara]