Alt Title

Geng Motor Terus Berulah, Siapa yang Salah?

Geng Motor Terus Berulah, Siapa yang Salah?

 


Negara bertanggung jawab bagi pembentukan kepribadian generasi

Karena, mereka sebagai aset berharga penerus estafet kepemimpinan


___________________


Penulis Rosita

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Penggiat literasi


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Saat ini ketakutan di gelapnya malam bukan lagi karena adanya hantu. Tetapi, justru ulah dari manusia yang tidak bertanggung jawab. Salah satunya adalah geng motor, di mana kelompok ini menjadi penyebab ketidaknyamanan ketakutan masyarakat untuk melakukan kegiatan di malam hari. 


Hal itu yang akhir-akhir ini kembali terjadi, yaitu munculnya berbagai kekerasan yang dilakukan oleh geng motor. Mulai dari perundungan, penganiayaan, pengeroyokan dan penembakan dilakukan, bahkan tidak jarang sampai berakhir dengan kematian. Seperti halnya yang terjadi di Cicalengka, Kabupaten Bandung. Gerombolan geng motor yang bernama Slotter nekat membacok seorang pemuda hanya karena tersinggung. Hal itu yang disampaikan oleh Kapolresta Bandung Kombes Pol Kusworo Wibowo, ia menyatakan bahwa para pelaku akhirnya dapat diamankan oleh pihak berwajib meski baru sebagian.


Selain di Cicalengka, ulah kelompok ini juga terjadi hampir di beberapa kawasan kabupaten Bandung. Seperti di Soreang, sekelompok orang yang diduga anggota geng motor melakukan pengeroyokan dan penganiayaan dengan menggunakan senjata tajam. Akibat aksi brutal tersebut korban mengalami luka robek hampir di sekujur tubuhnya. Hal ini dibenarkan oleh Kapolsek Soreang, Kompol Ivan Taufiq, peristiwa tersebut terjadi pada Sabtu (9/3/2024) sekitar pukul 23.00. (Sindonews.com, 12 Maret 2024)


Kekerasan yang dilakukan oleh geng motor bagaikan bola salju yang makin hari kian bertambah banyak. Berdasarkan data polri, jumlah kasus kejahatan yang dilakukan oleh geng motor di Indonesia meningkat secara signifikan. Pada tahun 2022, tercatat sebanyak 1.844 kasus, jumlah tersebut meningkat dari 1.250 kasus pada tahun 2021. (Www.dpr.go.id, 05/10/2023).


Psikolog Kurniasih Dwi Purwanti, M.Psi, kasus tersebut dipengaruhi beberapa faktor di antaranya, untuk mencari jati diri, pengaruh tontonan yang menjajakan kekerasan (verbal, psikologis, fisik), kondisi rumah, ditambah lagi dengan karakteristik remaja yang tengah mengalami perubahan emosional yang labil.


Mirisnya, fenomena geng motor dilakukan juga oleh remaja yang berstatus pelajar. Bahkan, disinyalir mereka menimba ilmu di sekolah yang memiliki nama besar atau favorit. Hal tersebut seolah menjadi bukti bahwa pendidikan saat ini telah gagal. Kepribadian rapuh, mudah tersulut emosi, bringas, dan mudah mencari jalan pintas. 


Penyebab utamanya tiada lain karena sistem pendidikan di negeri ini tegak di atas pondasi sistem kapitalisme sekular. Kapitalisme sekular yang mengagungkan kebebasan dan meminggirkan peran agama, menjadikan para remaja didominasi hawa nafsunya. Berkepribadian serba permisif dan hedonis, semata-mata mengejar kebahagiaan dan kepuasan yang bersifat materi. Diperparah lagi dengan tontonan yang tidak mendidik dan bebas diakses kapanpun, serta lingkungan yang cuek. Sanksi yang diberlakukan tidak menyurutkan kejadian terus berulang makin parah. Para orang tua kewalahan, bagaimana lagi harus mengarahkan. 


Harapan kita hanya pada sistem Islam yang menyelenggarakan sistem pendidikan berbasis akidah Islam. Generasi dibina untuk taat kepada Allah Swt. bukan kebebasan. Jati diri seorang muslim adalah mentaati perintah Allah untuk tidak berlaku zalim, menakut-nakuti, membuat keributan, mengganggu kenyamanan, apalagi sampai melukai dan membunuh. Ada sanksi yang setimpal bagi siapapun yang menjadi pelakunya. “Wahai hambaku, sesungguhnya aku telah mengharamkan kezaliman terhadap diriku dan menjadikannya di antara kalian dilarang, maka janganlah kalian menzalimi.” (HR Muslim)


Berhasilnya pendidikan generasi mesti ditopang oleh tiga pilar yang saling bersinergis. Pertama, orang tua yang memiliki ilmu dan menjadi teladan untuk menanamkan akidah yang kuat bagi anak-anaknya. Kedua, lingkungan yang mendukung, yaitu yang terbiasa menjalankan amar makruf nahyi munkar. Ketiga, adalah pilar yang paling penting yaitu negara yang memberlakukan sistem pendidikannya berbasis akidah Islam. Kurikulum yang diberlakukan ditujukan untuk membentuk kepribadian yang tangguh, berjiwa pemimpin, dan menjadi pelopor perubahan. 


Negara bertanggung jawab bagi pembentukan kepribadian generasi. Karena, mereka sebagai aset berharga penerus estafet kepemimpinan. Tidak akan dibiarkan generasi terlena dengan tontonan yang memicu kriminalitas dan kejahatan lainnya. Jika terjadi kasus, maka sanksi tegas sesuai syariat akan diberlakukan. Negara begitu berwibawa di hadapan seluruh rakyatnya. Ditopang oleh para pemangku kebijakan yang takut kepada Allah. Negara benar-benar serius mewujudkan generasi berkualitas. 


Demikian, kemampuan Islam memberantas kasus geng motor secara tuntas dari akarnya. Selama kapitalisme sekular yang diberlakukan, geng motor akan tetap ada. Sudah waktunya mengganti dengan sistem yang berasal dari Sang Pencipta Manusia. Islam rahmatan lil 'alamiin akan terwujud dengan sendirinya, menciptakan keamanan, bukan hanya di dunia bahkan sampai akhirat. Wallahualam bissawab. [Dara]