Alt Title

Anak Pelaku Kriminal, Siapa yang Tak Sebal?

Anak Pelaku Kriminal, Siapa yang Tak Sebal?

 


Peran orang tua sebagaimana yang disebutkan dalam hadis di atas hanyalah salah satu faktor yang mempengaruhi munculnya tindakan menyimpang tersebut

Di sisi lain, kondisi masyarakat dan peran negara juga ikut mendukung terjadinya tindakan negatif itu

_________________________


Penulis Nur Syamsiah Tahir 

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Praktisi Pendidikan


KUNTUMCAHAYA.com, ANALISIS - "Beri aku 10 pemuda, niscaya akan ku guncangkan dunia”


Sebuah slogan yang sempat digaungkan oleh Bapak Proklamator, Bung Karno, tokoh pemuda saat itu. Seiring waktu berjalan, Indonesia benar-benar berhasil meraih kemerdekaan dan terus berupaya mempertahankan kemerdekaannya. Bahkan negeri ini diperhitungkan keberadaannya di kancah internasional khususnya dalam bidang pertanian. 


Namun kini, kondisi para pemuda berbanding terbalik dengan prestasi. Pemuda yang notabene adalah anak bangsa masih perlu dipertanyakan lagi eksistensi dan kontribusinya pada masa depan bangsa ini. Apalagi jika menilik peristiwa-peristiwa kriminal yang terjadi di berbagai tempat di seluruh penjuru Indonesia, baik anak-anak (calon pemuda) sebagai pelaku maupun sebagai korbannya. Sungguh miris sekaligus sebal. 


Salah satunya peristiwa yang terjadi di Sukabumi, sebagaimana dilansir oleh SUKABUMIKU.id, pada Kamis (2/5/2024), bocah laki-laki berinisial MA (6 tahun) asal Sukabumi menjadi korban pembunuhan, tidak hanya dibunuh. Anak yang baru mau duduk di sekolah dasar ini juga menjadi korban kekerasan seksual sodomi.


Pengungkapan tersebut dilakukan Polres Sukabumi Kota usai melakukan serangkaian penyelidikan terhadap kematian korban. Sedangkan mayat korban ditemukan di jurang perkebunan. Lokasinya dekat rumah nenek korban di wilayah Kecamatan Kadudampit, Kabupaten Sukabumi beberapa waktu lalu.


Peristiwa ini hanyalah salah satu dari sekian banyak peristiwa yang terjadi di negeri ini. Baik yang terdata apalagi yang belum dan tidak terdata bisa dipastikan jumlahnya amat banyak. Hal ini terjadi karena adanya faktor-faktor yang menjadi pemicu berbagai kejadian ini, di antaranya:


Yang pertama, kondisi anak-anak saat ini jauh dari kata cukup dalam hal pengawasan dan pengasuhan dari orang tua. Faktanya banyak orang tua yang disibukkan oleh masalah pekerjaan. Tidak hanya kaum bapak, lebih-lebih pada kaum ibu. Untuk kaum bapak adalah wajar dan memang kewajibannya untuk bekerja dalam rangka memenuhi tanggung jawab menafkahi keluarga. Sedangkan untuk kaum ibu, alasan yang jitu saat mereka memilih bekerja bahkan harus ke luar rumah adalah karena tuntutan ekonomi. Kondisi perekonomian yang karut-marut memaksa kaum ibu untuk meninggalkan perannya sebagai ibu dan pendidik anak-anaknya.


Yang kedua, kondisi masyarakat yang cenderung individual sehingga rasa kepedulian pada sekitar berkurang drastis atau bahkan nol. Tidak ada lagi kepedulian terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekelilingnya. Bahkan sesuatu yang sekiranya tidak berhubungan dan tidak mendatangkan manfaat bagi dirinya pasti akan ditinggalkan.


Yang ketiga, peran negara dalam mengatur keberlangsungan kehidupan masyarakat yang tenang, tentram, aman, dan bahagia mulai ditinggalkan. Negara kini hanya berlaku sebagai perantara, yakni perantara terjadinya transaksi-transaksi antara investor dan pengusaha. Bahkan penguasa yang duduk di pemerintahan hanyalah orang-orang yang mengatur kepentingan pengusaha, tak lebih dari itu.


Kondisi ini terjadi karena negeri ini termasuk pengusung kapitalisme sekular. Hanya orang-orang yang memiliki modal saja yang berhak dan berkuasa dalam mengatur negeri ini. Oleh karena itu, yang ada di pikiran mereka hanyalah mengeruk keuntungan dari berbagai sumberdaya alam yang ada. Selain itu juga semata-mata untuk mendapatkan keuntungan dari berbagai peristiwa yang terjadi. Mengambil kesempatan dari kesempitan yang ada.


Siapa yang Tak Sebal?

Tentu saja bagi orang-orang yang masih bisa berpikir jernih, kondisi seperti ini amatlah menyebalkan. Anak-anak yang lahir dari rahim para ibu seharusnya bisa menjadi generasi penerus bangsa yang tangguh. Namun karena kondisi negara yang masih membebek barat dengan kapitalisme sekularnya menjadikan kejadian yang serupa akan terus berulang. Ditambah lagi dengan model pendidikan sekular yang hanya melahirkan generasi siap kerja tetapi alpa keimanannya. Lalu apa solusi yang bisa diambil agar rasa sebal ini bisa berganti dengan rasa bangga, haru, dan takjub dengan kondisi anak-anak yang cerdas, saleh dan salehah?


Islam Solusinya

Islam adalah agama yang sempurna dan paripurna. Semua persoalan yang muncul bahkan persoalan yang paling aneh, unik, dan luar biasa pun akan mampu diselesaikan.


Termasuk dalam persoalan tentang anak, Allah Swt. telah berfirman dalam QS Asy-Syura ayat 49-50:

لِلَّهِ مُلْكُ السَّمَوَاتِ وَالأرْضِ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ يَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ إِنَاثًا وَيَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ الذُّكُورَ (49) أَوْ يُزَوِّجُهُمْ ذُكْرَانًا وَإِنَاثًا وَيَجْعَلُ مَنْ يَشَاءُ عَقِيمًا إِنَّهُ عَلِيمٌ قَدِيرٌ (50)


Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki, Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki, atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa yang dikehendaki-Nya), dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Mahakuasa.”


Bahkan tentang kondisi anak sendiri Allah Swt. telah menegaskan dalam QS Ar-Rum ayat 30, “(Tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah”. Hal ini ditandaskan juga oleh Rasulullah saw. dalam HR Muslim, “Setiap anak terlahir dalam keadaan fitrah. Orang tuanya yang akan membuat dia yahudi, nasrani, dan majusi."


Inilah kenyataannya bahwa generasi saat ini telah jauh dari fitrahnya sebagai seorang anak yang bersih dan polos. Bahkan tindakan kejahatan, kriminal, pelecehan seksual sampai pembunuhan mulai banyak dilakukan oleh anak-anak, maka tentu saja faktor dari luar dirinya yang banyak mempengaruhinya. 


Peran orang tua sebagaimana yang disebutkan dalam hadis di atas hanyalah salah satu faktor yang mempengaruhi munculnya tindakan menyimpang tersebut. Di sisi lain, kondisi masyarakat dan peran negara juga ikut mendukung terjadinya tindakan negatif itu.


Islam memberikan solusi yang fundamental atas permasalahan ini sehingga tidak akan ada lagi rasa sebal di tengah masyarakat. Yang pertama, dari sisi individunya. Seorang anak akan menjadi anak saleh dan salehah jika dididik oleh orang tua yang memiliki keimanan yang kuat. Penanaman dasar akidah sebagai pondasi awal dalam kehidupannya ditanamkan sejak dini.


Yang kedua, lingkungan masyarakat yang kental keimanannya akan besar pengaruhnya terhadap tumbuh kembang anak. Dalam masyarakat itu akan muncul kepedulian yang besar atas semua proses tumbuh kembang anak sebagai calon generasi penerus kehidupan. Amar makruf nahi mungkar dijalankan tanpa ada rasa segan, semata-mata menjalankan perintah Allah Swt. dan Rasulullah saw..


Yang ketiga, peran negara dalam mengatur jalannya roda kehidupan masyarakat. Negaralah yang bertanggung jawab terhadap model pendidikan yang diberlakukan pada para pelajar sehingga mampu melahirkan generasi yang kokoh keimanannya, tinggi tsaqofahnya, dan tak gentar menghadapi serangan budaya barat. Memberlakukan peraturan serta sanksi bagi pelanggar dengan tegas, tanpa tebang pilih. Bahkan sanksi yang diberikan berdasarkan aturan Allah ini bermakna penebus dosa dan pencegah. Sehingga ketika sanksi diberlakukan, pelaku kriminal ini akan terbebas dari siksa baik di dunia maupun di akhirat serta ada ketakutan bagi individu yang lain untuk melakukan pelanggaran yang sama. Di sinilah fungsi sanksi sebagai pencegah menjadi terbukti nyata.


Dengan demikian akan tercipta generasi yang tangguh, saleh dan salehah, serta cerdas dengan penjagaan keimanan yang kokoh tersebut. Hal ini juga akan makin kuat ketika kehidupan semacam ini berada dalam satu payung kepemimpinan Islam. Karena pada faktanya model kehidupan seperti telah berlangsung pada masa Rasulullah saw., masa Khulafaur Rasyidin, dan masa kekhalifahan selanjutnya.

Wallahualam bissawab. [GSM]