Alt Title

THR Tak Merata, Potret Buram Kesejahteraan Rakyat

THR Tak Merata, Potret Buram Kesejahteraan Rakyat

 


Islam akan mendorong sesama saudara Muslim untuk saling membantu

Salah satu buktinya ialah tradisi "zimem defteri" yaitu pembayaran utang oleh orang-orang yang memiliki harta lebih

______________________________


Penulis Ratna Ummu Rayyan

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Muslimah 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia atau Menpan RB Abdullah Azwar Anas mengatakan, tenaga honorer yang ada di kementerian atau lembaga tidak akan mendapatkan tunjangan hari raya atau THR.


"Honorer tidak dapat THR kecuali yang sudah diangkat PPPK," ujarnya dalam konferensi pers THR. (tirto.id, 26/4/24)


Pemerintah telah memutuskan pejabat-pejabat yang berhak menerima THR dan gaji ke-13. Mereka adalah Presiden dan Wakil Presiden, Ketua dan Wakil Ketua DPR dan MPR, serta anggota MPR dan anggota DPR, para menteri dan banyak lagi lainnya.


Keputusan pemerintah terkait pihak-pihak yang berhak mendapatkan tunjangan THR berpotensi menimbulkan kecemburuan sosial antarpegawai. Pasalnya THR hanya diberikan kepada sebagian masyarakat yang berstatus pejabat negara dan pegawai negara.


Sementara pegawai honorer, pekerja swasta, petani, buruh, pedagang tidak mendapat bagian. Padahal anggaran THR berasal dari APBN atau APBD yang notabene salah satu sumber pendapatan yang berasal dari pajak seluruh rakyat. Ibarat kata semua rakyat wajib membayar pajak, tetapi hasilnya hanya dinikmati oleh segelintir orang.


Kondisi ini merupakan keniscayaan akibat sistem yang diterapkan penguasa yakni sistem sekularisme kapitalisme. Sistem ini tidak mampu memberikan keadilan karena menafikan peran Allah Swt. dalam kehidupan.


Dalam sistem ini manusia mengatur urusan mereka sesuai dengan kepentingan. Maka lahirlah hukum rimba, yang berkuasa akan semakin kaya dan yang lemah akan makin miskin.


Jika dalam sistem sekularisme kapitalisme rakyat selalu dibuat waswas soal hak THR dari pekerjaan mereka, maka tidak dengan sistem Islam. Syariat mengatur kesejahteraan bukan hak kelompok tertentu saja, melainkan untuk semua baik pejabat pegawai ataupun rakyat biasa. Kesejahteraan yang dimaksud adalah terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan penunjang hidup. 


Dalam Islam kebutuhan dibagi menjadi dua kelompok yakni kebutuhan pokok dan kebutuhan dasar publik. Kebutuhan pokok meliputi sandang, pangan dan papan. Sementara kebutuhan dasar publik meliputi jaminan kesehatan, pendidikan dan keamanan.


Setiap individu rakyat berhak mendapatkan semua kebutuhan tersebut. Adapun pihak yang wajib menjamin kebutuhan tersebut adalah negara. Artinya negara akan menyediakan lapangan pekerjaan bagi setiap laki-laki. Hingga dipastikan tidak ada satu pun dari mereka yang tidak mendapat pekerjaan. 


Pemastian ini berkaitan dengan kewajiban mencari nafkah bagi setiap laki-laki balig yang mampu bekerja. Karena mereka dibebani oleh Allah Swt. untuk menjadi penjamin nafkah bagi anak-anak, perempuan, orang tua dan saudara yang cacat dari mereka.


Selanjutnya Islam memiliki sistem gaji bagi pekerja. Dalam kitab Nidzamul Iqtisadi, Syaikh Taqiyuddin an Nabhani menjelaskan bahwa besarnya gaji harus disesuaikan dengan besaran jasa yang diberikan pekerja. Jenis pekerjaan, waktu bekerja dan tempat bekerja. Bukan diukur dengan standar hidup minimum di suatu daerah. 


Jika pekerjaan tersedia kemudian gaji juga layak, insyaAllah kebutuhan pokok setiap keluarga bisa dipenuhi dengan layak pula. Adapun untuk kebutuhan dasar publik, negara wajib menjaminnya secara langsung.


Negara mengalokasikan anggaran dari pos kepemilikan umum dan pos kepemilikan negara baitulmal untuk menyediakan kebutuhan dasar publik. Sehingga setiap warga negara baik kaya atau miskin, aparatur negara atau warga sipil dapat merasakan kesehatan, pendidikan dan keamanan secara gratis.


Islam memberikan jaminan demikian tidak pada saat momen tertentu misalnya pada saat lebaran. Jaminan tersebut diberikan negara setiap saat dan ketika momen spesial seperti bulan Ramadan dan hari raya masyarakat akan fokus menyibukkan diri dengan menambah amalan-amalan saleh. 


Sebab negara wajib memenuhi kebutuhan setiap kepala warga negaranya dengan layak. Andaikan masih ada yang kekurangan, Islam akan mendorong sesama saudara Muslim untuk saling membantu. Salah satu buktinya ialah tradisi "zimem defteri" yaitu pembayaran utang oleh orang-orang yang memiliki harta lebih.


Pada masa pemerintahan Utsmaniyah, orang-orang yang memiliki kelebihan harta makin berduyun-duyun mendatangi toko kelontong, toko sayur-mayur, toko daging, toko roti dan toko-tokoh sejenisnya ketika bulan Ramadan.


Tujuan kedatangan mereka adalah untuk membayar utang siapa pun nama-nama yang tercatat dalam buku utang atau zimem defteri di toko-toko tersebut. Uniknya mereka bahkan tidak mengenal orang yang dilunasi utangnya karena niat mereka hanyalah ingin mendapatkan pahala dari Allah Swt. dengan membantu orang-orang miskin, anak yatim, dan janda semampu mereka. 


Seperti inilah sistem Islam menjamin kesejahteraan warga negaranya tanpa harus terjadi kecemburuan sosial terkait siapa yang berhak mendapatkan THR. Ini hanya akan dapat dirasakan manakala sistem Islam nyata adanya di tengah-tengah umat. Wallahualam bissawab. [SJ]