Tarif Dasar Listrik akan Naik, Beban Hidup Kian Terimpit
Opini
Oleh sebab itu, menyediakan sumber energi listrik yang murah bahkan gratis bagi negara adalah kewajiban, sebaliknya menjadi hak bagi masyarakat
Agar mekanisme ini berjalan, Islam memiliki cara yang wajib ditaati oleh semua kalangan
______________________________
Penulis Ummi Nissa
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Sejumlah kebutuhan pokok kini terus merangkak naik, terlebih menjelang bulan Ramadan. Harga beras pun masih tinggi, rakyat rela antre berjam-jam demi mendapatkan beras murah saat ada operasi pasar. Di tengah kenaikan harga sejumlah kebutuhan pokok tersebut, kabarnya pemerintah juga akan menaikan tarif dasar listrik (TDL).
Sebagaimana ketentuan Permen ESDM No. 28/2016 jo. Permen ESDM No. 8/2023, penyesuaian tarif tenaga listrik bagi pelanggan nonsubsidi dilakukan setiap tiga bulan. Hal ini mengacu pada perubahan terhadap realisasi parameter ekonomi makro, yakni kurs, Indonesian crude price (ICP), inflasi, serta harga batu bara acuan (HBA).
Setelah wacana kenaikan tarif listrik pada Maret mengemuka, pemerintah menegaskan tidak akan ada kenaikan tarif dasar listrik dan BBM hingga Juni 2024. Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Jisman P. Hutajulu mengatakan, hal tersebut dilakukan sebagai upaya pemerintah untuk menjaga daya saing para pelaku usaha guna menjaga daya beli masyarakat, serta menjaga tingkat inflasi melalui sektor ketenagalistrikan. (kompas.id, 23/2/2024)
Apabila merujuk pada Peraturan Menteri ESDM yang menyebutkan setiap tiga bulan selalu ada penyesuaian TDL, maka rakyat jangan senang dahulu jika TDL tidak naik. Apalagi tidak ada jaminan bahwa pemerintah tidak akan menaikkan TDL setelah Juni 2024. Masyarakat tetap harus siap-siap jika beberapa bulan ke depan kemudian TDL naik.
Dengan berbagai kenaikan harga sejumlah kebutuhan pokok saja, rakyat telah merasakan beban hidup yang berat. Apalagi jika ditambah dengan kenaikan listrik. Padahal Indonesia adalah negeri yang memiliki banyak sumber energi listrik. Semestinya rakyat mendapatkannya dengan harga murah atau bahkan gratis. Namun faktanya, rakyat harus membayar pajak listrik yang terus mengalami kenaikan.
Kondisi ini merupakan konsekuensi dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme. Aturan di dalamnya telah menjadikan para kapital atau swasta legal menguasai sumber daya alam. Hal ini terbukti di balik perusahaan pengelolaan sumber-sumber listrik tertancap bendera asing. Akibatnya negara tidak berdaulat atas kekayaan negara sendiri.
PLN yang notabene perusahaan listrik milik negara justru bergantung terhadap pasokan swasta. Apalagi harga listrik bergantung pada nilai tukar mata uang Dolar Amerika Serikat terhadap mata uang Rupiah atau kurs Indonesia, sehingga tarif listrik harus mengalami penyesuaian secara berkala.
Dalam sistem ini negara tidak banyak berperan dalam pelayanan urusan kebutuhan rakyat. Akibatnya rakyat dibiarkan berjuang sendirian untuk menjamin pemenuhan kebutuhan hidupnya. Kalaupun ada subsidi, yang demikian itu hanya solusi tambal sulam. Sebab subsidi tidak menjamin terpenuhinya kebutuhan rakyat secara keseluruhan.
Kesempitan hidup seperti ini, seharusnya membawa masyarakat makin sadar bahwa kondisi yang mereka rasakan saat ini, akibat hidup dalam sistem kapitalis yang mencampakkan aturan Allah.
Hal ini sebagaimana gambaran dari firman Allah dalam Surah Thaha ayat 124,
"Siapa yang berpaling dari peringatan-Ku maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit."
Islam merupakan agama yang sempurna. Maka Islam layak untuk dijadikan sebagai pandangan hidup manusia. Saat Islam dijadikan sebagai aturan kehidupan, maka kesempitan hidup seperti saat ini dapat terurai. Dalam Islam, Allah memerintahkan agar peran negara adalah sebagai pengurus atau pelayan bagi rakyatnya.
Saat berbicara negara sebagai pengurus, maka perannya adalah menjamin pemenuhan kebutuhan rakyat. Pelayanan tersebut masuk dalam hak dan kewajiban sehingga pelayanan yang diberikan tidak akan pernah berbicara untung dan rugi.
Oleh sebab itu, menyediakan sumber energi listrik yang murah bahkan gratis bagi negara adalah kewajiban, sebaliknya menjadi hak bagi masyarakat. Agar mekanisme ini berjalan, Islam memiliki cara yang wajib ditaati oleh semua kalangan.
Energi listrik merupakan upaya pemanfaatan potensi alam berupa minyak, batu bara, sinar matahari, nuklir, angin, air, dan lain-lain untuk dikonversikan menjadi energi listrik. Semua potensi tersebut adalah sumber daya alam. Dalam aturan Islam terdapat ketentuan, apabila jumlah sumber daya alam tidak terbatas maka kekayaan tersebut adalah milik umat yang haram dimonopoli oleh individu.
Rasulullah saw. bersabda, "Kaum muslim berserikat dalam tiga hal, yakni air, padang rumput, dan api." (HR. Ibnu Majah).
Adapun pihak yang bertanggung jawab atas pengelolaan kekayaan milik umun tersebut, syariat membebankannya kepada negara. Dalam hal ini, negara sebagai wakil rakyat berwenang untuk mengelola semua sumber energi.
Demikian pula sumber energi listrik akan berada di bawah negara mulai dari eksplorasi, eksploitasi, pemurnian, pengolahan, hingga menjadi energi yang siap untuk didistribusikan kepada masyarakat.
Terkait distribusi, terdapat dua mekanisme yang bisa dilakukan. Pertama, distribusi secara langsung, yaitu negara memberikan subsidi sumber energi kepada rakyat atau rumah tangga secara gratis. Subsidi dalam Islam adalah bentuk pelayanan oleh negara dan bukan dianggap perusahaan yang berorientasi untung rugi.
Meski demikian, Islam juga memperbolehkan negara mengambil biaya dari distribusi listrik kepada rumah tangga. Hanya saja biaya yang ditentukan adalah biaya produksi sehingga harga tetap terjangkau.
Negara juga boleh menjual listrik kepada industri dalam negeri dengan mengambil keuntungan minimum. Keuntungan yang diperoleh akan menjadi sumber pendapatan dalam pos kepemilikan umum baitulmal.
Selain itu, negara juga diperbolehkan menjual sumber listrik seperti minyak dan gas pada negara lain dengan cara ekspor migas dengan mengambil keuntungan maksimal. Hasilnya akan masuk ke dalam pos kepemilikan umum baitulmal.
Kedua, distribusi secara tidak langsung yaitu negara mengalokasikan keuntungan dari pos kepemilikan umum baitulmal untuk membiayai semua fasilitas publik dan kebutuhan dasar publik.
Sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dasar publik berupa pendidikan, kesehatan, dan keamanan secara gratis. Fasilitas publik seperti infrastruktur jalan tol, jembatan, jalan raya, masjid, dan lainnya juga akan dibangun dengan kualitas terbaik.
Rakyat bisa memanfaatkannya dengan nyaman. Ketika Islam mengatur tata kelola sumber energi listrik dengan konsep syariat Islam, maka rakyat akan mudah mendapatkan kebutuhan publiknya berupa energi listrik.
Sementara itu ekspor yang dilakukan akan membawa negara memiliki wibawa dan kekuatan di dunia internasional. Semua ini akan terwujud jika kaum muslimin mengambil Islam sebagai pedoman hidup yang secara praktis diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan. Wallahualam bissawab. [SJ]