Alt Title

Kemiskinan Ekstrem, Masa Depan Generasi Terancam

Kemiskinan Ekstrem, Masa Depan Generasi Terancam

 


Terciptanya masyarakat yang sejahtera adalah tanggung jawab negara

Apalagi negara dengan sistem Islam secara sempurna memiliki jaminan agar kemiskinan bisa diselesaikan

______________________________


Penulis Irmawati

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Mewujudkan cita-cita bangsa yang adil serta makmur saat ini menjadi impian yang didambakan. Pasalnya negara Indonesia masih dihadapkan pada kemiskinan akut. 


Menjelang tahun 2024 penghujung masa pemerintahan Jokowi, pemerintah memperkirakan tingkat kemiskinan meningkat pada level ekstrem. Penghitungannya mengunakan basis perhitungan yang berbeda dengan yang dilakukan selama ini.


Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) atau Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menyatakan, basis perhitungan masyarakat miskin ekstrem yang digunakan pemerintah pada garis kemiskinan sebesar US$1,9 PPP (Purchasing Power Panty)  per hari. Sementara jika dibandingkan secara global sebesar US$2,15 PPP per hari.


Berdasarkan hal tersebut, jika pemerintah menggunakan basis perhitungan pada US$1,9 maka pemerintah harus mengentaskan 5,8 juta orang penduduk miskin atau 2,9 juta orang per tahunnya hingga 2024. Sementara jika menggunakan basis global pemerintah harus mengentaskan 6,7 juta orang penduduk miskin atau 3,35 juta per tahunnya. (News, 5/7/2024)


Selain itu, berdasarkan data dari lembaga PBB dan badan amal Inggris Save The Children, mencatat jumlah anak di seluruh dunia yang tidak memiliki akses sosial apa pun mencapai setidaknya 1,4 miliar anak di bawah umur. Akibatnya, banyak anak-anak lebih rentan penyakit, gizi buruk dan terpapar kemiskinan.


Di negara-negara berpendapatan rendah hanya satu dari 10 anak bahkan kurang yang mempunyai akses terhadap tunjangan anak. Terbukti terdapat 333 juta anak yang hidup dalam kemiskinan ekstrem, berjuang dan bertahan hidup dengan pendapatan kurang dari 2,15 US$ bahkan hampir satu miliar anak hidup dalam kemiskinan multidimensi. (Kumparan, 15/02/2024)


Sungguh ironis, ketika aturan kehidupan dijauhkan dari aturan agama. Akibatnya, muncul berbagai problematika kehidupan yang semakin meningkat. Salah satunya fenomena kemiskinan akut menimpa Indonesia.


Berbagai kebijakan telah dikeluarkan oleh pemerintah untuk menanggulangi rantai kemiskinan. Salah satunya dengan melalui pemutakhiran data di kementerian atau lembaga pemerintah daerah untuk mengetahui masyarakat yang berhak menerima bantuan. 


Pemerintah juga melakukan intervensi khusus untuk program bantuan, jaminan sosial dan pemberdayaan ekonomi di kantong-kantong kemiskinan. Serta penyaluran program tambahan selain bantuan.


Akan tetapi, sangat disayangkan berbagai cara strategis realitanya tidak sesuai harapan. Bahkan di berbagai daerah justru angka kemiskinan naik. Tak hanya itu, harga kebutuhan pun naik. Sehingga masyarakat semakin menderita dan tercekik. Adapun jika ada bantuan dari pemerintah, hanya untuk segelintir masyarakat dan tidak tepat sasaran.


Ini menggambarkan bahwa negara telah gagal dalam menanggulangi kemiskinan ekstrem. Berbagai upaya yang dilakukan pemerintah tidak mampu menyentuh akar permasalahan. Kemiskinan ekstrem terjadi karena dampak dari penerapan sistem kapitalisme. Untuk mengatur kehidupan dalam sistem ini manusia yang berhak mengaturnya. Sementara agama dipisahkan dari kehidupan.


Masalah kemiskinan sejatinya berkaitan erat dengan masalah ekonomi. Sistem kapitalisme memberikan kebebasan kepemilikan kepada pemilik modal. Untuk menguasai sumber daya alam dan kekayaan lainnya yang diberikan kepada aseng, asing dan pengusaha lokal.


Akibatnya, jutaan rakyat terhalang untuk dapat menikmati hak mereka atas sumber-sumber kekayaan yang dimiliki negara. Hasil kekayaan yang semestinya dimiliki dan dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat, justru dinikmati para kapitalis.


Kendati demikian, perusahaan jelas akan mengambil untung, sementara rakyat akan hidup miskin. Kondisi ini menjadi ancaman terhadap generasi dan masa depan bangsa. Perlindungan negara dalam sistem kapitalis menjadi tambal sulam semata yang tak akan membuat generasi sejahtera. Terbukti dengan berbagai regulasi yang menyulitkan masyarakat misalnya omnibus law, BPJS, mencabut subsidi, dll.


Dari situ, tentu saja dibutuhkan solusi mendasar untuk menanggulangi kemiskinan ekstrem yang terjadi. Terciptanya masyarakat yang sejahtera adalah tanggung jawab negara. Apalagi negara dengan sistem Islam secara sempurna memiliki jaminan agar kemiskinan bisa diselesaikan. Karena sesungguhnya kebutuhan pokok berupa sandang, pangan dan papan merupakan pemberian secara tidak langsung dari negara kepada rakyat.


Negara akan membantu laki-laki yang sudah balig dalam mencari nafkah dengan menyediakan lapangan pekerjaan dan sarana pendukungnya. Apabila penanggung tidak ada atau tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan dasar tersebut, maka negara melalui baitulmal akan memenuhi kebutuhan dasar tersebut.


Dalam Islam juga kepemilikan dibagi tiga yaitu individu, umum dan negara. Individu bebas mendapatkan hartanya asalkan caranya tidak melanggar hukum syarak. Kepemilikan umum seperti SDA akan dikelola negara dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat. Adapun kekayaan negara dikelola oleh negara untuk keperluan negara. Selain itu, negara juga wajib mendistribusikan kekayaan secara merata. 


Sudah saatnya umat ini diatur oleh aturan yang bersumber dari-Nya. Agar Islam benar-benar dapat menjadi rahmat untuk semua manusia. Karena hanya dengan penerapan Islam secara menyeluruh dalam institusi negara berbagai persoalan dapat terselesaikan termasuk kemiskinan. Wallahualam bissawab. [SJ]