Alt Title

Harga Pangan Naik Menjelang Ramadan, Sudah Tradisi?

Harga Pangan Naik Menjelang Ramadan, Sudah Tradisi?

 


Para kapitalis begitu ahli memanfaatkan momen-momen yang setiap tahunnya dapat memicu tingginya inflasi, bahkan puncaknya inflasi

Bagi mereka, momen-momen itu jelas masa panen cuan

_____________________


Penulis Rifka Nurbaeti, S.Pd

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Seolah Tradisi, harga pangan naik setiap menjelang ramadan dan kondisi ini tentu memberatkan rakyat. Semestinya, ramadan menjadi momen khusyuk kaum muslim dalam beribadah, ternyata harus membuat fokus mereka teralihkan pada gejolak kenaikan harga bahan pangan. Saat menjelang Ramadan, bukan hanya harga beras yang naik. Harga pangan pokok lain, seperti minyak goreng, gula pasir, cabai merah, dan telur ayam ras, juga turut melambung (Dikutip dari Kompas.com)

                                                                  Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, harga rata-rata  nasional beras medium pada saat pekan ketiga Februari 2024 mencapai Rp 14.380 per kilogram (kg), naik 5,92% dibandingkan Januari 2024. Kenaikan harga beras terjadi hampir di 179 kabupaten/kota dan 20% di antaranya harga beras lebih tinggi dibanding harga rata-rata nasional. Begitu juga dengan kenaikan harga terjadi pada cabe merah, minyak goreng, gula pasir, serta telur ayam ras. Harga rerata nasional cabai merah sebesar Rp55.359 per kg atau naik 3,58 persen dibandingkan harga rerata Januari 2024, minyak goreng Rp17,691 per liter (1,25 persen), telur ayam ras Rp30.118 per kg (1.09 persen), dan gula pasir Rp17.655 per kg (1,5 persen).


Adanya arus perdagangan pangan global sejatinya ikut andil dalam menguatkan jejaring kapitalisasi pada sektor pangan. Lebih mirisnya, para kapitalis begitu ahli memanfaatkan momen-momen yang setiap tahunnya dapat memicu tingginya inflasi, bahkan puncaknya inflasi. Bagi mereka, momen-momen itu jelas masa panen cuan. 

                                                     

Ramadan dan idul Fitri memang momen rawan inflasi. Namun demikian, ramadan merupakan momen maraknya sedekah karena memberi makan orang yang berpuasa. Jangan dimanfaatkan untuk semata panen cuan oleh para pengusaha maupun produsen pangan. Sebab, orientasi yang berlebihan untuk meraih profit biasanya rawan penipuan dalam berbagai transaksi ekonomi. Hal yang begini, jelas mencederai keagungan ramadan. Jika sudah begitu, tidakkah transaksi ekonomi yang jauh dari keberkahan justru turut menjamur?


Ada perbedaan antara ramadan saat ini dengan ramadan sebelum keruntuhan sistem pemerintahan Islam pada tahun 1924. Sebelumnya, kaum muslimin menjalankan ibadah puasa di bawah kepemimpinan para khalifah yang memiliki komitmen kuat untuk menjaga Islam dan kaum muslimin. Sebaliknya saat ini, kaum muslim harus melalui bulan Ramadan di bawah naungan pemerintahan kufur dan pemimpin-pemimpin jahat, yang mengatur urusan mereka dengan hukum-hukum kufur. Khususnya di negeri kita, para penguasa tega mengoyak ramadan dengan kemelut inflasi pangan yang dapat menodai kekhusyukan kaum muslim dalam meraih sebaik-baiknya pahala dibandingkan pada bulan-bulan yang lain. 

                                               

Lalu, bagaimana Islam menjadi solusi yang sesungguhnya untuk rakyat mendapatkan kesejahteraan? Islam hadir di tengah umat sebagai agama yang universal, tidak hanya mengurusi urusan ibadah. Tetapi Islam sangat mengurusi kepentingan rakyat dan memenuhi segala kebutuhan rakyat. Baik dari segi pangan, papan, sandang, kesehatan, pendidikan dan lain sebagainya.


Islam mewajibkan negara untuk memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan terutama menjelang ramadan. Negara tidak hanya mengejar profit untuk kepentingan individu atau kelompok. Negara dalam Islam hadir untuk mewujudkan kemaslahatan dan kesejatreraan bagi rakyat secara adil. Bila kapitalis mengejar profit dunia, Islam mengejar profit akhirat. Jika kapitalisme meliberalkan semua kepemilikan, Islam menyeimbangkan kepemilikan. Kapitalis bersandar pada manfaat semata, sedangkan Islam berdasarkan pada syariat serta kemaslahatan umat baik muslim maupun nonmuslim. 

                                          

Negara akan memperhatikan pengaturan berbagai aspek dalam upaya pemenuhan pangan dalam negeri menjamin tersedianya pangan dengan harga yang mudah dijangkau masyarakat melalui peningkatan dan inovasi penyediaan sumber pangan yang dibutuhkan. Negara akan mengupayakan secara maksimal produksi bahan pangan dengan mandiri untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan rakyat.


Islam akan memastikan negara akan menjamin mekanisme pasar terlaksana dengan baik. Negara juga menjamin dan memberantas distorsi, seperti monopoli, penimbunan serta adanya penipuan. Menyediakan layanan informasi ekonomi dan pasar serta membuka akses informasi kepada seluruh warga untuk meminimalkan informasi hoaks yang dimanfaatkan pelaku pasar dalam mengambil keuntungan dengan jalan yang tidak dibenarkan.

                                                                  

Mekanisme ini akan terwujud jika negara mengadopsi pengaturan sistem politik ekonomi Islam di bawah negara yang menerapkan Islam secara kafah. Dengannya masyarakat mampu menyambut ramadan dengan penuh keberkahan dan fokus menjalankan ibadah untuk meningkatkan keimanan juga ketakwaannya.  Wallahualam bissawab. [Dara]