Alt Title

Depresi Akibat Gagal Nyaleg

Depresi Akibat Gagal Nyaleg

 


Fenomena depresi yang terjadi pada orang-orang yang gagal nyaleg disebabkan pandangan mereka yang keliru terhadap jabatan

 Mereka memandang jabatan ala kapitalisme, yaitu cara instan untuk mendapatkan keuntungan materi sebanyak-banyaknya

_________________________


Penulis Yanti ummu Haziq

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Pemilu tahun ini akan segera selesai, meskipun belum di tentukan dengan pasti oleh KPU siapakah pemenangnya. Akan tetapi sudah terlihat dari sistem perhitungan cepat siapa saja yang akan melaju ke tahap berikutnya sebagai wakil rakyat. 


Ada yang menang tentu saja ada yang kalah. Dan apakah yang kalah bisa menerima kekalahannya tersebut atau malah mereka akan merasa sangat kecewa, sehingga membuat mereka depresi. 


Jika kita telaah dalam Pemilu dari tahun ke tahun berikutnya, banyak caleg yang gagal melaju ke pemerintahan dan ujung-ujungnya membuat mereka depresi. Ada yang menjadi gila bahkan ada yang sampai bunuh diri. 


Di kutip di mediaindonesia.com  Senin 19 Februari 2024 bahwa seorang tim sukses calon anggota legislatif (caleg) WG alias Wagino alias Gundul, 56, warga desa Sidomukti,  kecamatan Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan, nekat mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri di pohon rambutan di kebun karet miliknya, sekitar pukul 11.00 WIB, Kamis 5/2 lalu. 


Kapolres Pelalawan Ajun Komisaris Besar (AKB) Suwinto membenarkan kejadian tersebut. Menurutnya WG diduga mengalami depresi lantaran caleg yang diusungnya tidak mendapatkan suara sesuai harapan atau kalah.  


Berdasarkan hasil visum luar oleh dokter Puskesmas Pangkalan Kuras, ditemukan jejak tali yang mengikat leher korban yang membuat korban meninggal dunia. Selain itu, tidak di temukan bekas kekerasan fisik lainnya, diduga korban bunuh diri. 


Apalagi pihak keluarga telah menerima dengan ikhlas atas meninggalnya korban dan menolak dilakukan otopsi. 


Fenomena depresi yang terjadi pada orang-orang yang gagal nyaleg disebabkan pandangan mereka yang keliru terhadap jabatan. Mereka memandang jabatan ala kapitalisme, yaitu cara instan untuk mendapatkan keuntungan materi sebanyak-banyaknya. 


Persaingan untuk mendapatkan jabatan membutuhkan biaya yang tinggi. Para caleg rela merogoh kocek dalam-dalam. Banyak di antara mereka menjual aset kekayaannya seperti menjual tanah, mobil, rumah, perhiasan dan lain sebagainya. Bahkan ada yang sampai berutang karena kehabisan modal. 


Ketika sudah habis-habisan menjual asetnya dan ternyata gagal untuk mendapatkan jabatan, maka bisa sampai berujung depresi. Inilah gambaran orang-orang yang gila jabatan di dalam sistem kapitalisme. Ketika benar-benar gagal mereka bisa menjadi gila bahkan sampai bunuh diri. 


Fenomena caleg yang habis-habisan kehilangan harta demi mencalonkan diri menunjukkan pemilu di dalam sistem demokrasi merupakan proses pemilihan yang berbiaya tinggi. Tidak ada yang gratis terutama suara rakyat, contohnya serangan fajar di hari "H" Pemilu. 


Demikianlah, kesalahan pandangan terhadap jabatan telah mengakar di tengah masyarakat. Hal ini terjadi karena sistem sekularisme yang telah menancap kuat di tengah masyarakat. Prinsip Islam tentang jabatan adalah amanah pun di tinggalkan. 


Di dalam Islam, jabatan merupakan amanah yang sungguh berat. Maka dari itu sosok seorang pemimpin di dalam Islam haruslah seseorang yang dapat memikul dan melaksanakan amanah tersebut. Karena kelak di yaumul akhir amanah jabatan ini harus di pertanggung jawabkan.


Maka, di dalam Islam syarat mutlak untuk menjadi seorang pemimpin adalah ketakwaan. Seseorang yang diberi amanah jabatan tidak boleh mempunyai kepentingan selama dia mengemban jabatan tersebut. Hal itu untuk mencegah agar tidak lalai dalam mengurusi rakyatnya. 


Sifat Rasulullah yang mempunyai kehidupan sederhana memperlihatkan bahwa dia adalah seorang pemimpin yang takut kepada Allah, beliau menerapkan aturan Allah agar bisa berlaku adil. 


Sifat ini pun terdapat pula pada Umar bin Khattab, seorang pemimpin yang menjalani hidup dengan sederhana. Baju yang di kenakan beliau merupakan baju tambalan dan beliau tidur di bawah pohon kurma, sampai membuat heran para utusan dari negara lain yang hendak menemuinya. 


Islam memiliki syarat-syarat tertentu dalam memilih seorang pemimpin, yakni laki-laki, baligh, berakal, muslim, merdeka, adil dan mampu. Maksud dari adil di sini adalah tidak fasik, artinya penguasa tersebut haruslah orang yang bertakwa. 


Mekanisme pemilu di dalam Islam bersifat sederhana,  praktis, tidak berbiaya tinggi dan penuh dengan kejujuran. Tidak akan ada janji-janji palsu, pencitraan dan kepalsuan seperti yang tengah kita saksikan hari ini. Tidak akan ada praktik uang. Pemilihan di lakukan secara adil sesuai syariat. 


Pemilihan yang adil ini didukung oleh para calon yang berkepribadian Islam. Mereka adalah orang-orang yang bertakwa, sehingga tidak mencari keuntungan materi di dalamnya dan memandang jabatan hanyalah amanah.


Bagi mereka tugas seorang pemimpin adalah hanya mengaharapkan keridaan Allah semata. Karena bagi mereka menjadi seorang pemimpin harus bisa menjalankan amanah yang di berikan kepada mereka, bukan untuk mencari keuntungan materi. Wallahualam bissawab. [GSM]