Akibat Kapitalisme, Pinjol Meningkat Saat Ramadan
Opini
Pinjol bukanlah solusi untuk permasalahan ekonomi
Dengan pinjol membuat rakyat makin sengsara
___________________
Penulis Anis Nuraini
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Momentum Ramadan, seharusnya dijadikan oleh seorang muslim untuk berlomba-lomba melakukan amal saleh, kebaikan, ketaatan kepada Allah Swt., sehingga meraih derajat takwa. Akan tetapi, sangat disayangkan aktivitas ribawi malah meningkat menjelang Ramadan.
Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) memproyeksi penyaluran pinjaman online (pinjol) pada saat momentum Ramadan 2024 ini akan melonjak. Ketua Umum AFPI Entjik S. Djafar menyampaikan bahwa asosiasi menargetkan pendanaan di industri financial technology peer-to-peer (fintech P2P) lending saat Ramadan dapat tumbuh sebesar 12%. “Industri fintech lending cenderung melihat peningkatan penyaluran pendanaan menjelang Ramadan karena permintaan yang meningkat,” kata Entjik kepada Bisnis, Minggu (3/3/2024 bisnis.com)
Saat ini, pinjaman online atau pinjol yang begitu mudah diakses semua kalangan, dan dianggap solusi dalam mengatasi keuangan. Apalagi di tengah ekonomi sulit yang makin menghimpit. Transaksi pinjol semakin besar karena warga merasa prosesnya cepat dan mudah dibandingkan perbankan dan perusahan pembiayaan lainnya.
Maraknya utang melalui pinjol diprediksi mengalami kenaikan pada bulan Ramadan. Ternyata, bukti maraknya pinjaman online (pinjol) tidak lepas dari kondisi masyarakat yang membutuhkan pinjaman untuk kebutuhan sehari-hari. Namun, ada juga karena tekanan ekonomi, ada pula yang memang untuk membiayai gaya hidup, juga untuk modal usaha. Pasalnya, UMKM butuh modal untuk meningkatkan produksi akibat permintaan pasar yang meningkat.
Data OJK menunjukkan bahwa 38,39% dari transaksi pinjol merupakan pembiayaan kepada pelaku UMKM. Adapun penyaluran kepada UMKM perseorangan dan badan usaha masing-masing sebesar Rp15,63 triliun dan Rp4,13 triliun. (ojk.go.id).
Meningkatnya pinjol menjelang Ramadan karena aturan yang diterapkan di negeri ini adalah sistem kapitalisme. Negara sama sekali tidak memperhatikan aspek halal dan haram dalam mengatur kegiatan ekonomi serta mendukung muamalah yang mengandung riba. Termasuk pinjol yang menggunakan mekanisme riba dianggap legal selama mendapatkan izin dan sejalan dengan aturan yang berlaku. Sehingga, menguntungkan para investor seperti para pemilik bank. Menjadikan pinjaman sebagai investasi untuk memperkaya diri dengan mengeksploitasi ekonomi orang lain dengan pinjaman berbunga yang mencekik.
Pinjol bukanlah solusi untuk permasalahan ekonomi. Dengan pinjol membuat rakyat makin sengsara. Tak sedikit orang yang justru terjerat utang dan sulit melunasinya karena bunga yang tinggi, bahkan intimidasi oleh para penagih jika terjadi keterlambatan pembayaran. Akhirnya, ketika seseorang tak mampu lagi melunasi utang-utangnya, bunuh diri menjadi pilihan yang ditempuh sebagai sebuah solusi guna menghindari teror dari para penagih pinjol.
Padahal dalam Islam hukum riba adalah mutlak haram. Termasuk pinjol yang berbunga. Keharamannya berdasarkan nas-nas al-Quran dan as-Sunnah. Allah Swt. berfirman: "Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba." (TQS. al-Baqarah [2]: 275)
Dalam Islam, negara dengan tegas menghapus segala bentuk praktik ribawi yang jelas keharamannya dan termasuk dosa besar. Islam juga melarang lembaganya baik itu fintech, perbankan, leasing, dan lain sebagainya. Memberikan sanksi yang tegas kepada pihak yang masih melakukan praktik ribawi dalam bentuk hukuman ta’ziir.
Sementara, negara Islam sebagai raa'in akan terus memastikan kebutuhan rakyat terpenuhi. Termasuk dalam menyediakan dana untuk UMKM dalam mengembangkan usaha rakyat. Sistem Islam menjamin kemudahan penyedian dana oleh lembaga baitulmal yang mana ketika seseorang kesulitan dalam masalah finansial mereka dapat meminta bantuan kepada negara. Bantuan tersebut dapat berupa zakat, santunan, hibah, hingga pinjaman tanpa riba. Hanya dengan aturan Islam saja masyarakat akan terhindar dari praktik riba. Wallahualam bissawab. [Dara]