Terorisme, Isu Barat untuk Mengadang Kebangkitan Islam
Opini
Namun ketika dicermati, selama ini teroris dan terorisme adalah istilah yang dimaknai sepihak oleh penguasa dan senantiasa menyudutkan umat Islam, sebagaimana yang dinarasikan global
Faktanya setiap penangkapan aksi teror, pasti tersangkanya seorang muslim yang kesehariannya taat. Akhirnya publik tergiring dengan opini bahwa muslim identik dengan terorisme
______________________________
Penulis Sriyanti
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Penangkapan teroris kembali terjadi di beberapa wilayah Provinsi Jawa Tengah. Dalam aksi tersebut Densus 88 menangkap 10 orang tersangka, di antaranya pria berinisial T warga Desa Mliwis Cepogo-Boyolali. Sontak penangkapan tersebut membuat warga dan Kepala Desa Mliwis, Hardani terkejut.
Pasalnya selama ini yang bersangkutan menyebut tidak pernah melihat tersangka melakukan aktivitas yang aneh atau bertentangan dengan masyarakat. Ia bahkan dikenal sebagai pribadi yang santun bahkan aktif mengurus musala.
Terkait dengan berita penangkapan ini, Kapolres Boyolali AKBP Petrus P. Silalahi tidak banyak berkomentar karena ini merupakan ranah Densus 88. Ia hanya membenarkan adanya kejadian penangkapan tersebut. (Republika.co.id, 28/01/2024)
Terorisme, istilah yang sudah tidak asing lagi di tengah publik, pasca-peristiwa 9/11, yang terjadi di Amerika Serikat 22 tahun silam. Narasi terhadap terorisme pun semakin digencarkan secara global, sehingga hal demikian dianggap bahaya besar yang harus dihadapi oleh seluruh negara di dunia. Tak terkecuali di negeri ini, untuk menangani masalah terorisme Indonesia telah membentuk suatu badan anti-teror Densus 88 serta Undang-Undang Terorisme.
Sudah cukup lama isu terorisme senyap, pemberitaan sebagaimana fakta di atas mengawali munculnya kembali masalah ini. Seperti yang terjadi sebelum-sebelumnya, penangkapan tiba-tiba oleh aparat terhadap tersangka dilakukan tanpa alasan yang jelas dan tanpa bukti kebahayaan apa yang telah mereka lakukan hingga harus ditangkap.
Bahkan untuk persoalan yang sudah-sudah, ada tersangka yang sampai langsung dibunuh, keluarganya diintimidasi, dan sebagainya. Maka jika demikian sebenarnya siapa yang layak disebut teroris? Karena secara bahasa makna dari terorisme sendiri adalah kekerasan yang menimbulkan ketakutan, ketidaknyamanan dalam usaha mencapai tujuan.
Merujuk pada makna di atas jelas siapa pun tentu sepakat, bahwa aksi teror merupakan kejahatan yang harus dihentikan. Itu karena menimbulkan suasana yang tidak kondusif di tengah masyarakat.
Namun ketika dicermati, selama ini teroris dan terorisme adalah istilah yang dimaknai sepihak oleh penguasa dan senantiasa menyudutkan umat Islam, sebagaimana yang dinarasikan global. Faktanya setiap penangkapan aksi teror, pasti tersangkanya seorang muslim yang kesehariannya taat. Akhirnya publik tergiring dengan opini bahwa muslim identik dengan terorisme.
Padahal aksi teror, memerangi, dan membunuhi justru sering dilakukan oleh non-muslim. Sesungguhnya terorisme memang tidak memandang satu agama.
Faktanya saat ini tidak sedikit tindakan teror dilakukan oleh non-muslim, seperti penembakan yang dilakukan warga Amerika terhadap imam masjid di New Jersey, pembantaian di Masjid Al-Noor dan Islamic Center di Selandia Baru, sedikitnya 50 orang tewas.
Umat Hindu yang mempersekusi warga muslim di India, juga kalangan Budha radikal yang menggenosida entitas Rohingya di Myanmar, dan masih banyak lagi aksi-aksi teror lain yang dilakukan oleh orang-orang yang bukan beragama Islam.
Amerika sendiri yang katanya menegakkan demokrasi dan menjunjung Hak Asasi Manusia, justru melakukan invasi ke banyak negara di dunia seperti Irak, Afghanistan, Libya. Amerika menduduki dan memerangi negara-negara tersebut, hingga demikian banyak warga sipil tak berdosa yang terbunuh.
Tindakan inilah yang seharusnya menjadi musuh dunia yang sebenarnya. Sementara narasi tentang terorisme yang salah kaprah, merupakan isu yang digencarkan kafir Barat dalam rangka memusuhi dan menyerang Islam serta menghalangi kebangkitannya.
Tidak hanya itu, dengan berbagai cara Barat juga terus memecah belah umat Islam dengan menyusupkan ide-ide kufurnya seperti sekularisme, kapitalisme, feminisme, demokrasi, dan sebagainya.
Hingga tidak sedikit dari umat Islam yang tercekoki pemikiran tersebut. Bagi muslim yang tidak setuju dengan ide tersebut dianggap radikal. Sikap seperti ini juga diopinikan bisa menyebabkan terjadinya tindakan terorisme.
Padahal jika umat Islam menyadari, sejatinya paham-paham kufur Barat inilah yang benar-benar menjadi musuh berbahaya. Karena dengan menganut paham kufur tersebut, semakin menjadikan umat jauh dari pemikiran Islam.
Negara seharusnya melindungi rakyat dari bahaya tersebut. Namun sayang saat ini ide-ide Barat justru diadopsi. Alhasil kerusakan di tengah masyarakat pun terjadi di berbagai sendi kehidupan. Tidak ada jalan lain untuk memperbaikinya kecuali dengan mengambil kembali pemikiran Islam serta menerapkannya dalam seluruh aspek kehidupan. Sebaliknya umat wajib bersegera membuang sistem hidup kufur kapitalisme sekuler.
Terkait permasalahan terorisme, Islam memiliki pandangan yang khas. Aksi terorisme yang mengandung kekerasan dan membahayakan orang lain, jelas diharamkan. Rasulullah saw. bersabda:
“Janganlah memberikan kemudaratan pada diri sendiri, dan jangan pula memudarati orang lain.” (HR. Ibnu Majah dan Daruquthni)
Terlebih sampai ada korban yang terbunuh. Karena itu seorang penguasa dalam sistem pemerintahan Islam, berkewajiban penuh untuk menjaga umat dari berbagai bentuk bahaya. Baik bahaya secara fisik seperti terorisme, maupun dari bahaya nonfisik seperti beredarnya pemikiran kufur yang menyesatkan. Dengan begitu keamanan masyarakat akan demikian terjaga.
Oleh karena itu, selaku umat muslim hendaknya kita segera menyadari urgensinya kebangkitan Islam, agar seluruh aturannya segera bisa diterapkan, bukan justru terbius dengan isu-isu yang diembuskan oleh Barat. Wallahualam bissawab. [SJ]