Alt Title

Reformasi atau Revolusi?

Reformasi atau Revolusi?

 


Padahal sejatinya pemimpin dalam pandangan Islam adalah untuk menerapkan hukum Allah, bukan menerapkan hukum yang dibuat oleh legislatif sebagai tandingan Allah dalam membuat hukum

Apakah tidak berbahaya, sumpah atas nama Allah dipermainkan begitu?

______________________________


Penulis Ummu 'Askar 

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Dakwah


KUNTUMCAHAYA.com, INSPIRASI - Pesta demokrasi sudah usai digelar. Banyak masyarakat yang ikut pesta ini dengan harapan akan ada perubahan di masa yang akan datang. Tetapi sayangnya perubahan yang diharapkan masih bergelut dalam pertukaran orang yang akan memimpin, belum menyentuh pada perubahan sistem. Padahal persoalan yang melanda umat ini adalah persoalan yang bersifat sistemik, dari akar sampai buahnya. 


Namun sebagian kalangan berasumsi "rebut dulu baru ribut", dengan arti kata manfaatkan metode perubahan yang ada saat ini untuk meraih kekuasaan, setelah berkuasa maka barulah dilakukan perubahan aturan yang berlaku sesuai dengan Islam.


Secara logika, bisa jadi proses ini bisa diterima, tetapi ada satu hal yang terlupakan bahwa setiap ideologi memiliki benteng yang tidak bisa dilampaui. Setiap upaya melampaui benteng-benteng tersebut maka akan dibabat terlebih dahulu. 


Mari kita berkaca pada teladan kita yakni Rasulullah saw.. Beliau adalah manusia yang sangat mulia, dari nasab yang juga mulia dan dipercaya oleh kaumnya. Beliau tempat bertanya kaumnya tentang persoalan yang melanda mereka.


Beliau tempat menitipkan harta kaumnya. Beliau adalah orang sudah digelari Al Amin oleh kaumnya sendiri ketika belum diangkat menjadi Rasul. Beliau adalah kepercayaan kaumnya.


Namun, Rasulullah saw. diturunkan risalah oleh Allah untuk memimpin dan mengatur kehidupan manusia dengan risalah tersebut, bukan menjadi pemimpin dalam sistem yang jahiliyah yang sudah ada pada saat itu.


Rasulullah ditawari kekuasaan oleh kaumnya, tapi beliau menolak. Apa salahnya sih, kalau Rasulullah mengambil kekuasaan yang diberikan kepada beliau, kemudian setelah menjabat beliau menjadikan Islam sebagai aturan? Tetapi tidak, beliau tidak menerimanya. Kenapa?


Karena ketika tawaran harta, tahta dan wanita yang diberikan kepada beliau dengan sebuah konsekuensi harus meninggalkan dakwah Islam, dan beliau sangat menolak itu. Kita lihat bagaimana rayuan yang dilontarkan oleh pemuka kaumnya melalui paman beliau Abu Thalib sebagai orang yang melindungi dan menyayangi beliau. 


Namun kata-kata yang luar biasa keluar dari mulut beliau, "Wahai pamanku, demi Allah, walaupun mereka menaruh matahari di sebelah kananku dan bulan di sebelah kiriku, supaya aku meninggalkan urusan (agama) ini, niscaya sekali-kali aku tidak akan meninggalkannya, sampai Allah memenangkan agama-Nya atau aku binasa karenanya."


Kondisi hari ini pun, tidak ada calon pemimpin yang secara lantang akan menerapkan hukum Allah. Ketika dilantik juga bersumpah atas nama Allah dengan menaruh Al-Qur'an di atas kepalanya, untuk menjalankan UU berdasarkan hukum bukan hukum Allah. Miris bukan, bersumpah atas nama Allah untuk tidak melaksanakan hukum Allah?


Padahal sejatinya pemimpin dalam pandangan Islam adalah untuk menerapkan hukum Allah, bukan menerapkan hukum yang dibuat oleh legislatif sebagai tandingan Allah dalam membuat hukum. Apakah tidak berbahaya, sumpah atas nama Allah dipermainkan begitu?


Bukan hanya Rasulullah yang tidak menerima tawaran kekuasaan dari pemuka kaumnya. Bahkan tokoh yang sudah menjadi bagian dari majelisnya darun nadwah sebagai tempat berkumpul dan bermusyawarahnya tokoh-tokoh atau pemuka-pemuka kaumnya, ketika masuk Islam malah keluar dari barisan tersebut. 


Sekarang, mari kita bermuhasabah. Sebenarnya yang kita harapkan dari perubahan pemimpin ini apa? Apakah perubahan menuju kondisi makmur dan sejahtera? Atau melaksanakan kewajiban kita sebagai hamba Allah yang mana Allah wajibkan untuk menerapkan hukumnya?


Kalau yang diharapkan adalah sejahtera secara duniawi, maka bisa jadi itu akan kita dapatkan pada person tertentu dan sistem tertentu di luar Islam. Tetapi kalau yang kita tuju keridaan Allah melalui penerapan hukum secara sempurna dan itu yang diperintahkan oleh Allah, maka yang layak diperhitungkan adalah person yang sesuai dengan kriteria syariat dan sistem yang juga sesuai dengan perintah syarak.


Artinya tidak cukup reformasi yang kita perjuangkan, yang hanya mengubah pemimpin dan sebagian aturan yang berlaku. Namun revolusi yang layak digaungkan dan diperjuangkan sehingga akan mengubah tatanan kehidupan ini dengan syariat yang datang dari Pencipta manusia. 


Mari kita renungkan firman Allah Swt. yang mengabarkan kepada kita betapa Allah bersumpah atas nama Allah sendiri tentang kondisi keimanan kita.


فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُوْنَ حَتّٰى يُحَكِّمُوْكَ فِيْمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوْا فِيْۤ اَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا


"Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan (sehingga) kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan dan mereka menerima dengan sepenuhnya." (QS. An-Nisa' (4): 65)


Betapa mengerikannya sumpah Allah ini,  ketika kita tidak menjadikan Rasulullah sebagai hakim dalam persoalan kehidupan kita. Apalagi bagi orang-orang yang melakukan fitnah dengan menyatakan syariat Allah sebagai sumber inspirasi terorisme dan membahayakan bangsa dan negara.


Wahai saudaraku, sudahlah! demokrasi itu cacat dari lahir, apa masih mau menaruh harapan lagi dengan mantra-mantranya yang selalu membujuk kita untuk menyukseskannya. Justru dengan andilnya kita dalam pesta ini, maka akan semakin mengokohkan keberadaan demokrasi itu sendiri. Dengan kata lain, akan semakin memperpanjang umur demokrasi yang notabene bertentangan dengan akidah kita sebagai umat Islam.


Saatnya kita berjuang secara revolusioner untuk kebangkitan Islam. Metode yang diajarkan oleh Rasulullah saw. yang perlu kita ikuti, karena sudah terbukti mampu mengeluarkan manusia dari kejahiliyahan menuju cahaya kemuliaan.


Jangan ambil cara-cara musuh Islam untuk menjadikan Islam bisa bertahta, karena musuh Islam hanya menginginkan kehancuran Islam, meskipun muslim yang berkuasa tapi musuh-musuh Islam akan membentengi Islam agar tidak menyentuh kekuasaan. Wallahualam bissawab. [SJ]