Alt Title

Jaminan Halal Tanggung Jawab Negara, Haram Dikomersialisasi

Jaminan Halal Tanggung Jawab Negara, Haram Dikomersialisasi

 


Mengonsumsi makanan haram akan berakibat buruk kepada kita

Doa tidak dikabulkan, tidak diterima amalnya selama 40 hari, makanan haram membawa ke neraka, dan berkurangnya keimanan di hati seseorang

______________________________


Penulis Dra. Hj. Ummi Salma

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Allah Swt. berfirman yang artinya, “Wahai manusia, makanlah dari makanan yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 168)


Sudah sangat jelas Allah Swt. memerintahkan kepada manusia bahwa setiap apa yang kita makan, minum, atau yang kita pakai harus yang halal dan baik (thayyib). Hal ini membawa implikasi kepada keimanan kita untuk menaati segala perintah dan larangan Allah. Pihak yang menjamin masyarakat mengonsumsi makanan yang halal lagi baik adalah negara, pelaksana hukum syariat. Ini berdasarkan pandangan syariat Islam.


Berbeda dengan apa yang terjadi di dalam sistem sekuler kapitalis. Segala sesuatu dilihat berdasarkan sudut pandang manfaat. Keuntungan materi menjadi tujuan, sehingga tidak heran jika permasalahan hajat orang banyak pun menjadi sasaran komersialisasi. Salah satu program yang digulirkan pemerintah adalah pembuatan sertifikat halal bagi para penggiat usaha.


Muhammad Aqil Irham, Kepala Badan Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama, menegaskan bahwa segala produk makanan dan minuman yang dijual di Indonesia harus memperoleh sertifikasi halal sebelum 17 Oktober 2024. (tirto.id, 02/02/2024)


Ia juga menekankan bahwa semua pedagang, termasuk pelaku usaha mikro dan kecil (UMK), harus mengurus sertifikasi halal. Jika tidak mematuhi persyaratan tersebut, mereka akan dikenai sanksi sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal. Sanksi yang mungkin diberlakukan mencakup peringatan tertulis, denda administratif, dan bahkan penarikan produk dari peredaran.


Menurut peraturan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH), ada tiga kategori barang yang harus memiliki sertifikasi halal pada akhir periode pertama bulan Oktober ini.


Kategori-kategori tersebut mencakup produk makanan dan minuman, bahan baku, bahan tambahan pangan, serta bahan penolong untuk produk makanan dan minuman, dan produk hasil sembelihan beserta jasanya.


Pengurusan sertifikat halal ini berbiaya. Negara telah menyediakan satu juta layanan sertifikasi halal gratis sejak Januari 2023. Jumlah ini masih sangat sedikit jika dibandingkan dengan keberadaan PKL yang jumlahnya kurang lebih 22 juta yang tersebar di seluruh Indonesia. Selain itu, sertifikasi ini biasanya berbatas waktu atau ada masa berlakunya, sehingga jika masa berlakunya habis, perlu sertifikasi ulang secara berkala.


Berbagai tanggapan muncul dari para pelaku usaha, pedagang keliling, pedagang kaki lima, dan pelaku usaha yang bergerak di UKM ataupun UMKM. Mereka mengeluhkan dan memprediksi akan terjadi kerepotan dalam pengurusannya.


Mengingat pengurusan sertifikasi halal ini membutuhkan waktu panjang, sertifikat berbatas waktu, artinya jika sudah habis masa berlakunya harus diperpanjang, serta menggunakan sistem online. Hal lain yang dikhawatirkan mereka, prosesnya harus berbayar, kalaupun gratis, akan muncul calo-calo yang akan memanfaatkan situasi ini, tetap saja ujung-ujungnya berbayar.


Contoh lamanya pengurusan sertifikat halal ini pernah terjadi pada salah satu produk Ice Cream Mixue di Indonesia. Pengajuan sertifikat halal sudah diajukan sejak tahun 2021. Namun karena proses pengajuan yang panjang serta waktu itu ada kendala pandemi Covid-19, hingga Januari 2023 belum juga rampung.


Ini perusahaan besar yang cabangnya sudah di mana-mana. Bagaimana dengan pedagang kecil yang mangkal di pinggir jalan? Lagi-lagi kebijakan yang dikeluarkan dalam sistem kapitalisme akan berdampak kepada kesengsaraan dan kesulitan rakyat.


Oleh karena itu muncul pertanyaan, bagaimana seharusnya pengaturan masalah makanan, minuman, obat-obatan, bahan baku, ataupun penyediaan daging halal untuk masyarakat?


Negara adalah sebagai pengurus dan pelindung rakyat. Oleh karenanya, jaminan sertifikasi halal  menjadi salah satu bentuk layanan negara kepada rakyat. Apalagi kehalalan juga merupakan kewajiban agama yang telah ditetapkan di dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Namun dalam sistem kapitalisme, semua bisa dikomersialisasi.


Dalam hal ini, negara hanya berperan sebagai regulator atau fasilitator, yang seharusnya negara berperan sebagai pelayan masyarakat dalam memenuhi segala kebutuhannya. Selebihnya akan menjadi ajang bisnis dengan cara memeras rakyat, berlindung di bawah undang-undang.


Berbeda dengan sistem Islam. Sistem Islam menjadikan negara sebagai pengurus dan pelindung rakyat, termasuk juga dalam melindungi akidah/agama. Oleh karena itu, negara harus hadir dalam memberikan jaminan halal. Apalagi kehalalan produk berkaitan erat dengan kondisi manusia di dunia dan akhirat, baik secara jasmani maupun rohani. 


Kita harus memahami bahwa, “Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. Al-Bukhari)


Demikian juga dalam keterangan lain bahwa, “Sesungguhnya al Imam (khalifah) itu perisai, di mana orang-orang akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaannya).” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud)


Karena itu pula, sistem Islam akan mengupayakan regulasi pembuatan sertifikat halal dengan  mudah, cepat, bahkan, gratis. Untuk memberikan pelayanan makanan yang halal dan baik bagi seluruh rakyatnya tanpa kecuali, muslim atau nonmuslim.


Sistem Islam juga akan mengedukasi pedagang dan setiap individu rakyat agar sadar halal dan mewujudkan dengan penuh kesadaran. Rakyat akan diingatkan bahwa bagi seorang muslim makanan halal lagi baik, merupakan satu keniscayaan dan keharusan serta menjauhi keharaman suatu keutamaan agar selamat dunia akhirat.


Mengonsumsi makanan haram akan berakibat buruk kepada kita. Keburukan itu antara lain, doa tidak dikabulkan, tidak diterima amalnya selama 40 hari, makanan haram membawa ke neraka, dan berkurangnya keimanan di hati seseorang. Saatnya syariat Allah diterapkan dalam bingkai sistem Islam. Wallahualam bissawab.[SJ]